Sisa Yahudi di Indonesia

ORANG Surabaya yang lalu-lalang di jalan Kembang jepun acap kali tak sadar jika rumah nomar 4-6 merupakan rumah ibadah: umat Yahudi, satu-satunya di Indonesia. Tahun 1970-an, banyak orang mengenal peragawati Surabaya yang bernama Rita Aaron namun tak menyadari bahwa ia adalah salah satu orang Yahudi yang hidup dengan damai di sini. Pada awal abad ke-20, pada masa awal kedatangan mereka ke Indonesia, jumlah mereka dalam catatan pemerintah Hindia Belanda mencapai sekitar seribu keluarga. Mereka datang bersama dengan sekelompok orang Arab, yang juga sama-sama datang dari Timur Tengah, yang menyelamatkan diri dari kecamuk Perang Dunia I.

Kini, masyarakat Yahudi bisa dihitung dengan jari. Tak jelas kenapa. Yang jelas, komunitas terbesar kini tinggal di Jakarta, 85 keluarga, sementara di Surabaya tinggal lima keluarga: Kedudukan Surabaya telah tergeser bersamaan dengan tergeseraya Surabaya sebagai sentra bisnis. Namun di Kota Buaya tersisakan sebuah sinagoga yang tidak didapatkan di kota lain. Mini, sinagoga di Surabaya itu tampak kusam dan nyaris terlihat kegiatan. Setiap peribadatan hari Jumat (pukul 17.00-19.00) dan Sabtu (pukul 0.00-17.00) kelihatan tidak begitu istimewa. “Memang, kami tidak harus ke sinagoga. Umat Taurat bisa beribadah di rumahnya masing-masing,” kata penjaga Sinagoga itu; yang enggan disebut namanya.

Karena komunitas mereka yang semakin mengecil, masyarakat Yahudi di Indonesia seperti ta terpedulikan, bakan oleh umatnya sendiri. Misalnya, mereka ternyata tidak memiIiki rabi; pemimpin spiritual. Padahal, kedudukan rabi sangat penting. Baik daiam memimpin acara perkawinan, kematian, kebaktian, hingga pengajaran bawa Ibrani, yang menjadi bahasa resmi Taurat. Hanya, jika diperlukan, mereka mendatangkan rabi dari Australia atau dari Amerika Serikat. Misalnya upacara yang kippur, (peringatan: tahunan atas Pertolongan Tuhan kepada umat Yahudi di masa Musa).

Mungkin, itu pula yang menjadi salah satu penyebab merosotnya jumlah komunitas Yahudi. Fanatisme Yahudi yang biasanya terpelihara ikut luntur melalui perkawinan antar agama atau pengubahan agama. Di samping itu juga, kondisi politis, khususnya peristiwa Timur. Tengah, membuat kasus Yahudi di Indonesia sendiri ikut-ikutan terkena. Padahal, tidak semua Yahudi setuju dengan zionisme-Theodore Hezl yang kemudian melahirkan Israel itu. Itu pun mengena pada pelayanan pemerintah terhadap mereka. “Ini saya kira kesalahan pemimpin-pemimpin kami terdahulu, yang lalai mendaftarkan diri,”kata Saul Abraham, Wakil Ketua Komunitas Yahudi di Indonesia. Seingat dia; kala itu diadakan pendataan agama-agama namun diabaikan pemimpin mereka. Padahal, kepada Belanda; mereka telah menikmati perlakuan yang sama baiknya dengan agama lain. Misalnya mereka bisa mendapatkan pemakaman umum di Kembangkuning, Surabaya. “Kelalaian ini yang membuat agama Yahudi tak diakui secara resmi di sini,” ujarnya.

Karena itu; kini Saul akan berusaha keras secara administratif untuk bisa diakui keberadaan mereka. “Kami tak jauh beda dengan Islam. Kami sama-sama bertuhan satu, dikhitan, tidak memakan babi. Nabi-nabi kami pun, diakui dalam Islam kata Saul.

M.H./Laporan Titi A.S. (Jakarta) dan Abdul Manan (Surabaya)

D&R, Edisi 980905-003/Hal. 47 Rubrik Agama

303 thoughts on “Sisa Yahudi di Indonesia

  1. Hello Pak,
    Saya sangat tertarik tentang komunitas yahudi di Indonesia, mohon alamat email diberikan ke saya, karena saya sendang memperdalam agama yahudi.

    Best Regards.

  2. Hello Pak,
    saya sangat tertarik dengan komunitas yahudi di Indonesia khususnya di Jakarta,bisa minta alamat websitenya pak, terimakasih

  3. Hello Sir,
    Welcome My Brother …………………. masa yang di nantikan telah tiba, dunia ada di tangan …………..

  4. Shalom……

    Ibu saya adalah seorang keturunan Ibrani-Muslim, Ibu saya kelahiran 1958 dari Solo, saya hanya ingin menelusuri rangkaian keturunan saya dan keinginan untuk bertemu dengan sudara-saudara yang lainnya…..

  5. Halo, saya ingin berkenalan dengan orang yahudi Indonesia. Siapa saja orang Yahudi bisa kenalan dengan saya. Bisa minta email orang Yahudi Indonesia?

  6. Apa khabar warga Yahudi Indonesia, anak-anak BOS!!!. Saya ikut mendoakan keamanan warga Yahudi Indonesia. Kapan Aliyah?… Boleh ikut?

  7. Ass.
    Saya sangat tertarik dengan keberadaan Yahudi di Indonesia, bolehkah saya meminta Alamat e-mail dan websitenya?, terima kasih.

  8. Saya seorang jurnalis televisi dan berminat untuk mencari berita yang unik dan berbeda. Jika berkenan mohon diinformasikan alamat e-mail atau no telepon dari salah satu penganut Yahudi di Indonesia. Terima kasih.

  9. Shalom Alaikhim B.H.,

    Saya punya darah keturunan yahudi(porto-Yahudi), tapi sudah sangat jauh, saya ingit melacak kembali garis keturunan saya, dari kaum yahudi apa ? Moyang saya itu masuk ke Indonesia bersama pemerintah belanda pada zaman dahulu. Mohon bantuannya, mohon emailnya dll

  10. Shalom Alaikhim B.H.,

    Saya punya darah keturunan yahudi(porto-Yahudi), tapi sudah sangat jauh, saya ingin melacak kembali garis keturunan saya, dari kaum yahudi apa ? Moyang saya itu masuk ke Indonesia bersama pemerintah belanda pada zaman dahulu. Mohon bantuannya, mohon emailnya dll

  11. Shalom ‘aleikhem b. h.

    Kebetulan saya ada keturunan Yahudi (Sepharadic) dari Ayah saya. Saya sangat ingin berkenalan dengan teman teman keturunan Yahudi dari seluruh Indonesia. Siapa tau saya dapat menemukan calon istri. Saya juga ingin belajar bahasa Ibrani lebih dalam lagi.
    Terima kasih.

  12. shalom aleykhem, assalamulaikum wr.wb
    sy punya darah keturunan Yahudi tp sdh agk jauh tepatnya dr kakek buyut, sy ingin sekali menelusuri dr mana buyut sy itu dtg bersama pemerintahan kolonialkah atau bgmn? Mohon dibantu

  13. @spitod: beberapa dr komunitas Yahudi sdh berpindah k Israel atau ke USA, biasanya kalau d Surabaya tdk mengaku sbg Yahudi tp Arab/India, mgkn karena fisik mereka (shepardim) sama persis. temui sj toko2 emas d sana, ada beberapa yg milik keturunan Yahudi. utk informasi selanjutnya e-mail sj ke dust_eretz@yahoo.com, kita bisa share.

  14. Mohon info tentang orang Yahudi di Indonesia
    Mereka pernah menjadi umat pilihan Allah
    Saya ingin sekali punya teman orang Yahudi
    Semoga mereka bisa terus eksis di Indonesia biarpun sangat minoritas
    Bisa saja klo mereka ada dalam jumlah yang signifikan bukan tidak mungkin akan diakui juga sebagai agama resmi
    Sudah waktunya Israel dan Palestina berdiri berdampingan in peace

    Wassalam

  15. hi
    saya ingin sekali mengetahui tentang yahudi di indonesia apakah di jawa timur hanya di surabaya saja,bagai mana di kota-kota lainnya di jawa timur.saya sebenarnya sih biasa aja tentang pelegalan yahudi di indonesa tetapi apakah mereka sudah yakin tentang protes,rasisme,serta diskriminasi dari komunitas islam,kristen dan katholik yang sangat benci melihat yahudi.jujur saja salah satu leluhur saya adalah orang israel(dari garis keturunan ibu)tetapi beliau seorang muslim saya bersyukur terhadap ALLAH SWT,karena saya tidak masuk agama leluhur saya(yahudi) karena saya melihat mereka banyak melakukan perusakan perusakan di muka bumi dalam segala hal.tetapi saya ingin mengenla mereka lebih dalam

  16. gw bangga dgn darah yg nglir dtubuh saya..
    karena gen yahudi saya menjadi pintar..
    karena yahudi mrpakan umat pilihan tuhan.
    ga ada yg bisa ngbantah ini.

  17. Syahadat tradisional orang kristen Ambon adalah mereka keturunan suku Gad. Saya tidak pernah tahu hal itu benar atau tidak. Tetapi satu hal yang pasti…kecintaan orang Ambon pada Jahudi dan Israel pasca kerusuhan 1999-2003 semakin mendalam.
    Entahlah….yang jelas orang kristen Ambon memakai semua metafora Jahudi dalam kehidupan mereka (sebenarnya orang batak juga). Saya ingin bertanya…dimana kami bisa menemui keluarga Yahudi di jakarta? Bagaimana kita bisa belajar tentang orang Jahudi Indonesia. satu-satunya yang saya tahu…dhani ahmad ‘dewa’ adalah seorang jahudi. Lainnya kurang tahu… Thanks buat balsannya

  18. Saya keturunan Yahudi juga, dr klan levi nenek moyang kami pindah dr Timteng 1921 sekitar th 1970 kluarga kami tinggal di jakarta. kami sudah ada 3 keturunan tinggal di Indonesia.skian dan trimakasih

  19. salam alaykum,
    Yudaisme di Indonesia? Why not? Indonesia sangat memberi kebebasan bagi warganya untuk memeluk agama tertentu, dan itu bisa menambah kekayaan dan keberagaman umat di Indonesia, bagi saya Yudaisme adalah sebuah agama tertua sebelum Kristen dan Islam, dan setahu saya Yesus pun mengajar di rumah2 ibadah yahudi di Palestina, dan Muhammad s.a.w. juga pernah hidup berdampingan dengan orang2 Yahudi di Madinah yang kala itu disebut Yatsrib, bagi saya semua pemeluk agama khususnya agama Samawiyya Yudaisme, Kristen dan Islam bisa saling menghargai satu sama lain denga adanya perbedaan tsb. Bukankah dalam Torah disebutkan “we ahavta le ré’akha kamokha (Lev 19:18)” kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri.
    wassalam.

  20. Shallom….

    Adakah yg sudi berdikusi dg saya soal Yahudi?
    Sy ingin mencari tahu mengapa leluhur kami (Suku Batak) mengindentifikasi diri sebagai New Jews”?

    Mungkinkah Keisya, Jasmine dan Martin bersedia mengajak saya berdiskusi? Bial bersedia sy tunggu via ym ato email, thx.

    Horas

  21. Menurut sy, pandangan saudara saat ini belum dpt diterima khalayak ramai, karena mungkin perbuatan kaum Yahudi yg selama ini hanyalah sorotan negatif, dan hasil2x positif dr kaum Yahudi terkesampingkan akibat dr ulah oknum2x Yahudi lainnya, bs Kita lihat dr kemajuan zaman ini kaum Yahudi msh berkontribusi ckp besar. Pengalaman pahit dan menyedihkan membuat persepsi masyarakat Indonesia anti thdp Kaum Yahudi. Dikalangan Intelektual, pebisnis Kaum ini sgt di segani hal ini sy rskan ketika sy duduk di bangku kuliah, guru2x besar yg sy kenal mengagumi mereka. Di Indonesia pandangan masyarakat bercampuraduk antara yahudi yg hidup di negara israel dengan yahudi yg hidup d negara lainnya. Dengan kaum kristiani Pun kaum yahudi ini anggap sepele, krn Isa al Maseh msh dlm jalur kekerabatan mereka, sehingga yahudi menggangap diri mereka tuhannya kaum kristiani, namun banyak yg tdk sadar akan hal tsb berhubung krn Isa al Masehhi hal ini dibuktikan dengan tidaknya pemeluk kristiani di Israel dan setahu sy hingga sy menuliskan ini warga Israel wajib memeluk agama Yahudi sbg salah satu syarat WN. Agama yahudi adlah agama leluhur seperti kepercayaan Kejawen dan Sunda wiwitan d Indonesia. skian dan trimakasi

  22. Untul saudara Ringgo, sy b’sedia berdiskusi dgn saudara dan lebih bagus diskusi ini jika saudara mengundang saudara Jasmine. Sebutan seorang dr keturunan Yahudi adlah Haim. Saudara Ringgo dpt b’diskusi ttg Yahudi dgn org keturunan arab yang sering Kongkouw di atrium senen atau sekitar salemba hingga pasar senen jakarta. Saudara hrs mengetahui ciri2x org yahudi scr perawakan hampir sm dgn org Arab dan India krn scr demografi keturunan2x ini hidup didaerah yg hampir sm. trims

  23. aku kok yo nyesel dudu jahudi. tak kira komentare podo elek, e, jebule kok apik-apik. lha selama ini sing ngelek-eleke jahudi iku ana masalah opo yo?

  24. Dear all,
    Untuk Martin dkk.
    Saya kenal beberapa Yehudim(yahudi) dari sepherdim di Amerika saat ini, mereka pelarian Yemen. Di Indonesia kelompok mereka dulu besar sekali tapi entah kenapa menghilang. Saya dengar dari kawan saya Zen Al-Jufri MA seorang intelektual Arab Indonesia yang sekarang menetap di Amerika dan pakar peneliti Internasional mengatakan bahwa :”Sebagian keturunan Arab Indonesia yang ada sekarang ini ada juga yang keturunan Yahudi, terutama yang bermarga Bahasuan, seperti penyanyi Melayu Munif bahasuan dia seorang Yahudi dari Yemen, dan ratuasan marga Bahasuan lainya. saya yakin masih banyak lagi lainya, bentang iklan th 80 Marini dan lain-lain adalah sebagian kecil contoh Yahudi yang masih eksis di indonesia. Shalom..!!

  25. yang kamu sebutkan di atas tadi sebenarnya sudah basi tapi juga penting untuk disebarkan agar orang awam mengetahuinya

  26. Saya juga pernah dengar seperti komentar Ong bahwa sebagian orang Arab di Indonesia mereka keturunan Yahudi yang entah apa pasal tak berani mengaku Yahudi, tulisan AlJupri itu pernah dimuat di Prisma th 2002, tapi komentarnya bermacam-macam, dan banyak yang menolaknya pula.

  27. yahudi harus di akui secara resmi agama di indonesia .seperti di singapura . saya membudayai pola pikir yahudi . Seharusnya Bahasa Hebrew ,yaddish ,dll .Boleh legal di ajarkan di indonesia secara legal.
    Orang jewish tidak makan babi jg. saya belajar pola pikir yahudi tentang ilmu pengetahuan .karena bokap tiri gue orang yahudi tapi leberal. saya suka belajar bahasa hebrew .you must see the shadow david star .

  28. Shalom aleykhem

    saya tertarik dengan costum atau budaya lokal masyarakat pesisir barat sumatera yang memakai bebearapa simbol-simbol semit; misalkan mengusung tabot, atau ark yang merupakan simbol perjanjian tuhan dengan bangsa ibrani. pertanyaan saya sederhana, apakah budaya tersebut sudah ada pra islam, atau bersamaan, jika ia mungkinkah mereka termasuk salah satu dari sepuluh suku yang hilang (ten lost tribes), saya saat ini sedang melanjutkan studi pasca sarjana di UI dan sangat tertarik mengangkat tema ini di dalam tesis saya, mungkin ada yang memiliki informasi atau petunjuk lebih jauh.
    trimakasih,

    -riff-

  29. Maka itu menjadi YAHUDI adalah suatu kebodohan, bukan kebanggan yang perlu ditonjolkan kalo kalian itu ada yang mengaku keturunan yahudi, apalagi kalo dari garis ibu.

    padahal menurut Alkitab Yahudi itu, ataupun Israel secara umumnya bergaris Bapak, Patrilineal.

    Baca di kitab Talmud Kidushin, yang menjelaskan kalo yahudi itu dilihat dari garis ibu, dan bertentangan dengan Injil atau Alkitab yang berdasarkan garis BAPAK.

    sudah tidak perlu bangga akan gen keturunan yahudi, apalagi kalo dah jauh, bukan berarti orang yahudi itu semuanya pintar, Tuhan itu adil bagi suku bangsa – bangsa lainnya.

    Banyak dari orang-orang Kristen yang sukses dan berhasil tanpa memiliki darah yahudi kok. Yesus sendiri memberi berkatnya kepada orang yang percaya KepadaNya bukan karena keyahudianNya.

    Shalom

  30. BATAK, KELOMPOK ISRAEL YANG HILANG ???

    Bangsa Israel kuno terdiri dari 12 suku. Setelah raja Salomo wafat, negara Israel pecah menjadi dua bagian. Bagian Selatan terdiri dari dua suku yaitu Yehuda dan Benjamin yang kemudian dikenal dengan nama Yahudi. Kerajaan ini disebut Juda, ibukotanya Yerusalem, dan daerahnya dinamai Yudea.

    Bagian Utara terdiri dari 10 suku, disebut sebagai orang Samaria. Dalam perjalanan sejarah, kedua belas suku tsb kehilangan identitas kesukuan mereka.

    Kerajaan Samaria tidak lama bertahan sebagai sebuah negara dan hilang dari sejarah. Konon ketika penaklukan bangsa Assyria, banyak orang Samaria yang ditawan dan dibawa ke sebelah selatan laut Hitam sebagai budak. Sebahagian lari meninggalkan negaranya untuk menghindari perbudakan.

    Sementara itu Kerajaan Juda tetap exist hingga kedatangan bangsa Romawi.

    Setelah pemusnahan Yerusalem pada tahun 0070 oleh bala tentara Romawi yang dipimpin oleh jenderal Titus, orang-orang Juda pun banyak yang meninggalkan negerinya dan menetap di negara lain, terserak diseluruh dunia.

    Jauh sebelum itu, ketika masa pembuangan ke Babilon berakhir dan orang2 Israel diijinkan kembali ke negerinya, ada kelompok-kelompok kecil yang memilih tidak pulang tetapi meneruskan petualangan kearah Timur.

    Demikian juga dengan mereka yang diperbudak di selatan laut Hitam, setelah masa pebudakan selesai, tidak diketahui kemana mereka pergi melanjutkan hidup.

    Dengan demikian banyak diantara bangsa Israel kuno kemudian kehilangan identitas mereka sebagai orang Yahudi.

    Ada sekelompok penduduk di daerah Tiongkok barat, diterima sebagai puak Cina, tetapi secara umum profil wajah mereka agak berbeda dengan penduduk Cina pada umumnya. Perawakan mereka lebih besar, hidung agak mancung, namun berkulit kuning dan bermata sipit. Mereka menyembah Allah yang bernama Yahwe. Sangat mungkin mereka adalah keturunan Yahudi yang sudah kawin mawin dengan penduduk lokal sehingga kulit dan mata menjadi seperti penduduk asli.

    Saya percaya banyak diantara para pembaca yang mengetahui bahwa di negeri Israel ada sekelompok kecil orang Israel yang berkulit hitam. Mereka adalah suku Falasha, yang sebelum berimigrasi ke Israel hidup di Etiopia selama ratusan generasi. Fisik mereka persis seperti Negro dengan segala spesifikasinya yaitu kulit hitam legam, bibir tebal, rambut keriting habis, dll.

    Mereka mengklaim diri mereka sebagai keturunan Yahudi, dan dengan bukti-bukti yang dimiliki, mereka mampu memenuhi seluruh kriteria yang dituntut oleh Pemerintah Israel yang merupakan syarat mutlak supaya diakui sebagai Yahudi perantauan. Setelah memperoleh pengakuan sebagai keturunan Yahudi, sebahagian dari mereka kembali ke Tanah Perjanjian sekitar 15 tahun lalu dengan transportasi yang disediakan oleh Pemerintah Israel. Itulah sebabnya mengapa ada Israel hitam.

    Mereka menjadi seperti orang Negro karena intermarriage dengan perempuan-perempuan lokal sejak kakek moyang mereka pergi ke Ethiopia.

    Kita tahu bahwa bahwa Ethiopia adalah salah satu negara yang penduduknya mayoritas Kristen yang paling tua didunia. Ingat sida-sida yang dibaptis oleh Filipus dalam Kisah 8:26-40. Bahkan sebelum era Kekristenan pun sudah ada penganut Yudaisme disana.

    Walaupun banyak yang kembali, sebahagian lagi tetap memilih menetap di negeri itu, dan merekalah yang menjaga dan memelihara Tabut Perjanjian yang konon ada disana.

    Apakah ada diantara para pembaca yang pernah mendengar selentingan bahwa etnik Batak, adalah juga keturunan bangsa Israel kuno? Mungkin saja tidak, karena orang-orang Batak sendiri banyak yang tidak mengetahuinya, kecuali segelintir yang memberikan perhatian terhadap hal ini.

    Seperti yang diungkapkan oleh seorang anthropolog dan juga pendeta dari Belanda, profesor Van Berben, dan diperkuat oleh prof Ihromi, guru besar di UI (Universitas Indonesia), bahwa tradisi etnik Tapanuli (Toba) yang menjadi cikal bakal dari 4 sub etnik Batak (Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing) sangat mirip dengan tradisi bangsa Israel kuno.

    Pendapat itu didasarkan atas alasan yang kuat setelah membandingkan tradisi orang Tapanuli dengan catatan-catatan tradisi Israel dalam Alkitab yang terdapat pada sebahagian besar kitab Perjanjian Lama, dan juga dengan catatan-catatan sejarah budaya lainnya diluar Alkitab.

    Beberapa peneliti dari etnis Tapanuli juga yakin bahwa Batak adalah keturunan Israel yang sudah lama terpisah dari induk bangsanya, tapi karena intermarriage dengan penduduk lokal ditempat mana mereka bermukim membuat orang Batak secara fisik menjadi seperti orang Melayu.

    Seorang Batak Tapanuli, yang sudah lebih dari 20 tahun tinggal di Israel dan menjadi warga negara, berusaha mengumpulkan data-data untuk pembuktian. Setelah merasa sudah cukup, dia mengajukannya ke pemerintah Israel yang waktu itu masih dipimpin oleh PM Yitzak Rabin (?).

    Tetapi tenyata data tsb belum bisa memenuhi seluruh kriteria. Pemerintah Israel kemudian meminta agar kekurangannya dicari hingga dapat mencapai 100 persen supaya pengakuan atas etnis Batak sebagai orang Israel diperantauan dapat diberi.

    Konon kekurangan itu terutama terletak pada silsilah yang banyak missing links-nya, dan menelusuri silsilah itu agar sempurna sama sulitnya dengan menyelam ke perut bumi.

    Jika saudara pergi Taman Mini Indonesia di Jakarta dan singgah di rumah tradisi Toba (Tapanuli), disana akan ditemukan silsilah tsb.

    Peneliti berharap suatu waktu pada masa depan, Pemerintah Israel bisa saja mengubah kriterianya dengan menjadi lebih lunak dan etnik Batak diterima sebagai bahagian yang terpisah dari mereka.

    Setelah mendengar selentingan itu, saya benar-benar menaruh minat untuk menyelidiki sejauh mana budaya suku Batak dapat memberi bukti similaritasnya dengan tradisi Israel kuno. Alkitab adalah buku yang prominent dan sangat layak serta absah sebagai kitab pedoman untuk mencari data budaya Israel kuno yang menyatu dengan unsur sejarah dan spiritual.

    Beberapa diantara kesamaan tradisi Batak (Toba) dengan tradisi Israel kuno adalah sbb.

    1). Pemeliharaan silsilah.

    Semua orang Tapanuli, terutama laki-laki, dituntut harus mengetahui garis silsilahnya. Demikian pentingnya silsilah, sehingga siapa yang tidak mengetahui garis keturunan kakek moyangnya hingga pada dirinya dianggap na lilu – tidak tahu asal-usul – yang merupakan cacat kepribadian yang besar.

    Bangsa Israel kuno juga memandang silsilah sebagai sesuatu yang sangat penting. Alkitab, sejak Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru sangat banyak memuat silsilah, terutama silsilah dari mereka yang menjadi figur penting, termasuk silsilah Yesus Kristus yang ditelusuri dari pihak ibuNya (Maria) dan pihak bapak angkatNya (Yusuf).

    2). Perkawinan yang ber-pariban.

    Ada perkawinan antar sepupu yang diijinkan oleh masyarakat Batak, tapi tidak sembarang hubungan sepupu. Hubungan sepupu yang diijinkan untuk suami-istri hanya satu bentuk, disebut marpariban. Cukup report menerangkan hal ini dalam bahasa Indonesia karena bahasa ini tidak cukup kaya mengakomodasi sebutan hubungan perkerabatan dalam bahasa Batak.

    Yang menjadi pariban bagi laki-laki ialah boru ni tulang atau anak perempuan dari saudara laki-laki ibu. Sedangkan yang menjadi pariban bagi seorang gadis ialah anak ni namboru atau anak laki-laki dari saudara perempuan bapa.

    Hanya hubungan sepupu yang seperti itu yang boleh menjadi suami-isteri. Karena suku Batak penganut patriarch yang murni, ini adalah perkawinan ulang dari kedua belah pihak yang sebelumnya sudah terjalin dengan perkawinan.

    Mari kita bandingkan dengan Alkitab. Pada kitab Kejadian, Yakub menikah dengan paribannya, anak perempuan Laban yaitu Lea dan Rahel. Laban adalah tulang dari Yakub. (Saudara laki-laki dari Ribka, ibu dari Yakub). Didunia ini sepanjang yang diketahui hanya orang Israel kuno dan orang Batak yang sekarang memegang tradisi hubungan perkawinan seperti itu.

    3). Pola alam semesta.

    Orang Batak membagi tiga besar pola alam semesta, yaitu banua ginjang (alam sorgawi), banua tonga (alam dimensi kita), dan banua toru (alam maut).

    Bangsa Israel kuno juga membagi alam dengan pola yang sama.

    4). Kredibilitas.

    Sebelum terkontaminasi dengan racun-racun pikiran jaman modern, setiap orang Batak, terutama orang tua, cukup menitipkan sebuah tempat sirih (salapa atau gajut), ataupun sehelai ulos, sebatang tongkat, atau apa yang ada pada dirinya sebagai surat jaminan hutang pada pihak yang mempiutangkan, ataupun jaminan janji pada orang yang diberi janji.

    Walaupun nilai ekonomis barang jaminan bisa saja sangat rendah tetapi barang tsb adalah manifestasi dari martabat penitip, dan harus menebusnya suatu hari dengan merelealisasikan pembayaran hutang ataupun janjinya.

    Budaya Israel kuno juga demikian. Lihat saja Yehuda yang menitipkan tongkat kepada Tamar sebagai jaminan janji (Kej. 38).

    5). Hierarki dalam pertalian semarga.

    Dalam budaya Batak, jika seorang perempuan menjadi janda, maka laki-laki yang paling pantas untuk menikahinya ialah dari garis keturunan terdekat dari mendiang suaminya. Ini dimaksudkan agar keturunan perempuan tsb dari suami yang pertama tetap linear dengan garis keturunan dari suami yang kedua.

    Misalnya, seorang janda dari Simanjuntak sepatutnya menikah lagi adik laki-laki mendiang (bandingkan dengan Rut 1:11).

    Jika tidak ada adik laki-laki kandung, sebaiknya menikah dengan saudara sepupu pertama dari mendiang yang dalam garis silsilah tergolong adik. Jika tidak ada sepupu pertama, dicari lagi sepupu kedua. Demikian seterusnya urut-urutannya.

    Hal semacam ini diringkaskan dalam ungkapan orang Batak :

    “Mardakka do salohot, marnata do na sumolhot. Marbona do sakkalan, marnampuna do ugasan”.

    Dalam tradisi Israel kuno, kita dapat membaca kisah janda Rut dan Boas. Boas masih satu marga dengan mendiang suami Rut, Kilyon. Boas ingin menikahi Rut, tapi ditinjau dari kedekatannya menurut garis silsilah, Boas bukan pihak yang paling berhak. Oleh sebab itu dia mengumpulkan semua kerabat yang paling dekat dari mendiang suami Rut, dan mengutarakan maksudnya. Dia akan mengurungkan niatnya jika ada salah satu diantara mereka yang mau menggunakan hak adat-nya, mulai dari pihak yang paling dekat hubungan keluarganya hingga yang paling jauh sebelum tiba pada urutan Boas sendiri.

    Ya, mardakka do salohot, marnata do na sumolhot. (Baca kitab Rut).

    6). Vulgarisme.

    Setiap orang dapat marah. Tetapi caci maki dalam kemarahan berbeda-beda pada tiap-tiap etnik. Orang Amerika terkenal dengan serapah: son of a bitch, bastard, idiot, dll yang tidak patut disebut disini. Suku-suku di Indonesia ini umumnya mengeluarkan makian dengan serapah : anjing, babi, sapi, kurang ajar, dll.

    Pada suku Batak makian seperti itu juga ada, tetapi ada satu yang spesifik. Dalam sumpah serapahnya seorang Batak tak jarang memungut sehelai daun, atau ranting kecil, atau apa saja yang dapat diremuk dengan mudah. Maka sambil merobek daun atau mematahkan ranting yang dipungut/dicabik dari pohon dia mengeluarkan sumpah serapahnya:,,Sai diripashon Debata ma au songon on molo so hudege, hubasbas, huripashon ho annon !!!”. Terjemahannya kira-kira begini:,,Beginilah kiranya Tuhan menghukum aku kalau kamu tidak kuinjak, kulibas, kuhabisi !!!”.

    Robeknya daun atau patahnya ranting dimaksudkan sebagai simbol kehancuran seterunya.

    Orang-orang Israel kuno juga sangat terbiasa dengan sumpah serapah yang melibatkan Tuhan didalamnya. Vulgarisme seperti ini terdapat banyak dalam kitab Perjanjian Lama, diantaranya serapah Daud pada Nabal. (1 Sam. 25, perhatikan ayat 22 yang persis sama dengan sumpah serapah orang Batak).

    7). Nuh dan bukit Ararat.

    Ada beberapa etnik didunia ini yang mempunyai kisah banjir besar yang mirip dengan air bah dijaman Nuh. Tiap etnik berbeda alur ceritanya tetapi polanya serupa. Etnik Tapanuli juga punya kisah tentang air bah, tentu saja formatnya berbeda dengan kisah Alkitab. Apabila orang-orang yang sudah uzur ditanya tentang asal-usul suku Batak, mereka akan menceritakan mitos turun temurun yang mengisahkan kakek moyang orang Batak diyakini mapultak sian bulu di puncak bukit Pusuk Buhit.

    Pusuk Buhit adalah sebuah gunung tunggal yang tertinggi di Tapanuli Utara, dipinggiran danau Toba. Pusuk Buhit sendiri artinya adalah puncak gunung.

    Pusuk Buhit tidak ditumbuhi pohon, jelasnya tidak ada bambu disana. Yang ada hanya tumbuhan perdu, ilalang, dan rumput gunung. Bambu – dari mana kakek moyang keluar – menurut nalar mendarat di puncak gunung itu dan mereka keluar dari dalamnya setelah bambunya meledak hancur.

    Mengapa ada bambu pada puncak Pusuk Buhit yang tandus dan terjal? Tentu saja karena genangan air yang mengapungkannya, yang tak lain adalah banjir besar.

    Dapat dipahami mengapa jalan cerita menjadi seperti itu, karena setelah ribuan tahun terpisah dari induk bangsanya, narasi jadi berbeda. Bahtera Nuh berubah menjadi sebentuk perahu bambu berbentuk pipa yang kedua ujungnya ditutup, dan Bukit Ararat berubah menjadi Pusuk Buhit.

    8). Eksumasi (Pemindahan tulang belulang).

    Jika Pemerintah mengubah fungsi lahan pekuburan, wajar jika tulang-belulang para almarhum/ah dipindahkan oleh pihak keluarga yang terkait. Alasan ini sangat praktis.

    Bagi orang Tapanuli, penggalian tulang belulang (eksumasi) dari kerabat yang masih satu dalam garis silsilah dan dikuburkan didaerah lain adalah praktek yang sangat umum hingga sekarang. Sering alasannya hanya untuk kepuasan batin belaka walaupun biayanya sangat mahal karena termasuk dalam kategori perhelatan besar.

    Pada bangsa Israel kuno hal semacam adalah kebiasaan umum. Sejarah sekuler menuturkan bahwa tulang belulang Yusuf dibawa dari Mesir ketika bangsa ini keluar dari sana. Juga dalam kitab lain dalam Perjanjian Lama, sekelompok masyarakat berniat memindahkan tulang belulang dari satu pekuburan (walaupun kemudian dihalangi oleh seorang nabi).

    9). Peratap.

    Adalah wajar bagi jika satu keluarga menangis disekeliling anggota keluarga / kerabat yang meninggal dan terbujur kaku. Mereka menangisi si mati, dan seseorang meratapinya. Meratap berbeda dengan menangis. Meratap dalam bahasa Tapanuli disebut mangandung. Mangandung ialah menangis sambil melantunkan bait-bait syair kematian dan syair kesedihan hati.

    Karena sepenuhnya terikat dengan komponen syair-sayir maka mangandung adalah satu bentuk seni yang menuntut keahlian. Untuk memperoleh kepiawaian harus belajar. Bahasa yang digunakan sangat klasik, bukan bahasa sehari-hari.

    Setiap orang-tua yang pintar mangandung akan mendapat pujian dan sering diharapkan kehadirannya pada setiap ada kematian.

    Di desa-desa, terutama di daerah leluhur – Tapanuli – tidak mengherankan kalau seseorang orang yang tidak ada hubungan keluarga dengan orang yang meninggal, bahkan tidak dikenal oleh masyarakat setempat, namun turut mangandung disisi mayat. Masyarakat mendukung hal seperti itu. Kata-kata yang dilantukan dalam irama tangisan sangat menyentuh kalbu.

    Tak jarang pihak keluarga dari si mati memberi pasinapuran (ang pao) kalau si peratap tersebut pintar, sekedar menunjukkan rasa terima kasih.

    Peratap-peratap dari luar ini sebenarnya tidak menangisi kepergian si mati yang tidak dikenalnya itu. Alasannya untuk turut meratap adalah semata-mata mengeluarkan kesedihan akibat kematian keluarga dekatnya sendiri pada waktu yang lalu, dan juga yang lebih spesifik yaitu mengekspresikan seni mangandung itu.

    Ini sangat jelas dari ungkapan pertama sebelum melanjutkan andung-andungnya :,,Da disungguli ho ma sidangolonhi tu sibokka nahinan” Sibokka nahinan adalah anggota keluarga sipangandung yang sudah meninggal sebelumnya. Selanjutnya dia akan lebih banyak berkisah tentang mendiang familinya itu.

    Bagamana dengan bangsa Israel?

    Dari sejarah diketahui bahwa ketika Yusuf (perdana menteri Mesir) meninggal, sanak keluarganya membayar para peratap untuk mangandung. Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berkali-kali mencatat kata-kata ratapan, meratap, peratap.

    Kitab Ratapan yang ditulis oleh raja Salomo, dalam praktek Israel kuno adalah syair-syair yang dilantunkan sambil mangandung, kendati bukan pada acara kematian.

    10). Hierarki pada tubuh.

    Dalam budaya Batak, kepala adalah anggota tubuh yang paling tinggi martabatnya. Menyentuh kepala seseorang dengan tidak disertai permintaan maaf yang sungguh-sungguh, bisa berakibat parah. Sebaliknya anggota tubuh yang paling rendah derajatnya ialah telapak kaki. Adalah penghinaan besar jika seseorang berkata kepada seseorang lain:,,Ditoru ni palak ni pathon do ho = Kau ada dibawah telapak kakiku ini”, sambil mengangkat kaki memperlihatkan telapak kakinya pada seteru. Penghinaan seperti ini hanya dilontarkan oleh seseorang yang amarahnya sudah memuncak dan sudah siap berkelahi.

    Pada zaman dulu, dalam setiap pertemuan, telapak kaki selalu diusahakan tidak nampak ketika duduk bersila.

    Pada bangsa2 Semitik tertentu di Timur Tengah, tradisi semacam ini masih tetap dijaga hingga sekarang karena memperlihatkan telapak kaki pada orang lain adalah pelanggaran etika yang berat, karena telapak kaki tetap dianggap anggota tubuh yang paling hina derajatnya.

    11). Tangan kanan dan sisi kanan.

    Dalam budaya Tapanuli, sisi kanan dan tangan kanan berbeda tingkat kehormatannya dengan sisi kiri dan tangan kiri.

    Jangan sekali-kali berinteraksi dengan orang lain melalui tangan kiri jika tidak karena terpaksa. Itupun harus disertai ucapan maaf. Dalam Alkitab banyak tercatat aktivitas sisi ‘kanan’ yang melambangkan penghormatan atau kehormatan.

    Yusuf sang perdana menteri Mesir memprotes ayahnya Yakub yang menyilangkan tangannya ketika memberkati Manasye dan Efraim (baca Kejadian 48).

    Rasul Paulus dalam salah satu suratnya menyiratkan hierarki anggota tubuh ini.

    Juga baca Pengkhotbah 10:2, Mzm 16:8, Mat 25:33, 26:64 Mrk 14:62, Kis 7:55-56, 1Pet 3:22, dll.

    12). Anak sulung.

    Dalam hierarki keluarga, posisi tertinggi diantara seluruh keturunan bapak/ibu ialah anak sulung. Ia selalu dikedepankan dalam memecahkan berbagai masalah, juga sebagai panutan bagi semua adik-adiknya. Jika ayah (sudah) meninggal, maka anak sulung yang sudah dewasa akan mengganti posisi sang ayah dalam hal tanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarga seperti yang diungkapkan dalam umpasa : Pitu batu martindi-tindi, alai sada do sitaon na dokdok. Sitaon na dokdok itu adalah si anak sulung.

    Tanggung jawab itulah yang membuat dia besar, memberi karisma dan wibawa.

    Karisma dan wibawa, itulah profil yang melekat pada anak sulung.

    Alkitab ditulis dengan bahasa manusia, bangsa Israel kuno. Deskripsi tentang anak sulung pada bangsa ini sama seperti yang ada pada suku Batak yang sekarang, sehingga the term of the firstborn (istilah anak sulung) banyak terdapat dalam kitab tersebut. (baca Kel 4:22, 34:20, 13:12 dan 15, Im 27:26, Bil 3:13, 8:17, Mzm 89:28, Yer 31:9, Hos 9:20, Rom 8:23, Luk 2:27, 11:16, 1Kor 15:20 dan 23, Kol 1:15 dan 18, Ibr 1:6, Yak 1:18, dll)

    13). Gender.

    Hingga sekarang posisi perempuan dalam hubungan dengan pencatatan silsilah selamanya tidak disertakan karena perempuan dianggap milik orang lain, menjadi paniaran ni marga yang berbeda. Hal yang sama terjadi pada bangsa Israel kuno ; bangsa ini tidak memasukkan anak perempuan dalam silsilah keluarga. Ada banyak silsilah dalam Alkitab, tetapi nama perempuan tidak terdapat didalamnya kecuali jika muncul sebagai yang sangat penting seperti Rut dan Maria (ibu Yesus).

    Kalaupun nama Dina disebut juga dalam Alkitab, itu bukan karena posisinya yang penting tetapi hanya sebagai pelengkap nama-nama keturunan Yakub yang kemudian menurunkan seluruh bangsa Israel.

    14). Pola monoteisme.

    Dalam hampir seluruh kepercayaan animisme didunia ini, tuhan selalu jamak, bahkan bisa berjumlah puluhan, dan masing-masing sama besar kekuasaannya walaupun berbeda wilayah (bidang). Misalnya dewa air, dewa tanah, dewa api, dewa angin, dewa gunung, dewi kesuburan, dewi kecantikan, dewi keberuntungan, dll. Masing-masing juga punya isteri atau suami.

    Adalah satu hal yang patut dengan perbedaan animisme Tapanuli yang disebut Parmalim, walaupun mereka memuja roh-roh para leluhur dan hantu-hantu, tetapi faham ketuhanan mereka hanya mengenal monoteisme, yang mereka sebut Mulajadi Na Bolon, artinya Pencipta Yang Maha Besar. Seluruh penyembahan keagamaan mereka hanya berpusat kepada Mulajadi Na Bolon yang tunggal dan tidak beristeri.

    Ini hal yang luar biasa uniknya. Tidak ada analisis yang dapat menerangkan itu jika tidak menghubungkannya dengan faham monoteisme Yudaisme bangsa Israel kuno yang terbawa melekat hingga sekarang, tidak lekang oleh kikisan kurun waktu ribuan tahun.

    Pada suku Toraja yang juga satu garis keturunan dengan orang Batak, mereka yang masih animis juga menganut animisme yang monoteistik, dengan sesembahan tunggal Puang Matua. (Predikat “puang” diberikan pada sosok yang patut dihormati. “Matua” artinya yang terhormat. Puang Matua dapat diartikan sebagai Dia yang mulia).

    Pada suku Batak kuno, kata “puang” sama maknanya dengan “puang” pada suku Toraja sekarang. Tetapi dalam perjalanan waktu panjang, sekarang ini kata tsb telah berubah makna yaitu lebih menyiratkan keakraban).

    Tambahan.

    Adalah satu tradisi pada bangsa Israel kuno tidak menguburkan mayat anggota keluarga yang meninggal, melainkan meletakkannya dalam sebuat tombe yang berupa liang batu yang dibuat melalui pahatan. Lihatlah kesamaannya dengan mayat Yesus Kristus yang diletakkan dalam tombe milik Yusuf dari Arimatea. Budaya ini tidak terdapat pada suku Batak. Mungkin karena di Tapanuli tidak terdapat lime stone atau sejenisnya yaitu batu lunak yang mudah dilubangi seperti batu cadas.

    Namun suku Toraja masih melekat teguh pada tradisi seperti ini hingga sekarang. Hal ini berguna untuk diutarakan untuk menambah bukti-bukti bahwa suku Batak yang masih berkerabat dengan suku Toraja, sangat bisa jadi adalah keturunan Israel yang sudah lama terpisah dan hilang.

    Saya cukupkan saja dulu hingga disitu, karena terlalu letih untuk membeberkan semua, termasuk indikasi-indikasi lemah yang banyak jumlahnya.

    Jika data yang diatas itu saja dibawa kepada ahli statestik, yang tentu akan mempertimbangkan semua aspek-aspek lain yang terkait kedalamnya, simililaritasnya dengan tradisi bangsa Israel kuno dengan bukti autentik tertulis dalam Alkitab, informasi sejarah sekuler, tradisi Semitik yang ada hingga sekarang, serta kesamaan tradisi itu pada suku Batak setelah kurun waktu kurang lebih 3000 tahun, angka perbandingan untuk mengatakan bahwa suku Batak bukan keturunan Israel mungkin 1 : 1,000,000 bahkan bisa jadi lebih.

    Barangkali ada diantara saudara-saudara yang dapat menambahkan.

    Sekian dulu.

    W. Simanjuntak.

    SAPRAN SIGALINGGING

    Wed Aug 30, 2006

    —–Original Message—–

    sumber dari:http://groups.yahoo.com/group/gobatak/message/1395

    Kontak: julhan.hutabarat@yahoo.com

  31. Khalil,
    Saya sih ada setujunya pada tulisan, tapi ada sesuatu yang harus anda ketahui bahwa Yesus tidak pernah mengajarkan agama Kristen. Yesus adalah penganut Yudaism ortodox , agama kita harus kita akui hasil otak-atik dan perselingkuhan bangsa Eropa dan pendeta kristiani zaman awal, ini kenyataan sejarah bung..!! coba baca sekali lagi bukunya James Tabor : “DINASTI YESUS”. disitu jelas sekali ke Yahudian Yesus.

  32. untuk Riff ben Dahl,

    Upacara Tabut atau bhs setempatnya tabuik adalah ada setelah islam masuk Melayu. Ini adalah pengaruh Islam Syi’ah. Dan Syi’ah adalah mazhab pertama yang masuk di semenanjung Melayu sekitar th840m bukanya abad ke 13 seperti versi Snouck Horgruonje. Syiah habis dibasmi kelompok Sunni semenjak Zaman Tengku Johan Pahlawan. Di Minang dihabisi kelompok Wahabi dari Tuanku Imam Bonjol, semenjak itu mazhab ini perlahan-lahan habis dari bumi Melayu, dan berganti Sunni. Namun sisa-sianya masih banyak dijumpai baik di Aceh maupun Sumatra barat.

  33. saya mempunyai guru berjuluk malik ar rahman, dia mendapatkan “mukjizat” berupa kitab zabur dan injil. Setelah itu………….(ada berita besar yang masih off the record). Anehnya ada dokumen republik indonesia pra kemerdekaan yang berlogo bintang david dan semar. Sebagai informasi sebenarnya bintang david adalah buah karya nusantara. Semoga Allah memberi keselamatan pada kita semua. Jika mau share emailku di :wong_mojosari@yahoo.co.uk

  34. B”H

    Shalom Alechem

    I’m Rabbi Yaakov Baruch the President of Beth HaShem Synagogue in Manado, Sulawesi Utara. Indonesia, i’m the member of Jewish Community of Indonesia, if you want share or learn about Orthodox Judaism please contact me at yaakov_baruch@yahoo.com

    Hatzlacha

    Rabbi Yaakov Baruch

    (nb: please no anti-semite comment / email)

  35. B’H
    Shalom Rabbi Yaakov Baruch,

    I’m so pleased to know that there is a Synagogue in Indonesia. I have always thought that the only one left was in Surabaya. Baruch Hashem! How is it going over there? As I’m writing this, I’m speechless!

    Sholom,

    Shira

    P.S. Do you speak Bahasa Indonesia?

  36. untuk menanggapi komentar setiawan.

    Tolong bung, semuanya jangan diaku-akui, sampai-sampai bintang david itu berasal dari nusantara!…saya juga terkadang mendengar usaha mengklaim dari kelompok masyarakat indonesia yang bisa dilihat dari nama e-mail anda bahwa etnisnya adalah etnis tertua…paling sopan..bahkan mengklaim kama sutra dan kalimat syahadat dalam islam pun berasal dari etnis tersebut!..makanya sekarang pun kelompok tersebut kena klaim dari pihak lain sebagai karma atas tindakan tindakan serupa.
    Saran saya adalah..pelajari benar benar sejarah kelompok anda dan barulah bisa bicara dengan bukti otentik…jangan jangan gedung putih amerika ataupun menara eiffel juga berasal dari kebudayaan anda??..lucu deh!
    Marilah kita saling menghargai…namun bukan mengklaim dengan dasar fanatik sempit!..saya sendiri sudah lama mempelajari tentang kelompok anda..yang mungkin banyak yang nggak anda ketahui sendiri..semisal..kelompok anda berasal dari kamboja..dan banyak menyadur kebudayaan china, india dan arab..serta pengaruh belanda..karena itu sebagai contoh.. kata”kampung” sebenarnya berasal dari bahasa kamboja..bukan bahasa jawa.
    Sekali lagi marilah kita bicara pada tempatnya..trims!

  37. dari sekian banyaknya komentar diatas ada banyak hal yang positif yang bisa ku ambil hikmahnya termasuk sejarah komunitas yahudi di indonesia.tapi satu hal yang mau saya ingatkan buat teman2 masalah siapa saya dan dari mana saya berasal itu sangat penting,tapi ada satu hal yang lebih penting lagi dari pada hanya sekedar siapa saya dan dari mana saya berasal,karna siapapun kita,dari suku apa kita berasal,agama apa kita tidak akan menjamin kalo kita mati pasti masuk sorga.
    hanya ada satu jaminan jika kita mati masuk sorga yaitu di dalam YESUS/ISA karna YESUS/ISA berkata tiada seorangpun yang akan sampai kepad BAPA/SORGA selain melalui AKU.
    jadi sudakah anda menerima DIA/YESUS itu sebagai TUHAN dalam HIDUP ANDA?
    jika belum anda hanya cukup berdoa meminta ampun kepada TUHAN/YESUS/ISA akan setiap salah dan dosa yang anda buat,selanjutnya anda berdoa minta kepada DIA/YESUS/ISA itu masuk dan tinggal dalam hati/hidup anda.
    selanjutnya anda wajib menjaga hubungan anda dan TUHAN/YESUS/ISA tetab harmonis.
    cara untuk menjaga hubungan yang harmonis itu dengan berdoa setiap hari dan membaca alkitab supaya hati kita bisa terjaga dari setiap pencemaran dunia yang tambah hari tambah jahat ini.

  38. B’H

    Shalom Rabi Baruch,

    Terimakasih banyak atas informasinya. Saya sudah melihat photo-photo synagoguenya. Fantastis! Semogo dengan dedikasi anda sebagai Rabi komutitas kita yang ada di Madado semakin success! Lebih dari itu, saya berharap pada masa yang dekat umat kita akan semakin leluasa melakukan semua mitzvot di negara Indonesia.

    Selamat menjalankan misi anda,

    Shalom,dan Hormat Saya,

    Shira

    P.S. Saya rasa ini situs umum

  39. Selamat,

    Wah ini saya baru tahu, dan congratulation for Rabbi Yaacov Baruch..!! semoga misi anda sukses dan Indonesia semakin plural. Kami berharap anda buat satu website untuk Yahudi Indonesia. Dan isinya ttg sejarah Yahudi Internasional dan Indonesia , macam-macam kegiatan keagamaan Yahudi dll. Sekali lagi selamat.

  40. B”H

    Shalom,

    Terima Kasih, Bezrat HaShem agama Yahudi akan diakui di Indonesia, seperti di negara2 muslim lainnya seperti Iran, Mesir, Lebanon, Yordania dll

    Hatzlacha

    Rav Yaakov Baruch

  41. Shalom Rabbi Ya’akov alias Ninoi Palilingan

    Saya sudah kontak dengan teman-teman anda di Manado, kalau di sana tidak ada Synagogue sama sekali. Yang ada, hanya anda sendiri tanpa ada umatnya atau jemaatnya. Menurut teman anda (maaf saya harus off the record) kalau anda itu pernah dapat uang dua ratus juta dari Beth Yeshua Ha Mashiach, Belanda. Caranya anda cari orang-orang Manado yang bertampang kaya Yahudi tapi bukan YAHUDI tapi GENTILE yang bertampang YAHUDI, ‘kan di Manado banyak tampang doang, lalu anda FOTO tampang mereka dan dikirim ke Beth Yeshua Hamashiach, di Belanda. Dan dari situ anda mendapatkan uangnya, dengan cara MENIPU.

    Anda ini banyak sekali nama-nama YAHUDInya, dari Eliezer, Baruch hingga yang lain-lainnya, sampai-sampai sesepuh Mesianik Yahudi di Jakarta, kebetulan masih ada hubungan darah dengan Rabbi Baruch Ya’akov (alias Ninoi Palilingan) mengatakan anda ini orang GILA!!! atau sakit jiwa karena KEYAHUDIAN.

    Anda sendiri sudah tidak punya darah YAHUDI, karena anda melihat dari garis nenek anda yang sudah zaman BAHE’LA yang sudah tidak ada hubungannya. lagi pula anda ini ‘kan sebelumnya beragama ISLAM, lalu pindah ke Mesianik. Setelah itu anda tidak percaya Yesus lalu berpaling ke Agama Yahudi Rabinik namun anda ditolak mereka (Rabinik) akhirnya anda ke Reform.

    tapi pertanyaan sudah berapa banyak orang yang anda tipu yah? Mesianik Yahudi di Jakarta menyebutkan seorang anggotanya yang kecewa bernama ARMEN RIZAL. Si Armen ini jadi tidak percaya Tuhan karena gara-gara kena tipu anda!

    Sampai disini dulu saja, semua informasi saya dapat dari teman-teman Kehilah anda di Manado dan di Jakarta.

    Saya rasa anda ini YAHUDI GADUNGAN yang mengaku-ngaku Yahudi saja.

    PERINGATAN BAGI ORANG-ORANG YANG TERTARIK BERKENALAN DENGAN ORANG-ORANG YANG MENGAKU YAHUDI SEPERTI SI YAAKOV BARUCH. JANGAN PERNAH MEMBERI DIA UANG ATAU SUMBANGAN APAPUN YANG BERBENTUK BARANG ATAU UANG.

    SAYA BERDOA SUPAYA TIDAK KENA TIPU SEPERTI SI ARMEN DAN BETH YESHUA HA MASHIACH DI BELANDA.

  42. B”H

    Shalom Joshua

    HASHEM yg lebih mengetahui siapa org2 yg anda temui, perlu anda ketahui bahwa oma saya (sebelah ibu) bernama Sylvia Dina van Beugen, ayahnya Jacob van Beugen, dan Ayahnya bernama Elias van Beugen (anak dari Eliazar van Beugen – Dina Kanis) mereka keluarga Yahudi-Belanda yg ada di Den Haag. jadi jelas saya seorang Yahudi, tdk seperti mereka yg anda temui, lagian silahkan kunjungi alamat : http://www.friendster.com/synagogue utk melihat foto2 nyata Synagogue kami. dan silahkan liat di http://www.friendster.com/yaakovbaruch dan silahkan liat komunitas Yahudi Indonesia yg sebenarnya, dimana org2 yg anda temui tidak termasuk didlmnya, soal Tzedakah 200 Jt itu diberi oleh Perusahaan Belanda yg bernama SIGMO Bv. (bukan Beth Yeshua) dan peresmian Synagogue kami dihadiri langsung oleh TV Israel Channel 10, dengan wartawan Guy Sharett, dan disiarkan berulang2 di Tv Israel, jadi jelas pengakuan negara Israel akan keberadaan Synagogue kami. kalau masih meragukan Synagogue kami silahkan hubungi saya, lalu saya antar anda ke sana dan melihat dengan mata kepala anda sendiri tentang keberadaan Synagogue Beth HaShem. atau silahkan kunjungi http://www.jonodavid.com dimana ada ribuan foto2 Synagogue seluruh Dunia dimana dari Indonesia ada foto Synagogue kami dan Synagogue Surabaya, yaitu sama 2 Synagogue Yahudi Orthodox

  43. btw tentang ARMEN RIZAL, dia teman saya yg telah memutuskan untuk memeluk agama Yahudi Orthodox, jangan seenaknya anda bilang tidak percaya TUHAN, dia percaya pada 1 TUHAN Yg Esa yaitu HaShem Eloheinu, kalo soal tidak percaya Jesus, memang jelas kami umat Yahudi memang tidak percaya pada Jesus. kalo anda percaya pada Jesus, saya hormati keyakinan anda, tapi anda juga harus “menghormati” keyakinan kami umat Yahudi. dan dia masuk Yahudi bkn karena pengaruh saya, dalam agama Yahudi semua itu freewill, tidak dibenarkan mengajar bangsa kafir untuk mengajar pelajaran Yahudi, apalagi menjadikan Yahudi. keuali atas dasar kemauannya sendiri.

  44. B”H

    Shalom Joshua,

    Dari pernyataan anda, saya sudah tau “siapa2” yg berada dibelakang anda, tetapi saya tidak mengerti sebenarnya apa motivasi anda menyebar “fitnah” dan “kebohongan” seperti itu, HaShem Eloheinu Maha mengetahui, dan kebenaran itu pasti yg selalu akan menang, saya hanya tidak ingin anda kena teguran dari HaShem krn telah menyebar fitnah dan kebohongan pada saya dan keberadaan Synagogue Beth HaShem sebagai Rumah Tuhan dimuka bumi, ingat dlm Torah (Kej 12:3) “Barangsiapa memberkati engkau (Israel) akan Kuberkati, barangsiapa mengutuk engkau akan Kukutuk”

    Menurut saya org2 yg anda maksud sebagai teman,kerabat dll tersebut adalah org2 yg telah keluar dari Gereja, krn sudah dianggap sesat oleh kalangan kristen tetapi ditolak oleh golongan Yahudi Orthodox (sebab mereka memang bukan Yahudi) saya punya bukti tentang org2 tersebut yg memang “sentimen” pada saya dari dulu krn keberadaan saya dan Synagogue kami yg “diterima” dan “diakui” oleh Negara Israel dan seluruh synagogue dan Rabbi2 Orthodox sedunia (berdasarkan kunjungan langsung mereka ke Synagogue kami) dan soal org2 anda blg muka Yahudi memang benar keturunan Yahudi yg ikut di Synagogue kami, mereka adalah keluarga Bollegraaf, Ezekiel, Elias, Binnendyk dan beberapa anggota Jewish Community kami seperti keluarga Polak, Grosman, dll (apa mereka kurang Yahudi menurut anda?):

    Hatzlacha

    Yaakov Baruch

    Moshiach Now

    nb: bagi pembaca sekalian ingin melihat keberadaan Synagogue kami silahkan kunjungi :

    http://www.friendster.com/synagogue
    http://www.friendster.com/yaakovbaruch
    http://www.jonodavid.com
    http://www.jewishvirtuallibrary.org

    Soal donation 200 Jt, saya tidak menerima dlm bentuk uang cash, tetapi perusahaan SIGMO BV yg menyumbang datang sendiri dari Belanda ke kami, lalu membeli bangunan dan tanah untuk didirikan Synagogue, lalu merenovasi dan memebelanjakan Judaica utk kelengkapan peribadatan Synagogue kami, bisa dibilang bkn uang cash yg saya pegang melainkan bantuan langsung dalam wujud bangunan Synagogue dengan total sekitar Rp 200 Jt

  45. Alamaaakk..!!

    Benar nih berita dari Shekina Joshua..?? bahwa si Rabbi ini Yahudi gadungan..?? Oooh my god..!! hampir kita semua terpedaya..?? terima kasih Shekina joshua atas informasinya. lalu mana Synagogue yang ada di Indonesia lainya selain di Surabaya..? Trimakasih Shekina Joshua yang sangat jeli dalam merespond informasi, saya salut dg anda.

  46. Aku mencintai budaya-budaya yang ada di seantero dunia, namun aku tidak akan pernah melupakan budaya leluhurku sendiri. Bahwa bumi pertiwi adalah tanah suciku yang membasuh aku dengan air dari pegunungan biru, memberiku makan dari pepadian di sawah nan hijau, memberiku ikan di samudra nan elok, menyegarkan paru-paruku melalui segala tetanaman yang tumbuh subur, kurang apa lagi? Di bumi pertiwi ini berkelimpahan melebihi susu dan madu. Bahwa kepercayaan nenek moyangkupun adalah kepada Sang Hyang yang menguasai seluruh alam semesta. Bangunan suci nan megah bertaburan terhampar berbentuk candi (sebuah karya seni dari batu yang tak ada tandingannya di dunia ini. Jadi tidak ada alasan bagi diriku sebagai orang Indonesia, untuk merasa rendah diri dari bangsa/budaya-budaya yang lainnya.

    Sembari mengagumi budaya bangsa lain, jangan lupa cintai budaya sendiri. Batik, ulos, songket, reog, angklung, gamelan, keris, rencong, clurit, tor-tor, gambyong, kecak, ludruk, wayang dsb dsb….sekali lagi ini tidak kalah dengan hasil budaya bangsa-bangsa lain….Inilah khas Indonesia.

  47. B”H

    Shalom,

    saya Yahudi gadungan? kasian kalian mau termakan isu murahan, ingat HaShem tidak tinggal diam umatNya diberlakukan seperti ini, biarlah KEBENARAN yg akan ditegakkan, bukti apa lagi yg harus saya jelaskan utk menyangga “fitnahan” shekina joshua (kalau benar namanya) HaShem maha adil, mari kita lihat siapa yg benar dan siapa yg pendusta….Bezrat HaShem

    Shavua Tov

    R.Yaakov Baruch

    ps : menurut data Synagogue of The World (www.virtualjewishlibrary) hanya ada 2 Synagogue (orthodox) di Indonesia yaitu Beth Hashem Synagogue di Manado dan Surabaya Synagogue kalau ada Synagogue (Messianic, Reform dll itu diluar tanggung jawab the Jewish Community of Indonesia)

  48. Shalom Alechem

    Shekina, Joshua. how dare you wrote like that, i’m one of the Jew who living in Indonesia, my family came from Netherlands like Yaakov family’s, the grandmother of Yaakov is my best friend, i knew their family since we was a child, they a Dutch Jewish family like my family, Yapto family etc. I have a good relationship with yaakov, we was celebrate a few Jewish festivals in Surabaya Synagogue with Orthodox Rabbi from State, if you dont know the truth better to SHUT UP! or G-d will punish your mouth ! Yaakov is the Rabbi of the Synagogue of Beth HaShem in Manado. lot of Israeli investor and Jews from State, Europe was visit his Synagogue in Manado (include me) he always traveling to Jakarta, Bali, Surabaya to teach the Jewish mix family to learn about Torah, put Mezuzah in their house, give Tallit and some Tefilin. and lot of them back to our Jewish herritage, and leave the church and christianity and back to our Community, and believe to the HaShem the G-d of Israel, The Almighty G-d and Echad (One). Yaakov is accepted by Singapore Jewish Community and have good relation with Rabbi Mordechai Abergel, Rabbi Natanael Rivni and other Yeshiva student. once again you share the lies like that you will go to the court!

    Regards

    Mrs Miriam Elias
    El AL Israel Airlines respresentative in Indonesia

    Nb: for all readers please becarefull to the people like Shekina, joshua who have anti-semite feeling and try to destroy our Jewish Nations !

  49. Shalom Rabi Yahudi Gadungan Yaakov Baruch alias Ninoi Palilingan

    setahu saya tidak pernah ada marga yahudi yang bernama Palilingan. Setahu saya, marga yahudi itu seperti Cohen, Levi, dan lain-lainnya. bukan marga Manado, benar Saudara-suadara?

    Oh ya, anda ambil poto mereka, lalu kirim poto itu ke Beth Yeshua Hamashiach di Belanda. Seolah-olah ada Yahudi di Manado. Lalu minta uang sekian-sekian dengan jumlah 200 juta. Lalu anda siampan uang itu untuk kehidupan HAPPY anda, bukan. soal poto-poto itu, anda ambil dari Synagogue-synagogue di Singapura yang anda kunjungi sehingga orang lain mengira ada synagogue di Manado.

    Padahal tidak semua orang belanda yang berdarah yahudi ke Manado saja, BUNG ??? di sumatera, juga banyak komunitas Yahudinya. Pernah dulu ada koran Yahudi di Sumatera, yakni Haaretz.

    berarti: anda benar bernama SI NONI EH NINOI PALILINGAN, DULU BERAGAMA ISLAM. Berarti teman-teman saya dan saya khususnya benar.

    LAGIPULA KEBANYAKAN YAHUDI EROPA TERMASUK AS sebenarnya keturunan BANGSA KHAZAR YAKNI TURKI-MONGOL DI ASIA TENGAH…

    INGAT SEBARKAN HAL INI KEPADA TEMAN-TEMAN ANDA, AGAR JANGAN TERJEBAK OLEH RAYUAN GOMBAL SI YAHUDI GADUNGAN INI, DENGAN MEMBERI UANG ATAU SUMBANGAN APAPUN, MAUPUN BARANG. TOLONG DIBERITAHUKAN KEPADA TEMAN-TEMAN YAHUDI DILUAR NEGERI, BIAR YANG LAIN TAHU?

    SAYA KASIHAN KEPADA TEMAN-TEMAN YAHUDI YANG BENAR-BENAR KETURUNAN LANGSUNG, NANTI MALAH KENA GETAHNYA…

  50. saya berdoa, supaya tidak satupun diantara anda-anda ini yang kena tipu si yahudi gadungan ini.

    bahkan teman mesianik yahudi saya mengatakan tampang si ninoi palilingan alias eliezer alias yaakov baruch tidak memiliki face atau wajah yahudi, mungkin saja sedikit wajah indo saja. tapi bukan YAHUDI….KOK

    MAKA PERLU CERMAT

    INGAT JANGAN MAU TERPERDAYA OLEH SI NINOI PALILINGAN ALIAS YAHUDI GADUNGAN YANG MEMAKAI NAMA SAMARAN YAHUDI DAN DENGAN FOTO-FOTO SYNAGOGUE YAHUDI YANG TIDAK ADA DI MANADO, ITU SEMUA FOTO DARI SYNAGOGUE DI SINGAPORE SETELAH DIA DAPAT UANG 200 JUTA DARI NIPU BETH YESHUA HA MASHIACH.

    LAGIPULA MANA ADA MARGA YAHUDI PALILINGAN, APALAGI MARGA MANADO…..

    ANEH

    SHALOM UNTUK SEMUA YANG MEMBACANYA….

  51. Sepuluh Suku Israel Yang Hilang

    Pada tahun 721 SM Samaria, ibukota Kerajaan Israel (Israel Utara), jatuh karena serangan pasukan Asyur (Assyria). Akhjirnya Sepuluh suku Israel dibuang ke Asyur, dan terjadi diaspora (penyebaran) suku-suku Israel ke berbagai penjuru. Bangsa -bangsa kuat saling beradu memperebutkan kawasan Timur Tengah. Kejayaan bangsa Asyur diganti oleh bangsa Babel (Babylonia), tahun 603SM. Di masa kejayaan Babel, Kerajaan Selatan Yehuda jatuh, Jerusalem dihancurkan (587SM), dan berlangsunglah masa pembuangan di Babel. Kerajaan Persia (538-332SM) merebut hegemoni Babel. Sebagian suku Jehuda dan Benyamin, kembali ke Judea. Namun sepuluh suku Israel lain, tidak pernah kembali sebagaimana dua suku itu. Beberapa raja Persia tersebut dalam Alkitab, yaitu Cyrius (Koresy, Yes45:1); Xerxes (Ahasyweros, Est1:1); Artexerxes (Artahsasta, Neh2:1) dan Darius (Dan6:1). Kejayaan Persia selama 3 abad di seluruh kawasan Timur Tengah, Timur Dekat, dan seputar Mediterania bagian timur melahirkan bahasa Aram sebagai ‘lingua franca’ dan memudahkan migrasi. Masa Persia berakhir ketika Aleksander Agung, dalam waktu relatif singkat menguasai kawasan Makedonia hingga India. Kawasan kekuasaan dinasti-dinasti Yunani (332-167SM) yang lebih luas dari Persia, semakin memudahkan migrasi. Suku-suku Israel meninggalkan Asyur, menuju ke timur, setelah itu tidak ada lagi berita, sehingga mereka dijuluki sebagai “Sepuluh Suku Israel Yang Hilang“ (The Ten Lost Tribes of Israel). sehingga bahasa Yunani menjadi ‘lingua franca’.

    Khazar, Chazar (Rusia)
    Kawasan yang dihuni orang-orang Khazar terletak di antara Laut Hitam dan Laut Kaspia, diapit Ukraina dan Kazakhstan. Bangsa Khazar berasal dari suku kuno Turki -Mongol (Hun, atau Hsiungnu) yang beralih memeluk Judaisme dan berhasil membentuk Khazaria, kerajaan kuat di masa Abad-7 M hingga Abad-10 M. Orang-orang Yahudi Ashkenazi (Eropa Timur) adalah keturunan orang Khazar. Keberadaan dan kemajuan orang-orang Khazar mengindikasikan akulturasi Yahudi Diaspora (yang melek huruf dan berteknologi) dengan suku Turki-Mongol yang buta huruf dan bergaya-hidup nomad.

    Pathans/Pasthun (Afghanistan-Pakistan)
    Pathans menganggap diri mereka sebagai anak-anak Israel, meskipun mereka beragama Islam. Bangsa Pathans memiliki kemiripan dengan kebiasaan Israel kuno. Bangsa Pathans kini tinggal di perbatasan Afghanistan-Pakistan. Mereka disebut Afghans atau Pishtus menurut bahasanya. Di Afghanistan, jumlah mereka sekitar enam juta jiwa, dan di Pakistan sekitar tujuh hingga delapan juta jiwa dan dua juta jiwa lagi hidup seperti suku Baduy.
    Bukti-bukti yang menarik adalah beberapa nama suku-suku yang sama dengan suku-suku Israel seperti suku Harabni yakni Reuben, suku shinwari adalah Shimeon, suku Levani – Lewi, suku Daftani – Naftali, suku Jaji – Gad, suku Ashuri – Asher, suku Yusuf Su, anak-anak Yusuf, suku Afridi – Ephraim, dan seterusnya. Pasthun atau Pathans mengaku mempunyai hubungan dengan Kerajaan Israel kuno dari suku Benjamin dan keluarga Saul. Menurut tradisi, Saul mempunyai seorang anak, bernama Jeremia yang memiliki anak bernama Afghana.
    Menurut Injil 2 Raja-raja, Tawarikh 1 dan 2, sepuluh suku Israel dibuang ke Halah, Havor, sungai Gozan dan kota-kota Maday. Beberapa kemiripan Tradisi Pathans dengan Israel kuno: memiliki sunat untuk anak laki-laki pada hari kedelapan, Patrilineal (Garis Bapak), menggunakan Talith (Jubah Doa) Tsitsit, pernikahan (Hupah), kebiasaan wanita (pembasuhan di sungai), pernikahan dari pihak keluarga ibu atau bapak (Yibum), Sangat menghormati bapak, larangan memakan daging kuda dan unta, Shabbat dengan menyiapkan 12 roti Hallah, menghidupkan lilin pada saat Shabbat, hari Yom Kippur, menyembuhkan penyakit dengan bantuan kitab Mazmur (menempatkan kitab Mazmur dibawah kepada pasien, nama-nama Ibrani di desa-desa dan menyebut nama Musa, dan menggunakan symbol bintang Daud. Mereka hidup sebagai suku-suku yang terpencar dan memiliki hokum tradisi yakni Pashtunwali atau hukum Pasthun yang mirip dengan hukum Torah.
    Pathans bertradisi pernikahan ipar, yang mengharuskan saudara laki-laki menikahi janda saudaranya yang meninggal tanpa keturunan, sama seperti Israel kuno (Ul 25:5-6). Pathans juga bertradisi mengorbankan kambing penebusan, sama seperti masa Israel kuno yang membebankan dosa seluruh bangsa pada domba yang diusir ke gurun dan disembelih (Im16).

    Kashmir (India)
    Di India bagian utara yakni Kashmir terdapat sekitar 5-7 juta jiwa. Terdapat nama Ibrani di lembah dan didesa-desa di Kashmir seperti Har Nevo, Beit Peor, Pisga, Heshubon. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa bangsa Kashmir keturunan sepuluh suku Israel yang hilang pada pembuangan pada 722 BCE. Penampilan fisik mereka berbeda dengan umumnya orang India. Tradisi mereka memang mengindikasikan perbedaan asal-usul. Orang Kashmir memiliki hari raya Pasca pada musim semi, saat dilakukan penyesuaian perbedaan penanggalan candra dan surya, dengan cara seperti yang dilakukan orang-orang Jahudi. Mereka memang menyebut diri sebagai Bene Israel, Anak-anak Israel. Orang Kashmiri menghormati Sabbath (beristirahat dari semua jenis kerja); menyunat bayi pada usia delapan bulan; tidak makan ikan yang tak bersisik dan bersirip, dan merayakan beberapa hari raya Jahudi lainnya, tetapi tidak yang berasal dari setelah kehancuran bait Allah pertama (seperti Hannukah).

    Shin-lung atau Bene Menashe (di sekitar perbatasan India-Myanmar)

    Di kawasan pegunungan di kedua sisi perbatasan India-Myanmar, bermukim sekitar 2 juta orang Shinlung. Mereka memiliki tradisi penyembelihan binatang korban seperti suku-suku Israel kuno pada umumnya, dan menyebut diri anak Menashe atau Bene Menashe. Kata Menashe banyak bermunculan dalam puisi dan doa (mereka menyeru “Oh God of Menashe”). Mereka memiliki tradisi cerita yang mengatakan bahwa mereka dibuang ke suatu tempat yang berada di sebelah barat tempat asal mereka, lalu bermigrasi ke timur dan mulai menjadi penggembala dan penyembah dewa. Migrasi mereka berlanjut ke timur, mencapai perbatasan Tibet-Cina, lalu mengikuti aliran Sungai Wei, hingga masuk dan bermukim di Cina Tengah sekitar tahun 230SM. Orang Cina menjadikan mereka sebagai budak, sehingga beberapa diantara mereka melarikan diri dan tinggal di gua-gua kawasan pegunungan Shinlung, dan hidup miskin selama dua generasi. Mereka juga disebut orang gua atau orang gunung dan tetap menyimpan kitab suci mereka. Akhirnya mereka mulai berasimilasi dengan orang Cina dan terpengaruh budaya Cina, hingga akhirnya mereka meninggalkan gua-gua pegunungan dan pergi ke barat, melalui Thailand, menuju Myanmar. Setelah itu mereka berkelana tanpa kitab suci, dan membangun tradisi lisan, hingga sampai di Sungai Mandaley, dan menuju Pegunungan Chin. Pada abad-18 sebagian dari mereka bermigrasi ke Manipur dan Mizoram, India Timurlaut.

    Mereka sadar bahwa mereka bukan orang Cina meskipun menggunakan bahasa Cina dialek lokal, dan menyebut diri Lusi yang berarti Sepuluh Suku (“Lu” berarti suku, dan “si” berarti sepuluh). Tradisi Menashe antara lain adalah sunat (kini sudah ditinggalkan), upacara pemberkatan anak pada usia 8 hari, hari raya keagamaan yang mirip dengan hari raya keagamaan Jahudi, praktek pernikahan ipar demi kelangsungan nama marga, menyebut nama Tuhan sebagai “Y’wa”, dan memelihara puisi yang mirip dengan kisah penyeberangan Kitab Keluaran ketika bangsa Israel menyeberang Laut Merah. Di setiap kampung ada pendeta atau imam yang selalu bernama Harun (Aaron, saudara Musa dan Imam Pertama Jahudi) dengan pewarisan turun-temurun. Salah satu tugas mereka adalah mengawasi kampung, berdoa dan mempersembahkan korban, dengan jubah ber-‘breastplate’, ikatpinggang dan mahkota, dan selalu membuka doa dengan menyebut nama Menashe. Dalam kasus terdapat orang jatuh sakit, para imam dipanggil untuk memberkati pesakit dan mempersembahkan korban. Imam akan menyembelih domba atau kambing dan mengoleskan darahnya di telinga, punggung dan kaki pesakit sambil mengucapkan mantra yang mirip dengan Im14:14. Pada kasus penyakit khusus, diselenggarakan upacara khusus. Semacam upacara penebusan yang dilakukan dengan memotong sayap burung dan menebar bulunya ke udara. Pada kasus penyakit lepra, para imam menyembelih burung di lapangan terbuka. Untuk penebusan dosa, dilakukan pengorbanan domba di altar seperti dilakukan di Bait Allah (seperti disaksikan seorang penulis di hutan Myanmar sekitar tahun 1963-1964). Darah sembelihan ditorehkan di ujung altar, dagingnya dimakan. Yom Kippur dirayakan sebagai hari penebusan, sekali setahun seperti tradisi Jahudi. Kendaraan imam tidak boleh dibuat dari logam, namun dari tanah liat, kain, atau kayu. Melakukan praktek pemujaan berhala dan mempercayai klenik sehubungan dengan roh dan setan. Percaya reinkarnasi tapi percaya Tuhan di sorga akan membantu dalam kesusahan.

    Ch’iang-min (Cina)

    Orang-orang Ch’iang atau Ch’iang-min (sekitar 250 ribu orang, 1920) bermukim di Propinsi Sechuan, Cina bagian barat, di daerah pegunungan sebelah barat Sungai Min, dekat perbatasan Tibet [Thomas Torrance “The History, Customs and Religion of the Ch’iang People of West China” (1920) dan “China’s First Missionaries: Ancient Israelites” (1937)]. Mereka menganggap diri sebagai imigran dari barat yang datang ke tempat tersebut setelah berjalan selama tiga tahun tiga bulan. Orang Cina menganggap mereka sebagai barbar, dan mereka menilai orang Cina sebagai penyembah berhala (Ch’iang-min percaya hanya pada satu tuhan dan menyebutnya ‘Yawei’ ketika berada dalam kesulitan). Ch’iang-min mempraktekkan persembahan korban yang dilakukan imam, jabatan yang hanya bisa dijabat oleh pria yang sudah menikah (Im 21:7,13) dan diwariskan turun-temurun. Para imam mengenakan jubah putih bersih dan bersurban khusus. Mezbah dibuat dari batu yang tidak dipotong dengan alat logam (Kel20:25), dan tidak boleh didekati oleh orang asing dan “cacat” (Im21:17-23). Para imam Ch’iang-min menggunakan tali pengikat jubah, dan sebatang tongkat berbentuk seperti ular (kisah Musa di gurun). Setelah berdoa, para imam membakar bagian dalam dan daging korban sembelihan, dan mengambil bagian pundak, dada, kaki dan kulit, sementara dagingnya dibagikan kepada pemberi persembahan. Saat persembahan, mereka mengibarkan 12 bendera di sekitar altar untuk menjaga tradisi bahwa mereka berasal dari satu bapak yang memiliki 12 anak. (Mereka bertradisi sebagai keturunan Abraham dan berleluhur seorang bapak dengan 12 anak). Di antara orang Ch’iang, terdapat tradisi mengoleskan darah pada ambang pintu demi keselamatan dan keamanan rumah, pernikahan ipar, tudung kepala bagi wanita, memberi nama anak pada usia 7 hari hingga menjelang malam ke-40.

    Joshua Shekina

    Shalom

  52. Shalom semuanya,

    saya mau beritahu kepada anda semua, termasuk pemilik situs ini, anda menghapus pesan saya kepada teman-teman lainnya sebelumnya untuk sekedar mengingatkan agar jangan terjebak oleh omongan-omongan si NINOI PALILINGAN alias YAKOV BARUCH atau Eliezer dengan banyak nama samaran.

    Biar anda tahu semua, bahwa foto-foto synagogue di Manado itu dari foto synagogue di Singapura, bukan di Manado. di Manado tidak ada sinagogue, Bohong. Jadi, kalau anda menghapus pesan saya berarti anda mendukung PENIPUAN yang dilakukan oleh Saudara NINOI PALILINGAN….yang memakai nama samaran yahudi dengan gelar Rabbi.

    Ingat saya sudah ingatkan semua saudara-saudara dan teman-teman sekalian….

  53. Saya rasa kita semua perlu cermat juga, dan berhati-hati. Namun sebaiknya kita juga waspada. Itulah fungsi hidup sesama manusia. fungsinya adalah, kita sebagai manusia harus saling mengingatkan agar jangan jadi korban dari suatu oknum atau orang yang tidak bertanggungjawab..

    Thanks

  54. Shalom kepada pemilik situs ini

    dari tadi saya perhatikan, saudara pemilik situs ini malah menghapus pesan-pesan saya kepada teman-teman agar jangan terjebak oleh tipuan si Ninoi Palilingan. Berarti anda ini sudah membantunya ya…

    saya mau ingatkan sekali lagi, kalau anda memang tidak mau menaruh isi pesan saya sebelumnya kepada teman-teman lainnya, sehingga kena TIPU oleh rayuan atau jebakan Si NINOI PALILINGAN alias YAKOV BARUCH atau ELIEZER, maka anda sendiri yang bertanggungjawab kepada teman-teman.
    Saya dapat informasi soal NINOI PALILINGAN dari teman-teman saya (PERSEKUTUAN). Jadi kalau sebentar-bentar anda taruh pesan saya, nanti pesan saya dihapus lagi…Anda plin-plan dan memang mau membantu sininoi palilingan ya.

    Sudah tiga kali saya ingatkan saudara pemilik situs ini ya, biar dulu yang lain kena tipu seperti SI ARMEN dan Kelompok Mesianik di Belanda, BETH YESHUA HAMASHICH…

  55. Shalom kepada pemilik situs ini

    dari tadi saya perhatikan, saudara pemilik situs ini malah menghapus pesan-pesan saya kepada teman-teman agar jangan terjebak oleh tipuan si Ninoi Palilingan. Berarti anda ini sudah membantunya ya…

    saya mau ingatkan sekali lagi, kalau anda memang tidak mau menaruh isi pesan saya sebelumnya kepada teman-teman lainnya, sehingga kena TIPU oleh rayuan atau jebakan Si NINOI PALILINGAN alias YAKOV BARUCH atau ELIEZER, maka anda sendiri yang bertanggungjawab kepada teman-teman.
    Saya dapat informasi soal NINOI PALILINGAN dari teman-teman saya (PERSEKUTUAN). Jadi kalau sebentar-bentar anda taruh pesan saya, nanti pesan saya dihapus lagi…Anda plin-plan dan memang mau membantu sininoi palilingan ya.

    Sudah tiga kali saya ingatkan saudara pemilik situs ini ya, biar dulu yang lain kena tipu seperti SI ARMEN dan Kelompok Mesianik di Belanda, BETH YESHUA HAMASHICH…

    Joshua Shekina

  56. B”H

    Shalom Alechem

    apa Synagogue di Singapore? apa anda mimpi shekina joshua? ayo datang ke Manado, saya antar anda ke Synagogue saya, dan semoga anda sadar atas dusta dan fitnah anda, ingat HASHEM maha kuasa, kalo anda jujur akan diberkati, tapi kalo anda berdusta pasti akan dikutuk, sebab HASHEM sangat membenci segala kebohongan, termasuk didlm LUCHOT HABRIT (10 Perintah) agar JANGAN BERSAKSI DUSTA !!!!!

    Berani terima tantangan saya untuk dtg ke Synagogue?
    silahkan liat http://www.friendster.com/synagogue untuk melihat Synagogue kami disini yg nyata

    Regards

    R.Yaakov Baruch

    Beth HaShem Synagogue
    President

  57. B”H

    Shalom Alechem

    Saya sudah ke tempat group Mesiank di Menado dan bertemu ketuanya Yobby Hattie, katanya dia tidak kenal anda dan mau mengadu domba kami semua yg sejak awal saling menjaga hubungan baik disini, jadi saya yahkin anda hanya pengacau dan pendusta yg iri atau sirik dengan keberadaan SYNAGOGUE kami yg sudah mendunia dan diakui keberadaannya oleh seluruh Jewish Community diseluruh Dunia termasuk di Israel, jadi sebelum para pembaca termakan dengan dusta dan fitnah orang / kaum yg sirik ini, silahkan hubungi saya dan dengan senang hati saya akan antar mengunjungi SYNAGOGUE BETH HASHEM yg ada di Sulawesi Utara, dibagian timur Indonesia

    Hatzlacha

    Regards

    R.Yaakov Baruch

    Moshiach Now!

    ps: Mudah2an nama anda benar2 SHEKINA JOSHUA, kalau bukan berarti anda memang seorang pendusta yg suka menyebar fitnah

  58. Shalom Alaychem

    I dont know what happen with my first comment about your lies shekinah, it was erased or what? but i already said that i knew Yaakov’s Family, her grandmother is my best friend, we came from Dutch Jewish Backround, i already warning you shekinah to stop all your lies in this forum, lot of Jews from Europe, USA include Eretz Yisrael was visit the Synagogue in Manado, Israeli TV and lot of western journalist, so there is a lot of news about Beth HaShem Synagogue news in internet, Yaakov always join in our Jewish Festivals services in Surabaya Synagogue with Rabbi from NY, Europe. Yaakov have honour to hold the Torah Scroll in Shemini Atzeret and Simcha Torah, cause he is Jew and always will be a Jew since his anchestor also a Jew, do you have a problem if our Community accepted him well include Orthodox Rabbi from over the World? so stop to make lies about him shekinah, God is powefull, He will curse every liar and our enemy!

    Warm Regards

    Mrs Miriam Elias

    EL AL Israeli Airlines respresentative in Indonesia
    Member of Indonesian Jewish Community

  59. NB:

    I think you just jellous to Yaakov shekinah, otherwise Messianic is not recoqnise by Jewish religion, is just a confusing group between Christian and Jewish, Jews never make that, Messianic was build by a gentile who want make Jews convert to Christian with fake jewish religion, so you and your “Messianic” friends just jellous for what Yaakov have with his Synagogue and he can accepted by our Community, if you a religious man you will no make lies or tell bad about another people, about the money 200 Jt i knew that, he never receive in cash, cause by that money he can have the Synagogue building, the Company was came from Netherland and build the Synagogue for Jewish Community in Manado, i knew them cause i was met a few of them, and yes they are Jews, so i can guarantee that you a big LIAR. becarefull to this man!!!

  60. Haskalah mengadakan (Pelajaran) Kursus Bahasa Ibrani (Hebrew)

    Shalom Aleikhem

    Haskalah mengadakan (Pelajaran) Kursus Bahasa Ibrani Alkitab dan
    Ibrani Modern (Basic/Dasar).

    Belajar bahasa Ibrani Alkitab dan Modern dari dasar (Basic), yakni mengenal huruf Ibrani, membaca, menulis (mentransliterasi dari huruf aksara Ibrani ke huruf latin) dan mengenal huruf Ibrani dengan baik.

    Bagi saudara – saudari yang berminat dapat menghubungi Saudara Handi:

    Telp: 021 – 71442718

    Aleikhem Shalom

  61. wah kacau kamu shekinah! sy ud liat situsnya si rabi yaakov, menurut sy di jujur koq, si shekina aja nih yg kayaknya penyebar fitnah, saran sy kalo masuk diforum begini harus jujur donk, jangan ngejelekin org lain, apalagi org yg dijelekin itu jujur, bertobatlah kamu shekinah!!!!

  62. B”H

    Shalom Shekinah

    Saya tidak mengerti kenapa anda tidak mau menerima “realita” bahwa Synagogue kami benar2 ada, apa anda sudah datang kesini dan melihat dengan mata kepala anda sendiri bahwa Synagogue itu tidak ada? kalau memang anda mau KEBENARAN silahkan datang kesini atau utus orang yang anda percaya lalu saya akan antar langsung mengunjungi Synagogue kami, ingat Synagogue kami bernama SYNAGOGUE BETH HASHEM yg artinya “RUMAH TUHAN” apa anda mau menyangkal keberadaan RUMAH TUHAN di Manado, Sulawesi Utara? saya yakin TUHAN tidak akan tinggal diam dengan ulah orang2 yg menyangkal keberadaan RUMAH-NYA yg memang benar2 ada!!!! saya tidak mengerti motivasi anda, tapi saya yakin kalau sesorang yg bernama PDT NICO SUMOLANG yg mengaku sebagai RABBI LEVINUS BEN JOSEPH berada dibelakang anda, entah itu anda sendiri atau dikendalikan oleh yg bersangkutan!!!!!! ingat saya sudah konfirmasi ke YOBBI HATTI sebagai pimpinan grup mesianik di manado bahwa dia tidak kenal anda, dan tidak terlibat “fitnahan” anda!!! atau anda termasuk orang2 yg DIMARAHI / DITERIAKI oleh Rabbi2 Orthodox dari NY waktu perayaan SUKKOT di Synagogue Surabaya barusan? ingat anda diteriaki karena memaksa mengajar mesianik di SYNAGOGUE ORTHODOX kan? saya sampai besok harinya krn masih ada kesibukan, lalu saya menonton di video rekaman, bagaimana RABBI2 tersebut marah besar pada kelompok mesianik dari jakarta (shoresh) karena datang secara tidak diundang di acara SUKKKOT komunitas kami !!!

    ps: kalau anda memang gentle dan percaya TUHAN, akui fitnahan2 anda selama ini, sebab anda sendiri tau apa yg anda sampaikan adalah kebohongan! saya sudah melaporkan ini kepada Indonesian Jewish Community dan mereka sangat marah atas ulah anda di forum ini, mereka memback up saya 100% camkan hal itu!!! kalau memang bukti2 foto2 dan situs2 yg saya kasih masih kurang, atau anda ragu silahkan datang sendiri dan lihat dengan biji mata anda sendiri SYNAGOGUE kami dan KUBUR YAHUDI keluarga oma saya, KELUARGA VAN BEUGEN (silahkan anda cari didaftar korban holocaust ada puluhan kerabat dekat oma saya yg meninggal di camp Auschwitz dan Sobibor) apa mereka kurang YAHUDI menurut anda?????

    Yaakov Baruch

  63. B”H

    Shalom Shekinah

    Btw soal foto2 saya di http://www.friendster.com/yaakovbaruch memang ada foto2 perjalanan saya di SYNAGOGUE MAGHAIN ABOTH SINGAPORE, SYNAGOGUE SURABAYA, dan dgn RABBI2 CHABBAD LUBAVITCH dari 770 Eastern Parkway New York, itu semua menjadi BUKTI NYATA bagaimana saya DITERIMA dgn baik diantara komunitas mereka, mereka tentu sangat selektif dalam memilih orang2 yg mengaku YAHUDI !!!! kalau foto2 SYNAGOGUE di http://www.friendster.com/synagogue itu adalah foto2 asli2 dari SYNAGOGUE BETH HASHEM yg ada di Manado Sulwesi Utara, saya rasa anda bisa memebedakan dengan jelas bangunan SYNAGOGUE tersebut dgn SYNAGOGUE SINGAPORE, dan ada foto2 peresmian SYNAGOGUE kami yg ditandatangaini oleh donatur 200 Jt tersebut MR J.P VAN DER STOOP Direktur SIGMO BH. NETHERLANDS, BKN BETH YESHUA AMSTERDAM seperti yg anda fitnah ke saya, jadi jgn mengada2 atau asal ngomong ya kalo masuk dlm forum yg terhormat ini. Toda Rabba

    Shabbat Shalom

    Regards

    YAAKOV BARUCH

    Moshiach Now

  64. B”H

    Shavua Tov

    Kalo anda masih meragukan KEYAHUDIAN keluarga saya, ini ada beberapa data kerabat dekat oma saya SYLVIA VAN BEUGEN yg meninggal di camp Nazi, antara lain om, tante, sepupu2 oma saya yg ada di Belanda, data2 ini sy dapat dari Internet :

    http://shum.huji.ac.il/~dutchjew/genealog/ndbeli/b.htm

    (Data2 Nama2 Keluarga YAHUDI BELANDA yg dibunuh NAZI)

    Family Page
    Eliazar van Beugen to:
    Dina Kanis
    1) Jaantje van Beugen, birth 1 Jan 1883 The Hague, Zuid-Holland, Nederland, died 28 May 1943 Sobibor, Biala Podleska, Polen
    Married 22 Mar 1909 Harlingen, Friesland, Nederland to:
    Gerson Elburg, birth 21 Jun 1887 Utrecht, Utrecht, Nederland, died 28 May 1943 Sobibor, Biala Podleska, Polen, son of Arie Elburg and Hanna de Wilde
    [dini 2.FTW]

    Occupation:Bakker
    Main index A-Z
    Family Page
    Hartog van Beugen, birth 21 Aug 1874 The Hague, died 9 Jul 1943 Sobibor, Polen
    Married 20 Apr 1898 Rotterdam to:
    Roosje Monasch, birth 15 Jan 1870 Gouda
    1) Betje van Beugen, birth 4 Mar 1899 Wildervank
    2) Dina van Beugen, birth 3 Mar 1900 Wildervank, died 9 Nov 1943 Auschwitz , Polen to:
    Andre Moritz Mesritz, birth 4 Aug 1902 Rotterdam, died 6 May 1938 Rotterdam, son of Moritz Mesritz and Elize Berendina Elze
    3) Louis van Beugen, birth 9 Nov 1901 Veendam, died 9 Jul 1943 Sobibor, Polen to:
    Grietje Frank, birth 16 Dec 1904 Sittard, died 9 Jul 1943 Sobibor, Polen
    4) Leonard van Beugen, birth 1 Aug 1905 Veendam, died 17 Aug 1942 Auschwitz , Polen to:
    Sophia Groen, birth 16 Aug 1905 Dordrecht, died 18 Jul 1942 Auschwitz , Polen
    5) Alida Henriette van Beugen
    born after 1905 – details excluded to:
    David del Canho
    born after 1905 – details excluded
    6) Henriette Francina van Beugen
    born after 1905 – details excluded
    7) Elias van Beugen
    born after 1905 – details excluded
    Main index A-Z

  65. Shalom, saya sangat ingin tahu dimana saya bisa belajar Yudaisme, sebab saya ingin mengenal kebudfayaan Yahudi. JIka ada teman-teman yang dapat menolong saya unutk memdalami agma yahudi, oh ya, kalau boleh, belajar tentang kabbalah

    Best Regards

  66. sebelumnya saya minta maaf kepada sdr yakov atrau ninoi palilingan, perlu diketahui saya dapat informasi tersebut dari teman-teman di mesianik yahudi. Saya mengatakan itu berdasarkan informasi dari mereka. mereka sendiri yang mengatakan hal itu.

  67. Shalom

    Nama saya sebenarnya bukan SHEKINA, JOS…(JS), nama saya adalah Iwan Hendra Koesnadi, saya tingggal di Cengkareng. Saya dapat informasi mengenai sdr Ninoi Palilingan alias Ya’akov dari informasi teman-teman mesianik, jadi saya buka nama saya yang sebenarnya. Namun saya minta maaf kalau sdr ninoi atau ya’akov tersinggung.

  68. Assalam alaykum

    saya ingin tahu dimana saya bisa belajar agama Yudaisme dan saya juga ingin tahu bagaimana Convert ke Yudaisme?

    Mohon penjelasan dari teman-teman yang tahu…

    Trims

  69. Yahudi
    Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

    Yahudi ialah sebuah istilah yang sedikit rancu sebab bisa merujuk kepada sebuah agama atau suku bangsa. Jika dilihat berdasarkan agama, istilah ini merujuk kepada umat agama Yahudi, tidak peduli apakah mereka keturunan Yahudi atau tidak.

    Berdasarkan etnisitas, kata ini merujuk kepada keturunan Eber (Kejadian 10:21) atau Yakub, anak Ishak, anak Abraham (Ibrahim) dan Sarah. Etnik Yahudi juga termasuk Yahudi yang tidak memegang kepada agama Yahudi tetapi beridentitas Yahudi dari segi tradisi.

    Agama Yahudi ialah kombinasi antara agama dan suku bangsa. Agama Yahudi dibahas lebih lanjut dalam artikel agama Yahudi; artikel ini hanya membahas dari segi suku bangsa saja. Kepercayaan semata-mata dalam agama Yahudi tidak menjadikan seseorang menjadi Yahudi. Di samping itu, dengan tidak memegang kepada prinsip-prinsip agama Yahudi tidak menjadikan seorang Yahudi kehilangan status Yahudinya. Tetapi, definisi Yahudi undang-undang kerajaan Israel tidak termasuk Yahudi yang memeluk agama yang lain.

    Siapakah orang yang berhak disebut Yahudi?
    Halakha, atau hukum-hukum agama Yahudi, memberikan definisi Yahudi kepada seorang yang:
    beribu Yahudi; atau
    seorang yang memeluk agama Yahudi menurut hukum-hukum Yahudi.
    Definisi ini diwajibkan oleh Talmud, sumber Hukum-Hukum Tak-tertulis yang menerangkan Taurat, kitab suci asal hukum-hukum Yahudi (lima kitab pertama kitab Tanakh/Perjanjian Lama). Menurut Talmud, definisi ini dipegang semenjak pemberian Sepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai kira-kira 3.500 tahun dahulu kepada nabi Musa. Sejarawan Yahudi non-Ortodoks berkeyakinan bahwa definisi ini tidak diikuti sehingga tidak lama berlaku, tetapi ia mengaku bahwa definisi ini digunakan sekurang-kurangnya 2.000 tahun sampai saat ini.

    Pada akhir abad ke-20, dua kumpulan Yahudi (terutama di Amerika Serikat) yang liberal dari segi teologi, Yahudi Reformasi dan Yahudi Rekonstruksi telah membenarkan orang yang tidak memenuhi kriteria tersebut untuk menyebut diri mereka sebagai Yahudi. Mereka tidak lagi mewajibkan orang memeluk agama tersebut demi memenuhi adat istiadat pemelukan tradisional, dan mereka menganggap seseorang sebagai Yahudi jika ibu mereka bukan Yahudi, asalkan berayah Yahudi.

    Dari :
    http://id.wikipedia.org/wiki/Yahudi

  70. Agama Yahudi
    Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

    Inti kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang Maha Esa, pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di Mesir, menurunkan undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih mereka sebagai cahaya kepada manusia sedunia.

    Penganut Yahudi mempercayai Tuhan telah membuat perjanjian dengan Abraham bahwa beliau dan cucu-cicitnya akan diberi rahmat apabila mereka selalu beriman kepada Tuhan. Perjanjian ini kemudian diulangi oleh Ishak dan Yakub. Karena Ishak dan Yakub berasal dari bangsa Yahudi, mereka percaya merekalah bangsa yang terpilih. Penganut Yahudi dipilih untuk melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab khusus, seperti mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan beriman kepada Tuhan. Sebagai balasannya, mereka akan menerima cinta serta perlindungan Tuhan. Tuhan kemudian menganugerahkan mereka Sepuluh Perintah Allah melalui pemimpin mereka, Musa.

    Sinagoga merupakan pusat masyarakat serta keagamaan yang utama dalam agama Yahudi, dan Rabi adalah mereka yang pakar dalam hal-hal keagamaan.

    Hari-hari keagamaan

    Keluarga merupakan hal yang utama dalam agama ini dan penganutnya yang setia akan bersembahyang setiap hari. Hari Sabtu merupakan hari utama yang biasa disebut hari Sabat. Antara Jum’at sore sampai Sabtu sore mereka akan menyalakan lilin dan meminum anggur serta roti yang telah diberkati. Di samping Sabat, hari besar yang lain termasuk Rosh Hashanah (Tahun Baru) dan Yom Kippur (Hari Penerimaan Tobat).

    Kitab dan teks utama
    Kitab Ibrani disebut Tanakh dan terdiri dari 24 buku yang dihimpun dari 3 kumpulan:

    Torah atau Taurat (Pentateuch)
    Nevi’im (Para Nabi)
    Ketubim (Tulisan)
    Selain itu terdapat juga Talmud yang merupakan terjemahan serta komentar mengenai Torah dari para rabi dan cendekiawan undang-undang. Ini termasuk Mishnah dan Halakah (kode undang-undang masyarakat utama penganut agama Yahudi), Gemara, Midrash dan Aggadah (legenda dan kisah-kisah lama).

    Kabballah pula ialah teks lama yang berunsur mistik, dan menceritakan zat-zat Tuhan.

    Adat-adat dan undang-undang penganut Yahudi
    Kebanyakan penganut Yahudi mengikuti peraturan dalam memilih makanan yang tertulis di dalam Taurat yang melarang campuran susu dengan daging. Daging babi juga dilarang dalam agama Yahudi. Makanan yang disediakan harus menuruti undang-undang tersebut, dan daging harus disembelih oleh kaum Rabi, dinamakan kosyer.

    Anak laki-laki juga diharapkan untuk disunat (sewaktu masih bayi) seperti perjanjian nabi Ibrahim dengan Tuhan. Apabila seorang anak laki-laki mencapai kematangan dia akan dirayakan karena menjadi anggota masyarakat Yahudi dalam upacara yang dinamakan Bar Mitzvah. Setelah kematian seseorang, orang-orang Yahudi akan mengadakan satu minggu berkabung di mana mereka membaca Kaddish. Agama dan kemasyarakatan saling berkaitan di dalam masyarakat Yahudi. Misalnya pengambilan riba dianggap berdosa sesama kaum Yahudi, tetapi dibenarkan dengan mereka yang bukan Yahudi.

    dari:
    http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Yahudi

    Best Regards

  71. Shalom to all,

    Saya dapat artikel-artikel tentang yahudi dan agamanya ini dari wikipedia, biar pade gak bingung kalau bicara tentang yahudi secara positif. Saya applause buat mu, saudara-sudari yahudiku…

    I love you all

    Regards

  72. Yahudi, Kristen dan Islam adalah sama-sama agama-agama Ibrahimi (abrahamic religions), karena pokok-pokok ajarannya bernenek moyang kepada ajaran nabi Ibrahim (sekitar abad 18 SM), yaitu agama yang menekankan keselamatan melalui iman, menekankan keterkaitan atau konsekuensi langsung antara iman dan perbuatan nyata manusia.

  73. Hi,

    Saya sangat tertarik tentang agama dan komunitas yahudi di Indonesia, mohon saya ingi tahu dimana alamatnya atau kalau boleh juga emailnya, karena saya lagi mau memperdalam agama yahudi.

    Best Regards

  74. The Jews of Surabaya

    by Jessica Champagne and Teuku Cut Mahmud Aziz

    It’s hard to convince most Indonesians that Jews don’t run the world,
    or at least the banks and US foreign policy. It’s even harder to
    convince them that there’s a longstanding community of Jews in
    Indonesia itself. In the early twentieth century, there were at least
    a thousand Jews, scattered to Padang, Semarang, Medan, Malang,
    Bandung, Batavia, Jogjakarta, and perhaps other cities. Now, while
    expats and others may gather in Jakarta and other major cities, the
    only synagogue and the largest community are in Surabaya.

    This lone synagogue is easy to miss. The former residence of a Dutch
    doctor during the colonial period, the exterior is plain white, with
    a small section
    of wooden carving hidden by tree branches. The inside is immediately
    recognizable as an Orthodox, Sephardi synagogue. Men and women are
    separated
    as Orthodox Jewish law dictates, and the pulpit faces the ark for the
    Torah together with the congregation in accordance with the tradition
    of Sephardi Jews, those from Spain, Africa, and the Middle East. The
    simple, wooden ark is empty now; the old Torah scrolls belong to a
    larger congregation in Singapore. There is a ragtag collection of
    books locked away in the pulpit cabinet and the ark-frayed history
    Jewish history books in Dutch, World War II-issue GI prayer books,
    shinier new prayer books from a New York institution dedicated to
    preserving Sephardi tradition.

    There is little documentation of the past-at least one old book of
    names and records has been thrown out, seen as bulky and unnecessary.
    Stories, though, are passed down through the generations; the few
    children readily describe their grandparents’ childhoods. Leah Zahavi
    and Isaac Solomon , each of whom has held various official positions
    in the synagogue, are among those who keep their community alive, and
    are eager to share their memories and passed-down stories. Leah,
    whose features reflect her Iraqi origins, lives in a house adjoining
    the synagogue and serves as a caretaker and occasionally as a guide.

    In telling community history, Leah often lapses back into Biblical
    tales of Ham, Shem, and Japeth or Sarah and Abraham, exploring the
    ancient root of the tensions between Jews and Muslims or of Jews as
    wanderers. Her stories of Indonesia, though, begin in the early 20th
    century, by which point some Jews(mostly Sephardi) had come to
    Surabaya as traders. Before living in Indonesia, many had lived in
    other parts of Asia, such as India, Malaysia, Singapore, Hong Kong.
    As Leah says, they settled wherever they could find a living and a
    respite from war and persecution. When one person found a suitable
    place, they spread the word. Often, the men went first, and sent for
    their wives and children after they’d established themselves. As in
    other Dutch colonies, some (again, mostly Sephardi) Jews came as part
    of the colonial presence. Some reports suggest that the community was
    increased by World War II refugees. Gravestones in a small, overgrown
    Jewish cemetery plot bear names from around Europe and Asia, as well
    as generically Jewish names – Sassoon, Kattan, Moses, Reuben, Mussry.

    The Surabaya Jews worked largely in trade. Over the decades,
    community members imported and/or repaired watches, refrigerators,
    electronics, fruits, diamonds, and more. Their hope that Surabaya
    would be a safe and profitable home was fulfilled for several
    decades. Then the Japanese invaded, and put the Europeans into
    internment camps. It is rumored that the Jews were not counted as
    enemies until Gestapo officers arrived and demanded that the Jews be
    put into camps and kept separate from the other prisoners. Rumors
    still circulate that the Indonesian Jews would have been put to death
    by the Axis powers if the war had continued only a few days longer.
    As it was, they worked as forced labor on the railroads and were
    treated brutally. Old men bear physical reminders of their time in
    the camps, broken noses and missing teeth.

    The Jews were liberated when Japan was defeated, but many had lost
    their homes and possessions. Some left Indonesia, but many dug back
    in. By the 1950s, the community was thriving again. Community members
    now speak of the 1950s as the peak of the Jewish community in
    Surabaya. They say that thousands of Jews lived in Surabaya, that
    they dominated the center of town in the way that Chinese are said to
    today. The community had acquired the current synagogue, its second,
    and set up a badminton court behind it. The community youth played
    sports, studied religion and language, and celebrated holiday and
    life cycle celebrations with each other and their families. Even
    those who couldn’t attend these celebrations would send carloads of
    food, contributing to lavish feasts.

    As the 1960s began, Indonesia was again becoming a risky place to set
    up shop. Jews felt vulnerable to the anti-Dutch feeling that marked
    the 1962 attempt to reclaim West Irian from the Dutch. They worried
    about currency instability, Sukarno’s economic policies, and their
    physical safety. The mid-1960s, with the coup against Sukarno and
    widespread “anti-Communist” violence, increased many Jews’ fear for
    their livelihoods and even for their lives. The Dutch passports held
    by many of the Indonesian Jews, along with changes in immigration
    policies, made it easier for them to enter other countries. Many
    Indonesian Jews decamped to Singapore, Malaysia, Australia, the
    Netherlands, the United States, and the new state of Israel.

    It was during this turbulent period that Leah Zahavi came to
    Indonesia. Abraham Zahavi left for Israel in the 1960s with his
    mother and brothers, driven by his mother’s wish for him to find a
    nice Jewish bride. Soon after he succeeded in that mission, he
    returned to Surabaya without his mother and brothers, but with his
    new Bombay-born wife, Leah, and a baby daughter, Chaya. By the time
    Leah and Chaya arrived in Surabaya, in 1969, the vibrant community
    with regular celebrations and gatherings was only a memory.

    The Zahavi family has grown since then, with Chaya marrying an
    Indonesian Muslim and giving birth to two children (now ages 12 and
    15). The community, however, has shrunk further with death and
    emigration. Now, there are only a handful of Jewish households in
    Surabaya, a total of about 20 people.

    Still, the Zahavi family remains firmly rooted in Surabaya. While
    Leah speaks of going home to Israel where she can eventually be
    buried and mourned by a full minyan, Chaya and her children speak of
    Indonesia as their home. “I love Indonesia very much,” Chaya says. “I
    grew up here, I went to school here, I eat Indonesian food, my
    friends are here. I am an Indonesian, and my heart is an Indonesian
    heart. The father of my children is an Indonesian.”

    Many members of the older generation still hold Dutch passports
    gained at independence, ready to flee or chase a better dream abroad.
    In exchange for the international flexibility of a foreign passport,
    they accept limitations on their economic and civic rights in the
    country where they have always lived. These people speak many
    languages, vestiges of each land they have occupied. Leah readily
    holds conversations in Hebrew, Indonesian, English, Dutch, and Farsi,
    and has some skill in Javanese and Madurese. Chaya’s children,
    however, are Indonesian citizens. While, like others in their cohort,
    they may dream of studying abroad or visiting family around the
    world, they will do so under Indonesian passports. The family still
    preserves the children’s Judaism. Parents and grandparents teach them
    songs, prayers, family stories, and a little Hebrew.

    These children’s existence flouts the Indonesian state’s static,
    divided concept of religion, in which each person has a single, clear
    religion stamped on their national ID card and inter-religious
    marriage is forbidden. While the children have their mother and
    grandmother’s Iraqi features, their skin is an Indonesian brown.
    Chaya seems conflicted about her children’s religious future, first
    saying they will be allowed to choose and then saying that she can’t
    imagine taking them away from their father. “Who will pray for him
    when he dies?” she asks. “What would it be if his children prayed for
    him, a Muslim, in the Jewish way?” For now, the children attend
    Catholic school, learning the stories of the Old and New Testament,
    and the boy follows his father to the mosque for Friday prayers.
    Their ID cards say “Islam,” since Judaism is not among the five
    official options. Chaya’s older child herself says “I choose Jewish
    because I am Jewish.”

    Leah and Chaya constantly find ways to fit themselves into an
    unexpected niche, building a life that is both Jewish and Indonesian.
    Leah sells what she calls Jewish food, but markets as Arab food. None
    of it would be recognized as Jewish in the western lands of bagels
    and lox. Now that there are too few children to make a Hebrew school,
    Leah teaches Hebrew periodically to interested Christians. She
    studies the Bible with Christian friends, Arabic with a Muslim, and
    is expert at explaining the similarities between Judaism and Islam.

    As Leah navigates her life in Surabaya, she also navigates the
    Indonesian language. While bahasa Indonesia has words for “Jew”
    (yahudi) and Hebrew (Ibrani), the wealth of words necessary to
    describe Jewish life and observance are missing. The Indonesian words
    Leah uses to describe her community are largely lifted from a Muslim
    Indonesian vocabulary, such as iman (faith) and ummat (the religious
    community), although the word she uses for the building under her
    care is gereja (church).

    That building is threatened both by the decline in the community’s
    numbers and by what many Indonesian Jews feel is a recent rise in
    anti-Semitism. Every person interviewed for this article expressed
    concern about any additional attention being drawn to their community
    or to themselves. They said the situation was riskier now than it was
    a decade ago, and declined to talk on the record about past
    cruelties. They told happy stories about their Muslim and Christian
    friends and neighbors, and shared few personal anecdotes of anti-
    Semitism. Still, there was a fear that with the post-New Order
    decline of law and order and the rise of militant Islam, their
    situation could change rapidly. They do not hide their Judaism from
    friends and neighbors, but often pass as Arab in casual interactions
    or when things get tense.

    Chaya told of a televised speech by political leader Amien Rais in
    which he said that stingy Jews were living right here, among
    Indonesians, in Surabaya. Chaya called an elderly aunt and said “hey,
    he’s talking about us!” The aunt retorted indignantly, “but we’re not
    stingy!” Chaya laughs about the story, but says “we have to be
    careful–it’s like pouring gasoline on the fire.” Each person
    interviewed repeatedly said they did not want to talk about politics,
    particularly Israel.

    This fear mingles with a faith that is constantly reflected in Leah
    and Chaya’s constant allusions to Go and fate. They speak of the
    wheel of life, of how things go up and down in their own time. When
    asked whether her grandchildren will have a synagogue to pray in when
    they reach adulthood, Leah says, “the one who knows the future is
    Go.” Chaya at one point gestured toward a plant in the yard, a
    clipping from Israel that has grown to full size. “Whatever my mother
    plants, it grows,” she says. “Her hands are blessed. And the soil
    here is very good-whatever you throw will grow. You even put a stick
    in the ground and it will be a tree. That’s why the Jews before us
    called it Paradise.”

  75. Hi, saya mau tanya dimana saya bisa bertemu dengan orang -orang yahudi di indonesia ini, yang merupakan bangsa pilihan..
    sepertinya, saya pernah mengecek kalau didalam darah saya mengalir darah yahudi dari pihak kakek saya yang sudah lama….

  76. Ups sebelum anda kaget melihat judul tulisan diatas, saya pun sudah terlebih dahulu ketar ketir. Lha ini saya berada di Australia, negeri dengan garis besar haluan negara yang jelas. Tulisan ini muncul di baris paling atas Internet Explorer berlatar belakang biru dengan tulisan putih. Tadinya Internet Explorer biasa-biasa saja, namun ketika saya mulai memasuki situs Indonesia (mungkin malahan thumb drive) saya, tiba-tiba muncul saja tulisan itu.
    Kalau diamati memang tidak nyambung antara Yahudi- Amerika disuatu pihak dengan membantai Axe gank dan anteknya dan diakhiri dengan slogan SFX harus menang.

    Seumur-umur saya belum pernah berurusan dengan Yahudi kecuali nama seorang biro keuangan di kampus kami dulu, dan yang kedua dirigen musik klasik kondang. Kedua-duanya membekas manis dalam sanubari saya.

    Saya tidak paham cara menghilangkan tulisan yang mengganggu tersebut. Kalau anda memiliki rumus ampuh tolong saya dibantu. Tapi mohon jangan menganjurkan saya pindah ke Firefox, Mozilla, Opera, ataupun Safari. Sudah berganti ke sana-sini, nyatanya untuk beberapa hal (kecuali security), saya tetap mahzab militan IE.

    http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=4766

  77. Salam teman-teman

    Saya yang bernama Iwan H Kusnadi, yang memakai nama samaran SHEKINA,JOSHUA mengaku khilaf dan bersalah memposting pesan-pesan yang tidak berkenan terhadap saudara yakov dengan tidak benar. Saya melakukan itu karena mendengar sekelompok orang yang menjelek-jelekan saudara yakov dengan mengatakan yang tidak-tidak, kiranya teman-teman sekalian harap maklum atas apa yang saya perbuat. Saya telah megirim email ke saudara yakov dan memohon maaf, dan meminta maaf atas kekhilafan sata setelah mendengar dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan mengatakn yang tidak benar. Saya berharap postingan-postingan saya yang tidak benar thd sdr yakov, jika bung atau ses yang punya situs ini mau menghapuskan, karena saya telah meminta maaf dan sdr yakov merasa lebih baik jika dihapus pesan-pesan saya yang telah diposting itu demi persahabatan saya dengan sdr yakov setelah kami mengirim email hari ini.
    sekali lagi saya minta maaf kepada teman-teman dan terutama sdr yakov palilingan…

    wasalam

  78. Salam teman-teman

    Saya yang bernama Iwan H Kusnadi, yang memakai nama samaran SHEKINA,JOSHUA mengaku khilaf dan bersalah memposting pesan-pesan yang tidak berkenan terhadap saudara yakov dengan tidak benar. Saya melakukan itu karena mendengar sekelompok orang yang menjelek-jelekan saudara yakov dengan mengatakan yang tidak-tidak, kiranya teman-teman sekalian harap maklum atas apa yang saya perbuat. Saya telah megirim email ke saudara yakov dan memohon maaf, dan meminta maaf atas kekhilafan sata setelah mendengar dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan mengatakn yang tidak benar. Saya berharap postingan-postingan saya yang tidak benar thd sdr yakov, jika bung atau ses yang punya situs ini mau menghapuskan, karena saya telah meminta maaf dan sdr yakov merasa lebih baik jika dihapus pesan-pesan saya yang telah diposting itu demi persahabatan saya dengan sdr yakov setelah kami mengirim email hari ini.
    sekali lagi saya minta maaf kepada teman-teman dan terutama sdr yakov palilingan…

    wasalam

  79. Dear pembaca,

    Saya terkejut ketika iseng-iseng browsing dan menemukan kok nama saya disebut-sebut ikut kena tipu. Astaga!

    Pembaca yang terhormat, saya mengenal Joshua Shekina dan saya juga mengenal Yaakov Baruch yang adalah teman baik saya.

    Saya menyayangkan penyebaran informasi yang menyesatkan yang dilakukan oleh saudara Joshua, Yeshua, Yahshua, atau terserah kamu mau pakai nama apa. Kamu meneriaki Yaakov mempunyai banyak nama gadungan, mengapa kamu sendiri malu memakai nama aslimu, King Fot ? Adalah umum bagi orang Yahudi untuk mempunyai nama sekuler (i.e. Ninoi Palilingan) dan nama Ibrani (i.e. Yaakov Baruch). Apakah kamu tidak tahu hal itu ?

    Kamu bilang saya kena tipu, apakah kamu pikir daya intelektual saya sedemikian rendah ? Judaism adalah agama berdasarkan intelektual bukan emosional. Jadi ketika saya membuat pilihan, hal itu didasarkan atas analisis intelektual saya dan bukan oleh keadaan emosional yang satu saat bisa berubah. Lagipula, Judaism tidak pernah meminta orang untuk masuk ke dalamnya. Justru anda akan diarahkan untuk menjadi orang yang saleh sesuai asal-muasal bangsamu, i.e. orang Batak supaya menjadi Batak yang saleh, orang Jawa menjadi Jawa yang saleh, orang Cina menjadi Cina yang saleh. Semua bangsa dapat menuju kepada Tuhan karena kesalehannya, bukan karena menjadi Yahudi atau bukan.

    Inilah bentuk kesalehan untuk semua bangsa, apabila ia menjalankan ketujuh hal berikut:
    1. Percaya/beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
    2. Hormati dan sembahlah Tuhan (i.e. jangan menghujat nama Tuhan)
    3. Hormati hidup manusia (i.e. jangan membunuh)
    4. Hormati milik/kepunyaan sesama manusia (i.e jangan mencuri)
    5. Hormati ikatan pernikahan (i.e. jangan berzinah)
    6. Hormati makhluk hidup lainnya (i.e. jangan menyakiti hewan untuk kesenangan)
    7. Dirikan dan junjunglah azas-azas keadilan

    Pembaca yang terhormat, saya mengetahui dengan baik bahwa Yaakov Baruch adalah salah satu Jewish representative di Indonesia. Apabila ada di antara pembaca yang ingin bertanya lebih jauh tentang Judaism, silakan hubungi beliau.

    Kepada King Fot, mohon kamu menjaga sikap dan perkataanmu. Jangan jadikan media internet sebagai media super bebas untuk melakukan cara-cara kamu. Saya kenal kamu dan saya kenal baik cara-cara kamu. Pada akhirnya, bukankah setiap manusia harus bertanggung-jawab atas setiap perkataan dan tindakannya ?

    Demikian penjelasan dari saya. Semoga dapat meluruskan kembali informasi-informasi yang keliru. B’ezrat Hashem. May God help us.

    Dengan hormat,

    Armen Rizal

    Note: Ini adalah comment saya yang pertama sekaligus yang terakhir. Saya tidak akan menanggapi komentar-komentar lintas agama.

  80. Shalom aleykhem

    Hallo semua,

    Saya ingin menambahkan jawaban untuk Bpk. Ringo tentang apakah batak salah satu suku Israel yang hilang.
    Menurut saya ada kemungkinan besar memang demikian, secara
    tidak sengaja saya menemukan suku di eropa yakni di bulgaria yang menamakan diri mereka suku batak. anehnya mereka juga tinggal di
    daerah perbukitan tinggi dan mengadopsi kekristenan, seperti layaknya batak yg di indonesia & phillipina. Perlu diingat bahwa hanya di daerah batak yang mempunyai kemenyan & barus selain dari israel. ada kmungkinan besar kata “Batak” berasal dari kata
    “Gatak” atau “Gatach” yang berarti orang Gat. yaitu salah satu suku israel yang terhilang.. ditambah lagi banyak kesamaan tradisi batak dengan tradisi ibrani tua. hanya saja kemungkinan tradisi batak yang merantau ke asia tenggara ini sudah berasimilasi dengan dengan budaya2 yg dalam jalur perjalanan panjang yang selama ribuan Tahun ke perantauan mereka ke daerah2 asia tenggara.
    saya juga sedang mengontak orang2 yang mengaku suku batak yang berada di bulgaria tersebut.. untuk mengetahui apa masih ada
    kesamaan umum dari kultur, bahasa, tradisi atau apapun yang bisa mengaikatan asal usul kedua batak tersebut.

  81. Shalom aleykhem

    Hallo semua,

    Saya ingin menambahkan jawaban untuk Bpk. Ringo tentang apakah batak salah satu suku Israel yang hilang.
    Menurut saya ada kemungkinan besar memang demikian, secara
    tidak sengaja saya menemukan suku di eropa yakni di bulgaria yang menamakan diri mereka suku batak. anehnya mereka juga tinggal di
    daerah perbukitan tinggi dan mengadopsi kekristenan, seperti layaknya batak yg di indonesia & phillipina. Perlu diingat bahwa hanya di daerah batak yang mempunyai kemenyan & barus selain dari israel. ada kmungkinan besar kata “Batak” berasal dari kata
    “Gatak” atau “Gatach” yang berarti orang Gat. yaitu salah satu suku israel yang terhilang.. ditambah lagi banyak kesamaan tradisi batak dengan tradisi ibrani tua. hanya saja kemungkinan tradisi batak yang merantau ke asia tenggara ini sudah berasimilasi dengan dengan budaya2 yg dalam jalur perjalanan panjang yang selama ribuan Tahun ke perantauan mereka ke daerah2 asia tenggara.
    saya juga sedang mengontak orang2 yang mengaku suku batak yang berada di bulgaria tersebut.. untuk mengetahui apa masih ada
    kesamaan umum dari kultur, bahasa, tradisi atau apapun yang bisa mengaikatan asal usul kedua batak tersebut.

  82. Shalom semuanya,
    Gembira sekali mengetahui kalau di Indonesia ada komunitas Yahudi dan sinagoga dan ada orang-orang Indonesia yang punya garis keturunan Yahudi dan yang tertarik pada agama Yahudi. Sejak beberapa tahun lalu saya tertarik pada agama Yahudi. Saya terlahir dalam agama Kristen, sempat aktif dalam kekristenan. Tapi ada satu hal yang benar-benar membuka mata saya, bahwa satu ayat di Alkitab mengatakan bahwa Yesus datang bukan untuk membatalkan hukun Taurat tapi menggenapinya (to fulfill = melakukan) dan memang dia hidup dengan tradisi Yahudi dan dia memang orang Yahudi biasa. Berawal dari itu, saya ingin lebih mengetahui akan agama Yahudi dan saat sekarang ini saya sudah contact dengan seorang Rabbi dari cabang Conservative (Masorti) dekat tempat saya tinggal (Europe) untuk memulai proses conversion (pindah agama) karena saya sudah yakin bulat untuk masuk agama Yahudi, tapi belum ada jawaban.
    Dahulu saya pikir bahwa agama Yahudi itu khusus diperuntukkan untuk bangsa Israel. Tapi setelah banyak mengumpulkan informasi, ternyata ada juga yang dari bangsa lain yang latar belakangnya agama lain itu memeluk agama Yahudi. Makin bulatlah tekad saya. Mungkin Rabbi Yakoov bisa memberi masukan bagi seorang goyim seperti saya ini untuk bisa memberi anjuran bagaimana untuk memulai semuanya ini karena saya benar-benar buta akan agama Yahudi. Apakah begitu sulitnya masuk agama Yahudi? Saya bukan utusan misionaris berkedok ingin masuk Yahudi atau utusan dari Messianic Jews atau Jews for Jesus. Saya benar-benar ingin mengenal agama ini.

  83. salam Armen Rizal

    saya minta maaf sebelumnya, kalau saya telah memposting tidak benar. saya sudah kirim email ke yakov palilingan untuk minta maaf sebelumnya, dan masalah kami sudah selesai. untuk Armen, saya juga minta maaf kalau sudah membuat anda tidak mengenakkan hati anda.

    terimakasih

  84. Kabbalah atau Qibil dalam bahasa Ibrani awalnya adalah istilah yang netral, yang secara harfiah memiliki arti sebagai ‘lisan’. Namun belakangan, ketika kaum Yahudi menggunakan istilah ini untuk menyembunyikan dan memelihara kepercayaan mistis-esoteris kelompok mereka, maka istilah ini menjadi sangat politis.

    Encarta Encyclopedia (2005) menuliskan bahwa istilah Kabbalah berasal dari bahasa Ibrani yang memiliki pengertian luas sebagai ilmu kebatinan Yahudi atau Judaism dalam bentuk dan rupa yang amat beragam dan hanya dimengerti oleh sedikit orang.

    Kabbalah ini mempelajari arti tersembunyi dari Taurat dan naskah-naskah kuno Judaisme. Walau demikian, diyakini bahwa Kabbalah sesungguhnya memiliki akar yang lebih panjang dan merujuk pada ilmu-ilmu sihir kuno di zaman Fir’aun yang biasa dikerjakan dan menjadi alat kekuasaan para pendeta tinggi di sekitar Fir’aun.

    Kabbalah ini sarat dengan berbagai filsafat esoteris dan ritual penyembahan serta pemujaan berhala, bahkan penyembahan iblis, yang telah ada jauh sebelum Taurat-Musa dan telah menyebar luas bersama Judaisme, yang seluruhnya berurat-berakar pada praktek-praktek kebatinan serta penyembahan dewa-dewi di zaman Mesir Kuno.

    Hal tersebut diutarakan pakar sejarah Yahudi Fabre d’Olivet. “Kabbalah merupakan suatu tradisi yang dipelajari oleh sebagian pemimpin Bani Israil di Mesir Kuno, dan diteruskan sebagai tradisi dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, ” jelas d’Olivet. Banyak kalangan percaya, Kabbalah adalah induk dari segala induk ilmu sihir yang ada di dunia hingga hari ini.

    Dianutnya Kabbalah oleh orang-orang Yahudi mengundang tanda tanya besar pada diri seorang Harun Yahya. “Ini sungguh aneh. Jika kita memandang Yahudi sebagai sebuah agama monoteistik, yang diawali dengan turunnya Taurat kepada Nabi Musa a. S. Tapi kenyataannya, di dalam agama ini ada sebentuk sistem yang disebut Kabbalah, yang mengadopsi praktik-praktik dasar sihir yang sebenarnya bertentangan dengan Taurat. Hal ini memperkuat apa yang telah disebutkan sebelumnya, dan menunjukkan bahwa Kabbalah sebenarnya merupakan elemen jahat dari luar yang menyusup ke dalam Yudaisme. ”

    Merunut akar Kabbalah bukanlah hal yang mudah dilakukan. Para sejarawan Barat menyepakati bahwa Kabbalah merupakan kepercayaan inti dari kelompok mistis tertua dunia yang dikenal dengan sebutan Broterhood of the Snake (Kelompok Persaudaraan Ular). Rezim Raja Namrudz di Babilonia dan Firaun di Mesir merupakan tonggak-tonggak awal yang amat penting bagi perjalanan kepercayaan ini.

    Di masa-masa pra dan awal Perang Salib, sekitar abad ke-11 Masehi, Kabbalah mulai menampakkan diri di daerah Perancis Selatan. Peneliti Kabalah Barat, Olivia Prince dan Lynn Picknet, yang kemudian menulis The Templar Revelation, menyatakan bahwa pembawa ajaran ini salah satunya adalah kedatangan sepasukan ksatria Yohanit dari Calabria, Belgia, ke sebuah wilayah yang dikuasai Mathilda de Tuscany dan Godfroi de Boullion.

    Ksatria-ksatria Yohanit ini tidak lama tinggal di Perancis. Mereka pergi dan meninggalkan Peter si Pertapa (Peter The Hermit) yang kemudian menjadi “murabbi” bagi Godfroi de Bouillon. Peter ini kemudian menyusup ke Vatikan dan menjadi provokator bagi Paus Urbanus II yang kemudian mengobarkan perang salib guna merebut Yerusalem dari kekuasaan umat Islam.

    Dalam serangan Tentara Salib pertama di tahun 1099, baik Peter maupun Godfroi menjadi panglima bagi pasukannya masing-masing. Di hari kejatuhan Yerusalem, Godfroi mendirikan Ordo Biarawan Sion dan 20 tahun kemudian membentuk ordo militer Knights Templar, yang kemudian pada 1307 di Skotlandia mengganti namanya menjadi Freemasonry.

    Terusir Dari Yerusalem

    Tahun 1188 Salahuddin Al-Ayyubi berhasil membebaskan Yerusalem dan mengusir pasukan Salib dari seluruh wilayah Palestina. Semua tentara Salib kembali ke Eropa. Walau tidak ada catatan tertulis, sebagian besar Ksatria Templar dan Ordo Sion diyakini sejumlah peneliti-antara lain Picknett dan Prince—memilih Perancis Selatan sebagai rumah baru mereka.

    Seperti yang telah disinggung di atas, di wilayah ini telah berdiri banyak gereja yang didedikasikan kepada Santo Yohanes dan Maria Magdalena. Gereja-gereja ini tidak menginduk kepada Vatikan, tetapi memiliki kultur dan keyakinannya sendiri yang secara mendasar bertentangan dengan Tahta Suci Vatikan. Mereka juga dikenal sebagai Kaum Yohanit.

    Salah satu keyakinan kaum Yohanit adalah gereja warisan Yesus itu sendiri. Vatikan meyakini bahwa Yesus mewariskan gerejanya kepada Santo Petrus yang kemudian menjadikan Tahta Suci Vatikan—sebuah pusat kerajaan Roma Paganistis—sebagai pusat religi bagi umat Kristen dunia.

    Namun klaim Vatikan ini ditolak oleh kaum Yohanit yang meyakini Yesus tidak mewariskan gerejanya kepada Santo Petrus, melainkan kepada Maria Magdalena, seorang perempuan yang setia mengikuti Yesus hingga diperisterinya dalam satu pesta perkawinan di Qana, sebuah wilayah yang kini masuk dalam wilayah Lebanon.

    Kaum Yohanit juga tidak menganggap Yesus sebagai Tuhan, melainkan Rasul biasa yang hanya meneruskan ajaran Tuhan yang tidak tampak. Dan di akhir zaman, Sang Messiah (The Christ) yang akan turun ke bumi bukanlah Yesus, melainkan Yohannes The Christ. Ini menurut keyakinan kaum Yohanit asli.

    Hanya saja, kaum yang semula Unitarian ini menjadi tercampur-aduk dengan ajaran paganis-mistis Kabbalah. Sesungguhnya ini suatu perpaduan yang aneh. Namun benar-benar terjadi. Harun Yahya dan pengkaji masalah Kabbalah meyakini, awal pembelokkan ajaran Unitarian menjadi Kabbalis terjadi ketika Samiri—salah seorang tokoh Broterhood of the Snake—menipu Bani Israil ketika mereka ditinggalkan Musa saat Musa pergi ke Bukit Thursina.

    Samiri membuat sebuah patung sapi betina yang dibuat sedemikian rupa sehingga bisa mengeluarkan suara ketika angin bertiup mengenainya. Patung sapi itu pun disembah Bani Israil dan mengacuhkan Nabi Musa a. S.

    Bermillenium tahun berjalan, ajaran Kabbalah berkembang dan merasuk ke dalam Yudaisme dan juga Taurat. Para pendeta Kabbalis bahkan membuat ayat-ayat palsu yang membuat Talmud—sebuah kitab yang awalnya sebagai penafsir Taurat dianggap lebih suci ketimbang Taurat.

    Dan sebagian besar kaum Yahudi pun menjadi kaum yang mendewakan Talmud. Mereka menjadi kaum yang begitu gandrung dengan Kabbalah dan merasa menjadi bangsa terpilih dengan adanya Kabbalah yang diwariskan secara turun-temurun dengan lisan. Dan ketika mereka berkumpul di Perancis Selatan di abad ke-12 inilah, ajaran Kabbalah dibukukan. Ini terjadi di Aix en Provence.

    Rennes Le Chateau

    Salah satu desa terpenting di Perancis Selatan yang memiliki banyak petilasan Kabbalah bernama Rennes le Chateau. Nama Pastor Berenger Sauniere tidak bisa dipisahkan dari nama Rennes le Chateau ini.

    Tidak terlalu sulit jika suatu waktu Anda ingin berkunjung ke desa ini. Sejak histeria novel The Da Vinci Code, di Paris dan juga di beberapa negara Eropa dan juga Amerika, sejumlah biro perjalanan wisata telah memasukkan nama desa ini menjadi satu tujuan wisata unggulan. Tak heran jika desa ini yang sebelumnya sepi, kini menjadi sebuah desa yang begitu ramai dipenuhi turis.

    Jika Anda ingin bepergian sendiri, maka terbanglah ke Bandara Charles de Gaulle di Paris. Dari The City of The Light Paris, tataplah matahari yang bersinar pada siang hari bolong. Ambillah jalan lurus ke selatan, menyusuri garis bujur, melewati Burgundy, Saint Philibert de Tournus, Sungai Rheine, Vienne dan katedralnya di mana pada tahun 1312 di tempat itu berawal gerakan penumpasan terhadap Ksatria Templar, lewat Carcassonne, terus berjalan ke selatan hingga Limoux dan Lembah Aude.

    Di lembah ini Anda akan menjumpai Kastil Kathari yang terkenal dalam peristiwa Perang Salib Albigensian (Pembantaian yang dilakukan pasukan Paus terhadap orang-orang Kristen Kathar di Albi), lalu menyusuri jalan yang diapit pegunungan Pyrennes, dan tibalah di sebuah dataran tinggi, maka sampailah Anda di Rennes Le Château.

    Perjalanan dari Paris ke desa ini bagaikan sebuah perjalanan sejarah, napak tilas dari sejarah Eropa di abad pertengahan. Semua kisah dan misteri berawal dari desa ini, namun entah mengapa, Dan Brown sama sekali tidak menyinggung nama desa ini secuil pun dalam novel The Da Vinci Code. (Rizki Ridyasmara, bersambung)

    http://www.eramuslim.com/berita/lpk/46013a99.htm

  85. Sepuluh Suku Israel Yang Hilang

    Pada tahun 721 SM Samaria, ibukota Kerajaan Israel (Israel Utara),
    jatuh karena serangan pasukan Asyur (Assyria). Akhjirnya Sepuluh
    suku Israel dibuang ke Asyur, dan terjadi diaspora (penyebaran) suku- suku Israel ke berbagai penjuru. Bangsa -bangsa kuat saling beradu memperebutkan kawasan Timur Tengah. Kejayaan bangsa Asyur diganti oleh bangsa Babel (Babylonia), tahun 603SM. Di masa kejayaan Babel, Kerajaan Selatan Yehuda jatuh, Jerusalem dihancurkan (587SM), dan
    berlangsunglah masa pembuangan di Babel. Kerajaan Persia (538-332SM)
    merebut hegemoni Babel. Sebagian suku Jehuda dan Benyamin, kembali
    ke Judea. Namun sepuluh suku Israel lain, tidak pernah kembali
    sebagaimana dua suku itu.

    Beberapa raja Persia tersebut dalam Alkitab, yaitu Cyrius (Koresy,
    Yes45:1); Xerxes (Ahasyweros, Est1:1); Artexerxes (Artahsasta,
    Neh2:1) dan Darius (Dan6:1). Kejayaan Persia selama 3 abad di
    seluruh kawasan Timur Tengah, Timur Dekat, dan seputar Mediterania
    bagian timur melahirkan bahasa Aram sebagai `lingua franca’ dan
    memudahkan migrasi. Masa Persia berakhir ketika Aleksander Agung,
    dalam waktu relatif singkat menguasai kawasan Makedonia hingga
    India. Kawasan kekuasaan dinasti-dinasti Yunani (332-167SM) yang
    lebih luas dari Persia, semakin memudahkan migrasi. Suku-suku Israel
    meninggalkan Asyur, menuju ke timur, setelah itu tidak ada lagi
    berita, sehingga mereka dijuluki sebagai “Sepuluh Suku Israel Yang
    Hilang” (The Ten Lost Tribes of Israel). sehingga bahasa Yunani
    menjadi `lingua franca’.

    Khazar, Chazar (Rusia)

    Kawasan yang dihuni orang-orang Khazar terletak di antara Laut Hitam
    dan Laut Kaspia, diapit Ukraina dan Kazakhstan. Bangsa Khazar
    berasal dari suku kuno Turki -Mongol (Hun, atau Hsiungnu) yang
    beralih memeluk Judaisme dan berhasil membentuk Khazaria, kerajaan
    kuat di masa Abad-7 M hingga Abad-10 M. Orang-orang Yahudi Ashkenazi
    (Eropa Timur) adalah keturunan orang Khazar. Keberadaan dan kemajuan
    orang-orang Khazar mengindikasikan akulturasi Yahudi Diaspora (yang
    melek huruf dan berteknologi) dengan suku Turki-Mongol yang buta
    huruf dan bergaya-hidup nomad.

    Pathans/Pasthun (Afghanistan-Pakistan)

    Pathans menganggap diri mereka sebagai anak-anak Israel, meskipun
    mereka beragama Islam. Bangsa Pathans memiliki kemiripan dengan
    kebiasaan Israel kuno. Bangsa Pathans kini tinggal di perbatasan
    Afghanistan-Pakistan. Mereka disebut Afghans atau Pishtus menurut
    bahasanya. Di Afghanistan, jumlah mereka sekitar enam juta jiwa, dan
    di Pakistan sekitar tujuh hingga delapan juta jiwa dan dua juta jiwa
    lagi hidup seperti suku Baduy. Bukti-bukti yang menarik adalah
    beberapa nama suku-suku yang sama dengan suku-suku Israel seperti
    suku Harabni yakni Reuben, suku shinwari adalah Shimeon, suku
    Levani – Lewi, suku Daftani – Naftali, suku Jaji – Gad, suku Ashuri –
    Asher, suku Yusuf Su, anak-anak Yusuf, suku Afridi – Ephraim, dan
    seterusnya. Pasthun atau Pathans mengaku mempunyai hubungan dengan
    Kerajaan Israel kuno dari suku Benjamin dan keluarga Saul. Menurut
    tradisi, Saul mempunyai seorang anak, bernama Jeremia yang memiliki
    anak bernama Afghana. Menurut Injil 2 Raja-raja, Tawarikh 1 dan 2,
    sepuluh suku Israel dibuang ke Halah, Havor, sungai Gozan dan kota-
    kota Maday. Beberapa kemiripan Tradisi Pathans dengan Israel kuno:
    memiliki sunat untuk anak laki-laki pada hari kedelapan, Patrilineal
    (Garis Bapak), menggunakan Talith (Jubah Doa) Tsitsit, pernikahan
    (Hupah), kebiasaan wanita (pembasuhan di sungai), pernikahan dari
    pihak keluarga ibu atau bapak (Yibum), Sangat menghormati bapak,
    larangan memakan daging kuda dan unta, Shabbat dengan menyiapkan 12
    roti Hallah, menghidupkan lilin pada saat Shabbat, hari Yom Kippur,
    menyembuhkan penyakit dengan bantuan kitab Mazmur (menempatkan kitab
    Mazmur dibawah kepada pasien, nama-nama Ibrani di desa-desa dan
    menyebut nama Musa, dan menggunakan symbol bintang Daud. Mereka
    hidup sebagai suku-suku yang terpencar dan memiliki hokum tradisi
    yakni Pashtunwali atau hukum Pasthun yang mirip dengan hukum Torah.
    Pathans bertradisi pernikahan ipar, yang mengharuskan saudara laki-
    laki menikahi janda saudaranya yang meninggal tanpa keturunan, sama
    seperti Israel kuno (Ul 25:5-6). Pathans juga bertradisi
    mengorbankan kambing penebusan, sama seperti masa Israel kuno yang
    membebankan dosa seluruh bangsa pada domba yang diusir ke gurun dan
    disembelih (Im16).

    Kashmir (India)

    Di India bagian utara yakni Kashmir terdapat sekitar 5-7 juta jiwa.
    Terdapat nama Ibrani di lembah dan didesa-desa di Kashmir seperti
    Har Nevo, Beit Peor, Pisga, Heshubon. Kebanyakan peneliti
    berpendapat bahwa bangsa Kashmir keturunan sepuluh suku Israel yang
    hilang pada pembuangan pada 722 BCE. Penampilan fisik mereka berbeda
    dengan umumnya orang India. Tradisi mereka memang mengindikasikan
    perbedaan asal-usul. Orang Kashmir memiliki hari raya Pasca pada
    musim semi, saat dilakukan penyesuaian perbedaan penanggalan candra
    dan surya, dengan cara seperti yang dilakukan orang-orang Jahudi.
    Mereka memang menyebut diri sebagai Bene Israel, Anak-anak Israel.
    Orang Kashmiri menghormati Sabbath (beristirahat dari semua jenis
    kerja); menyunat bayi pada usia delapan bulan; tidak makan ikan yang
    tak bersisik dan bersirip, dan merayakan beberapa hari raya Jahudi
    lainnya, tetapi tidak yang berasal dari setelah kehancuran bait
    Allah pertama (seperti Hannukah).

    Shin-lung atau Bene Menashe (di sekitar perbatasan India-Myanmar)

    Di kawasan pegunungan di kedua sisi perbatasan India-Myanmar,
    bermukim sekitar 2 juta orang Shinlung. Mereka memiliki tradisi
    penyembelihan binatang korban seperti suku-suku Israel kuno pada
    umumnya, dan menyebut diri anak Menashe atau Bene Menashe. Kata
    Menashe banyak bermunculan dalam puisi dan doa (mereka menyeru “Oh
    God of Menashe”). Mereka memiliki tradisi cerita yang mengatakan
    bahwa mereka dibuang ke suatu tempat yang berada di sebelah barat
    tempat asal mereka, lalu bermigrasi ke timur dan mulai menjadi
    penggembala dan penyembah dewa. Migrasi mereka berlanjut ke timur,
    mencapai perbatasan Tibet-Cina, lalu mengikuti aliran Sungai Wei,
    hingga masuk dan bermukim di Cina Tengah sekitar tahun 230SM. Orang
    Cina menjadikan mereka sebagai budak, sehingga beberapa diantara
    mereka melarikan diri dan tinggal di gua-gua kawasan pegunungan
    Shinlung, dan hidup miskin selama dua generasi. Mereka juga disebut
    orang gua atau orang gunung dan tetap menyimpan kitab suci mereka.
    Akhirnya mereka mulai berasimilasi dengan orang Cina dan terpengaruh
    budaya Cina, hingga akhirnya mereka meninggalkan gua-gua pegunungan
    dan pergi ke barat, melalui Thailand, menuju Myanmar. Setelah itu
    mereka berkelana tanpa kitab suci, dan membangun tradisi lisan,
    hingga sampai di Sungai Mandaley, dan menuju Pegunungan Chin. Pada
    abad-18 sebagian dari mereka bermigrasi ke Manipur dan Mizoram,
    India Timurlaut. Mereka sadar bahwa mereka bukan orang Cina meskipun
    menggunakan bahasa Cina dialek lokal, dan menyebut diri Lusi yang
    berarti Sepuluh Suku (“Lu” berarti suku, dan “si” berarti sepuluh).
    Tradisi Menashe antara lain adalah sunat (kini sudah ditinggalkan),
    upacara pemberkatan anak pada usia 8 hari, hari raya keagamaan yang
    mirip dengan hari raya keagamaan Jahudi, praktek pernikahan ipar
    demi kelangsungan nama marga, menyebut nama Tuhan sebagai “Y’wa”,
    dan memelihara puisi yang mirip dengan kisah penyeberangan Kitab
    Keluaran ketika bangsa Israel menyeberang Laut Merah. Di setiap
    kampung ada pendeta atau imam yang selalu bernama Harun (Aaron,
    saudara Musa dan Imam Pertama Jahudi) dengan pewarisan turun-
    temurun. Salah satu tugas mereka adalah mengawasi kampung, berdoa
    dan mempersembahkan korban, dengan jubah ber-`breastplate’,
    ikatpinggang dan mahkota, dan selalu membuka doa dengan menyebut
    nama Menashe. Dalam kasus terdapat orang jatuh sakit, para imam
    dipanggil untuk memberkati pesakit dan mempersembahkan korban. Imam
    akan menyembelih domba atau kambing dan mengoleskan darahnya di
    telinga, punggung dan kaki pesakit sambil mengucapkan mantra yang
    mirip dengan Im14:14. Pada kasus penyakit khusus, diselenggarakan
    upacara khusus. Semacam upacara penebusan yang dilakukan dengan
    memotong sayap burung dan menebar bulunya ke udara. Pada kasus
    penyakit lepra, para imam menyembelih burung di lapangan terbuka.
    Untuk penebusan dosa, dilakukan pengorbanan domba di altar seperti
    dilakukan di Bait Allah (seperti disaksikan seorang penulis di hutan
    Myanmar sekitar tahun 1963-1964). Darah sembelihan ditorehkan di
    ujung altar, dagingnya dimakan. Yom Kippur dirayakan sebagai hari
    penebusan, sekali setahun seperti tradisi Jahudi. Kendaraan imam
    tidak boleh dibuat dari logam, namun dari tanah liat, kain, atau
    kayu. Melakukan praktek pemujaan berhala dan mempercayai klenik
    sehubungan dengan roh dan setan. Percaya reinkarnasi tapi percaya
    Tuhan di sorga akan membantu dalam kesusahan.

    Ch’iang-min (Cina)

    Orang-orang Ch’iang atau Ch’iang-min (sekitar 250 ribu orang, 1920)
    bermukim di Propinsi Sechuan, Cina bagian barat, di daerah
    pegunungan sebelah barat Sungai Min, dekat perbatasan Tibet [Thomas
    Torrance “The History, Customs and Religion of the Ch’iang People of
    West China” (1920) dan “China’s First Missionaries: Ancient
    Israelites” (1937)]. Mereka menganggap diri sebagai imigran dari
    barat yang datang ke tempat tersebut setelah berjalan selama tiga
    tahun tiga bulan. Orang Cina menganggap mereka sebagai barbar, dan
    mereka menilai orang Cina sebagai penyembah berhala (Ch’iang-min
    percaya hanya pada satu tuhan dan menyebutnya `Yawei’ ketika berada
    dalam kesulitan). Ch’iang-min mempraktekkan persembahan korban yang
    dilakukan imam, jabatan yang hanya bisa dijabat oleh pria yang sudah
    menikah (Im 21:7,13) dan diwariskan turun-temurun. Para imam
    mengenakan jubah putih bersih dan bersurban khusus. Mezbah dibuat
    dari batu yang tidak dipotong dengan alat logam (Kel20:25), dan
    tidak boleh didekati oleh orang asing dan “cacat” (Im21:17-23). Para
    imam Ch’iang-min menggunakan tali pengikat jubah, dan sebatang
    tongkat berbentuk seperti ular (kisah Musa di gurun). Setelah
    berdoa, para imam membakar bagian dalam dan daging korban
    sembelihan, dan mengambil bagian pundak, dada, kaki dan kulit,
    sementara dagingnya dibagikan kepada pemberi persembahan. Saat
    persembahan, mereka mengibarkan 12 bendera di sekitar altar untuk
    menjaga tradisi bahwa mereka berasal dari satu bapak yang memiliki
    12 anak. (Mereka bertradisi sebagai keturunan Abraham dan berleluhur
    seorang bapak dengan 12 anak). Di antara orang Ch’iang, terdapat
    tradisi mengoleskan darah pada ambang pintu demi keselamatan dan
    keamanan rumah, pernikahan ipar, tudung kepala bagi wanita, memberi
    nama anak pada usia 7 hari hingga menjelang malam ke-40.

    Disadur dari : Napak Tilas Suku Israel yang “Hilang”, Agen
    Akulturasi Jalur Sutra. Heri Muliono, M.Sc, Ir ( 6 Juli 2001).
    Disusun oleh : Christian P. S

    Referensi:

    Intisari ini diambil dari Website:
    http://warteg.150m.com/Pustaka/JesIndia.htm dan berbagai sumber
    lainnya.

    Diperoleh
    dari “http://id.wikipedia.org/wiki/Sepuluh_suku_yang_hilang”

    http://pondokalkitab.wordpress.com/2002/05/13/sepuluh-suku-israel-
    yang-hilang/#respond

    http://www.nabble.com/Sepuluh-Suku-Israel-Yang-Hilang-td14464538.html

    saya hanya mau melengkapi sumbernya, karena penting buat saya dan teman-teman…

  86. Perancis Selatan, Sarang Kabbalah (Bag.2)

    Di Rennes-le-Château yang berada di wilayah Languedoc, sejak lama berdiri sebuah gereja kecil yang dipersembahkan kepada Maria Magdalena. Konon, gereja ini sudah ada sejak zaman Visigoth di abad ke-6 Masehi.

    Beberapa mil di tenggara Rennes-le-Château, berdiri sebuah puncak gunung yang dikenal sebagai Bézu. Di puncaknya, berserakan puing-puing benteng abad pertengahan. Di lokasi tersebut pernah berdiri salah satu kuil Ksatria Templar yang menyelamatkan diri dari kejaran pasukan Phillipe le Bel dan Paus Clement V.

    Satu mil ke timur laut, pada puncak lainnya berdiri sisa-sisa puri Blanchefort, sebuah rumah leluhur Bertrand de Blanchefort, Grand Master ke-4 Ksatria Templar. Sejak dahulu, daerah itu sudah menjadi rute perjalanan para peziarah yang terbentang dari Eropa Timur hingga Santiago de Compastela di Spanyol. Sebuah wilayah yang dipenuhi aroma mistis, legenda, mitos, dan juga bau darah. Para peziarah Eropa Utara dan Timur sejak dulu selalu melalui wilayah ini sebelum mereka berlayar menuju Jaffa, kota pelabuhan di tanah Palestina, setelah melintasi Laut Tengah melewati perairan utara Tunisia, Pulau Sardinia dan Sisilia di selatan Itali, dan Malta, menuju Kota Suci Yerusalem.

    Kisah tentang desa kecil nan misterius ini berawal dari kedatangan Pastur Francois Bérenger Sauniére (1852-1917). Sauniere (33) berasal dari Desa Montazels, dekat Rennes le Château.

    Pastor Sauniere

    Di tahun 1850, ayah Sauniere bekerja sebagai pengurus Marques de Castel Majou, sebuah kastil besar di ujung desa. Ibunya berasal dari keluarga terpandang. Dua bersaudara Afred dan Berenger, yang pintar dan ambisius, disekolahkan ke Seminari Carcassonne agar kelak menjadi pastur dan meneruskan tradisi kehormatan bagi keluarganya.

    Setelah lulus, Berenger jadi pastur di Desa Le Clat, yang berada agak jauh dari Montazels, namun masih berada di sekitar Rennes le Château. Tanah Desa Le Clat dimiliki oleh keluarga Hautpoul-Fellines. Setelah tiga tahun mengabdi di Le Clat, Berenger dipindahkan oleh atasannya, Uskup Carcassonne, ke Rennes le Château.

    Awal Juni 1885, Pastur Bérenger Sauniére datang di Rennes le Château dan tinggal di rumah keluarga Denarnaud. Sang puteri, Marie Denarnaud dipekerjakan menjadi Sang Pastur. Kehidupan pastur itu amat sederhana. Pendapatannya hanya enam poundsterling tiap tahun ditambah dengan kolekte sukarela dari jemaat gerejanya. Pastur Berenger Sauniére bersahabat dengan Pastur Henri Boudet dari desa tetangga, Rennes-le-Bains.

    Beberapa bulan kemudian Sauniére mendapat masalah besar ketika dalam salah satu misa yang dipimpinnya, Pastur muda itu mengkhotbahkan suatu ajaran yang sangat anti-Republikan, padahal pada waktu itu pemilihan umum tengah berlangsung.

    Untuk sementara waktu Sauniére dibebastugaskan dari jabatannya. Ketika akhirnya dia dikembalikan kepada posisinya pada musim panas 1886, dia menerima hadiah sebesar 3. 000 franc dari Countess de Chambord, janda seseorang yang mengklaim sebagai raja Perancis, King Henry de Bourbon yang mengaku bergelar Henry V, yang merasa berhutang budi karena Sauniére membela kaum monarkis. Pastur itu kemudian menggunakan uang tersebut untuk merenovasi gereja kecilnya yang sudah rusak di sana-sini. Pada saat inilah pastur itu menemukan sejumlah perkamen yang memuat kode rahasia.

    Di bagian atas sebuah pilar dekat mimbar, ia menemukan sebuah laci rahasia yang menyimpan sebuah dokumen. Dokumen itu menuntunnya menemukan sebuah pot besar yang sarat dengan koin emas. Konon, koin emas itu sangat cukup untuk membangun seluruh desa menjadi makmur.

    Setelah itu, Sauniére kembali menemukan empat lembar perkamen dari sebuah pilar bergaya Visigoth di dekat altar yang rencananya hendak dipindahkan. Perkamen-perkamen tersebut amat sulit dibaca karena susunan huruf-hurufnya tidak beraturan dan sekilas tidak ada arti. Tapi pendeta muda tersebut seorang yang cukup kritis. Ia meyakini, apa pun itu, temuannya itu pasti barang yang sangat berharga, sehingga membuat orang-orang menyimpannya rapat di sebuah tempat yang dirahasiakan.

    Sejak awal, Sauniére curiga, naskah yang berisi tulisan yang kacau itu sebenarnya merupakan sebuah sandi atau kode, yang harus dipecahkan dengan mempergunakan kunci atau teknik tertentu, sebelum arti sesungguhnya diketahui. Jelas, batin Sauniére, ada sesuatu yang sangat berharga di balik kode-kode yang begitu rumit ini.

    Sauniére tidak mampu memahami apa yang sesungguhnya dimaksud oleh naskah-naskah itu. Akhirnya pastur itu mengunjungi beberapa kenalannya, salah satunya Uskup Carcassonne, Felix-Arsène Billard, untuk dimintai pendapatnya. Oleh Billard, Sauniére dinasehati agar menemui seorang ahli pemecah kode bernama Émile Hoffet, yang ketika itu merupakan seorang pemuda yang tengah belajar untuk jadi imam, namun memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai okultisme dan dunia kelompok-kelompok rahasia.

    Sekembalinya dari perjalanan mengunjungi beberapa kenalannya, kehidupan Sauniére yang semula pas-pasan berubah total. Dalam waktu yang tidak lama pendeta itu diketahui sering bertindak aneh. Terkadang menyusuri jalanan desa bersama pembantunya, terkadang mengurung diri di rumahnya, atau berjalan ke sana-kemari tiada arah tujuan. Selain merenovasi gereja, dia juga mampu membangun menara Magdala (Magdalena) yang mewah dan bahkan sebuah bangunan vila yang dinamakannya Vila Bethania lengkap dengan taman yang indah serta rumah kaca.

    Entah terinspirasi oleh apa, gereja yang direnovasinya ternyata diubah dengan gaya bangunan dan arsitektur yang amat tidak lazim dan bahkan kelihatannya mengerikan. Sebuah patung menyeramkan, Raja Iblis Asmodeus—Iblis penjaga harta karun rahasia Kuil Sulaiman dalam kepercayaan Kabbalah—didirikan di jalan masuk ke dalam gereja. Di bagian pintu masuk gereja ditulis sebuah kalimat: TERRIBILIS EST LOCUS ISTE (TEMPAT INI MENGERIKAN).

    Adakah penempatan patung Asmodeus ini oleh Sauniére dimaksudkan bahwa di dalam gereja tersebut terdapat sesuatu rahasia yang sungguh-sungguh penting dan berharga? Selain itu, Sauniére juga sering mengadakan perjamuan mewah kepada penduduk desa. Seluruh warga desa tersebut, besar kecil, seluruhnya sering dijamu oleh sang pendeta dalam acara jamuan yang mewah.

    Bahkan sejumlah tamu penting dari berbagai desa dan negeri juga sering berdatangan mengunjungi pendeta itu. Sauniére telah hidup dalam gaya para raja. Pernah dalam beberapa malam, penduduk memergoki pastur muda itu bersama pelayannya tengah membongkar makam Marquise d’Hautpoul de Blanchefort. Dan ketika ditanya, maka jawaban yang diperoleh pun terkesan menutupi sesuatu.

    Anehnya, terhadap perubahan yang sangat menyolok tersebut, Vatikan tidak mau ambil pusing. Entah mengapa Gereja seolah menutup mata bahkan terkesan enggan untuk sekadar bertanya tentang penyebab perubahan itu. Takutkah Gereja pada Sauniére? Gerangan apa yang diketemukan Sauniére di dalam rongga salah satu pilar Gereja Magdalena? Yang jelas, sesuatu itu telah menjadikannya kaya raya dan berkuasa. Pertanyaan-pertanyaan ini terus terkunci dan menjadi salah satu rahasia sejarah Gereja Vatikan yang paling gelap hingga kini.

    Ketika Sauniére terus hidup dalam segala kekayaan dan pengaruhnya, tiba-tiba Uskup Carcassonne meninggal dunia. Seorang uskup ditunjuk Vatikan menggantikan yang lama. Uskup baru ini merasa ada sesuatu yang janggal dengan kehidupan Sauniére. Dari mana pendeta bawahannya itu bisa bergaya hidup mewah dan mendapatkan harta kekayaan serta uang yang berlimpah, padahal wilayah gembalaannya hanya di sebuah kampung kecil bernama Rennes-le-Château?

    Uskup baru itu rupanya tidak mendapat pengarahan terlebih dahulu dari Gereja, sehingga ia dengan sangat biasa dan tanpa perasaan apa pun menulis surat kepada Sauniére agar bisa secepatnya menghadap dirinya untuk menjelaskan segala asal-muasal harta kekayaan yang diperolehnya.

    Tindakan Uskup Carcassonne yang baru itu amat menyinggung perasaan Sauniére. Dengan berani, Sauniére menentangnya. Uskup Carcassonne terkejut dengan keberanian Sauniere. Sang uskup pun tidak mau kehilangan kewibawaannya. Ia dengan kasar menuduh Sauniére telah melakukan jual-beli hal-hal yang bersifat rohani. Uskup pun mengadukannya ke pengadilan daerah untuk mengusut bawahannya itu. Atas desakan uskup, pengadilan daerah kemudian mengambil keputusan untuk menahan Sauniére.

    Dengan menahan amarah, Sauniére mengadukan kejadian ini ke Vatikan. Setelah menerima surat pengaduan Sauniére, dengan cepat Vatikan segera membuat surat perintah yang ditujukan pada Uskup Carcassonne yang baru dan juga pengadilan daerah. Perintahnya satu: Bebaskan Sauniére secepatnya dan bebaskan dia dari segala tuduhan serta pulihkan nama baiknya.

    Dengan masih dilanda rasa heran, Uskup Carcassonne kemudian segera membebaskan Sauniére dan tidak pernah lagi mengusiknya. Sejak itu Sauniére bisa hidup tenang dan meneruskan gaya hidup para rajanya yang mewah. Entah mengapa, setelah peristiwa itu Sauniére mengundurkan diri sebagai pastur desa. Gereja kemudian mengangkat Pastur Marty sebagai pastur baru di desa tersebut, namun warga desa mengacuhkannya.

    Bersama warga desa dan Marie Denarnaud, Sauniére terus hidup dalam kemewahan. Selain Sauniére, Marie Denarnaud sering terlihat mengenakan model pakaian paling anyar dan mahal dari Paris. Sebab itulah Marie juga sering disebut sebagai “La Madonne”. Selama hidupnya, dari tahun 1896 hingga 1917, pastur muda tersebut diketahui telah membelanjakan uangnya tidak kurang dari 23 juta franc. Tiap bulan ia sekurangnya mengeluarkan 160. 000 franc.

    Sauniére juga memiliki rekening bank di Paris, Perpignan, Toulousse, dan Budapest. Belum cukup dengan itu, pastur ini juga berinvestasi dalam jumlah yang besar di bursa, saham perusahaan, dan sekuritas, suatu tindakan yang tidak lazim dilakukan oleh seorang imam Katolik.

    Kematian Yang Aneh

    Rabu, 17 Januari 1917, Sauniére yang telah berusia 65 tahun tiba-tiba terserang penyakit yang mirip dengan stroke. Anehnya, lima hari sebelumnya, para jemaat desa mengatakan bahwa Sauniére tampak sangat sehat dan prima untuk lelaki seusianya. Dan yang juga aneh, di tanggal 12 Januari itu, pembantu Sauniére, Marie Denarnaud, diketahui telah memesan sebuah peti mati bagi majikannya.

    Apakah Marie Denarnaud memiliki insting keenam yang mengatakan bahwa majikannya itu akan segera meninggal dunia? Ataukah Marie terlibat dalam suatu persekongkolan jahat yang entah siapa yang melancarkannya untuk menghabisi Sauniére, disebabkan majikannya itu memegang sebuah rahasia yang membuat Vatikan gentar? Di pihak mana Marie Denarnaud?

    Bukan itu saja, tanggal 17 Januari ini sebenarnya juga bukan tanggal yang biasa. Nisan makam Marquise d’Hautpoul de Blanchefort yang dibuat Sauniére ternyata juga bertanggal 17 Januari. Selain itu, hari perayaan pembangunan Gereja Saint Sulpice yang terkait dengan rahasia Da Vinci juga dilakukan tiap tanggal 17 Januari. Ini terlalu naïf jika dianggap hanya suatu kebetulan.

    Setelah terserang stroke yang misterius, kondisi kesehatan Sauniére turun drastis. Ia terus berbaring dan sekarat. Seorang pastur desa tetangga, Imam dari Espéraza, dipanggil untuk mendengarkan pengakuan terakhirnya dan melaksanakan ritual peminyakan terakhir. Imam itu segera datang. Ia sendirian masuk ke kamar di mana Sauniére terbaring lemah.

    Tak lama kemudian, Espéraza tersebut keluar dari kamar. Badannya gemetaran. Mukanya pucat-pasi. Kedua matanya kosong seakan habis melihat hantu. Menurut René Descadeillas, “…sejak hari itu, imam tua tersebut tidak lagi menjadi orang yang sama; ia jelas-jelas telah mengalami suatu kejutan. Dan sampai akhir hayatnya ia tidak pernah terlihat tertawa lagi. ”

    Imam itu juga menolak memberikan upacara terakhir menurut tradisi Katolik Roma untuk Sauniére. Senin, 22 Januari 1917, Sauniére meninggal dunia. Pendeta kaya raya itu tidak meninggalkan apa-apa selain misteri yang tetap dalam kegelapan (Rizki Ridyasmara, bersambung).

  87. Perancis Selatan, Sarang Kabbalah (Bag.3, Tamat)

    Sepeninggal Sauniére, Marie Denarnaud tinggal di vila Bethania hingga akhir Perang Dunia. Marie lalu menjual vila tersebut kepada Monsieur Noel Corbu dan diam-diam menjanjikan akan membuka rahasia besar itu sebelum dirinya meninggal.

    Rahasia itu, ujar Marie, siapa pun yang memegangnya akan bisa membuatnya kaya-raya dan berkuasa. Pada hari Kamis, 29 Januari 1953, seperti majikannya dulu, tiba-tiba Marie terserang penyakit stroke yang membuatnya tidak bisa bicara dan meninggal, tanpa sempat mewarisi sebuah rahasia yang dipegangnya sampai ke liang lahat.

    Banyak kalangan percaya, rahasia yang ikut terkubur bersama jasad Sauniére dan Marie lebih dari sekadar harta karun berupa emas atau pun batu permata. Jika demikian, apakah ini tentang suatu pengetahuan yang selama ini dikubur dalam-dalam? Oleh siapa? Mengapa Vatikan sepertinya sangat takut dan tidak berani terhadap Sauniére?

    Richard Andrews dan Paul Schellenberger (The Tomb of God, 1996) berspekulasi bahwa harta karun yang dimaksud sesungguhnya adalah makam Yesus Kristus. Pertanyaan-pertanyaan ini mengemuka dan akhirnya mengerucut menjadi satu dugaan bahwa sesungguhnya rahasia itu memang lebih dari sekadar harta-benda, namun juga meliputi suatu pengetahuan rahasia yang selama ini ditutup rapat oleh Vatikan. Sebab itu, Vatikan terkesan sangat permisif dan segan pada Sauniére. Dan tidak cukup dengan itu, bisa jadi Vatikan malah secara kontinyu mengucurkan uang kepada Sauniére, sekadar sebagai tutup mulut. Dan yang terakhir mungkin saja menghabisinya.

    “Kami yakin bahwa ia telah menerima uang dari Johann von Habsburg. Pada saat bersamaan, ‘rahasia’ pendeta itu, apa pun itu, tampak lebih bersifat religius daripada politik, ” demikian The Holy Blood and the Holy Grail.

    Dugaan Michael Baigent dan kawan-kawan dibenarkan seorang mantan pendeta Gereja Anglikan Inggris. Usai penayangan film “The Lost Treasure of Jerusalem” pada Februari 1972, mantan pendeta itu mengirim surat, “’Harta karun’ itu tidak terkait dengan emas atau batu-batu mulia yang berharga. Sebaliknya, harta tersebut berupa ‘bukti yang tidak dapat dibantah’ bahwa penyaliban adalah peristiwa tipuan dan bahwa Yesus masih hidup hingga akhir tahun 45 Masehi. ”

    Keyakinan bahwa Yesus tidak mati di tiang salib sebenarnya juga banyak dianut oleh sekte-sekte kekristenan awal yang lazim disebut sebagai kelompok Unitarian. Mereka ini menganggap Yesus hanyalah utusan Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.

    Jika Yesus memang tidak mati di tiang salib, mungkinkah Yesus telah diselamatkan oleh Yusuf Arimathea, seorang murid rahasianya yang kaya dan berpengaruh, seperti yang selama ini diyakini sebagian umat Kristen awal seperti Sekte Essenes dan gulungan Nag Hammadi?

    Al-Qur’an juga menyatakan bahwa Yesus tidaklah mati di tiang salib. Yang mati di tiang salib adalah orang yang ditampakkan Allah SWT menyerupai Yesus. Al-Qur’an menginformasikan bahwa Yesus atau Nabi Isa a. S. “diselamatkan” oleh Allah SWT dengan cara diangkat ke jannah.

    Bagi kelompok-kelompok yang tidak sejalan dengan Vatikan, Yesus diyakini meninggal dunia di dekat Laut Mati yang dipenuhi dengan gua-gua batu, dekat dengan tempat tinggal kelompok Esenes. Maria Magdalena sendiri dipercaya meninggal di Marseilles, Selatan Perancis. Di Aux en Provence yang juga berada di selatan Perancis, di daerah ini dikenal sebagai pusat Magdalenaisme. Di sini pula tradisi lisan Kabbalah dibukukan. Selain Magdalenaisme, di sini juga merupakan pusat pemujaan terhadap Yohanes Pembaptis. Banyak gereja yang didedikasikan kepada Maria Magdalena dan Yohaes Pembaptis yang bertebaran di sini.

    Legenda di Languedoc-Rousilon

    Daerah Selatan Perancis, yang lazim disebut wilayah Languedoc-Roussillon, para penduduknya memang tidak begitu patuh pada Vatikan. Tiap 22 Juli, mereka menggelar hari pesta Maria Magdalena secara besar-besaran dan meriah. Lynn Picknett dan Olive Prince menyebut wilayah ini sebagai jantung heresy Eropa. Selain pemujaan terhadap Maria Magdalena dan Yohanes Pembaptis, di daerah ini juga terkenal dengan ajaran paganisme dan okultisme dengan segala legenda dan mitosnya. Salah satu kegenda yang masih hidup di masyarakat sekitar adalah tentang legenda “Ratu dari Selatan” (Reine du midi) yang sebenarnya merupakan gelar dari para countess dari Toulouse.

    Fakta tunggal inilah yang menyebabkan adanya pemiskinan sistematis atas wilayah selatan Perancis tersebut.

    Languedoc adalah “rumah besar” para Templar di Eropa hingga mereka diburu oleh Phillipe le Bel. Lebih dari 30 persen benteng dan markas Templar yang tersebar di Eropa, terletak di sini. Bukan itu saja, di selatan Perancis ini pula, banyak kalangan meyakini, para Templar telah menguburkan dan menyembunyikan harta karunnya yang dibawa lari dari Yerusalem.

    Prof. Mariano Bizari daam film dokumenter “The Da Vinci Project: Seeking The Truth” menyatakan bahwa desa ini dengan segala riwayatnya memiliki jejak sejarah yang amat panjang. “Kisah mengenai Rennes-le-Château dimulai pada tahun 1200 SM dengan campur tangan orang Beaker, juga Celts, jadi ini merupakan kisah yang panjang! Di sana terdapat jaringan saluran bawah tanah, juga goa, goa di mana beberapa ritual dilakukan, goa yang membuka jalan ke tempat lain, misalnya tempat yang memungkinkan pelaksanaan upacara tertentu, dan Pendeta Boudet, teman sekaligus penasehat Sauniére, menulis buku berkode untuk mengidentifikasi jalan masuk ke rute-rute ini. ”

    “The Da Vinci Project: Seeking the Truth” juga membuat daftar pertanyaan yang mengusik keingintahuan orang tentang pendeta dan desa yang penuh misteri ini: Mengapa Sauniére menulis “ini tempat yang buruk (sebenarnya “Menyeramkan” atau “mengerikan”, pen) di atas pintu masuk gereja itu?

    Mengapa Sauniére menghabiskan hari-harinya di Museum Louvre, di depan lukisan Poussin tahun 1640 yang berjudul “Arcadian Sheperds”, yang nampaknya menggambarkan daerah sekeliling Rennes-le-Château dan sebuah nisan bertuliskan “Et In Arcadia Ego”? Mengapa penjaga rumah Sauniére, Marié Denarnaud, selalu mengatakan, “Di sini orang berjalan di atas emas, namun mereka tak mengetahuinya!”

    Mengapa kota ini memiliki peraturan khusus yang melarang penggalian tanah, walau hanya untuk menanam bunga? Mengapa mangkuk air suci di gereja Rennes diangkat oleh mahluk bernama “Asmodeus”, yang menurut mitologi Ibrani merupakan penjaga harta karun Salomo? Mengapa gambar mosaik di atas altar menggambarkan Perjamuan Terakhir dengan seorang wanita mengangkat sebuah cawan di kaki Kristus? Apakah ini petunjuk adanya kaitan antara Perjamuan Terakhir dengan Maria Magdalena?

    Mengapa patung-patung santo dalam gereja sedemikian diatur sehingga huruf awal nama mereka membentuk kata GRAAL bila dihubungkan membentuk huruf M dari kata Maria Magdalena? Mengapa tempat-tempat salib diletakkan dengan urutan terbalik? Mengapa kaca jendela yang menggambarkan Kristus selalu memiliki bulan di latar belakangnya? Mengapa Sauniére membangun patung Magdalena yang besar dan menurut buku hariannya menyembunyikan sebuah peti di dasarnya?

    Profesor Roberto Giacobbo, penulis buku “’Il Segreto Di Leonardo’ juga mengamini kemisteriusan Rennes-le-Château. “Wilayah ini adalah tempat yang aneh—begitu Anda memasuki kota, ada tanda bertuliskan “Dilarang menggali di sini”. Mengapa? Siapa yang meletakkan tanda ini? Rennes-le-Château banyak mengangkat pertanyaan spontan, seperti mengenai sebuah legenda yang terulang…atau mungkin juga tidak. ”

    Amat mungkin, karena kemisteriusan desa inilah yang membuat seorang Francois Mitterand, beberapa pekan sebelum terpilih presiden Perancis di tahun 1981, mengunjungi Rennes-le-Château dan berfoto di Menara Magdala dan di samping patung Asmodeus, Raja Iblis Penjaga Harta Karun Sulaiman. Adakah Mitterand yang dikenal sebagai pemerhati okultisme juga merupakan bagian dari kemisteriusan wilayah ini?

    Sauniere Tidak Sendiri

    Rennes-le-Château dengan Pastur Berenger Sauniére memang menjadi misteri tersendiri. Para peneliti menyatakan bahwa tidaklah mungkin Pastur Sauniére sendirian dalam menjalankan pekerjaannya yang begitu misterius. Apalagi dalam radius tiga mil sekitar Rennes-le-Château terdapat sekurangnya dua daerah dan dua pastur yang juga aneh.

    Yang pertama, Pastur Antoine Gelis yang menjadi Gembala Sidang di daerah Coustaussa yang terletak persis di bawah Rennes-le-Château. Pastur Gelis tinggal sendirian di sebuah rumah kecil yang berjarak hanya beberapa langkah dari gerejanya. Selain sebagai pastur, Gelis terkenal sebagai lintah darat. Ia dikenal memiliki banyak uang yang sumbernya juga tak jelas dari mana. Kabarnya Gelis juga telah menemukan koin emas dalam jumlah banyak di gerejanya, sama seperti rekannya, Sauniére.

    Minggu sore, 31 Oktober 1897, pintu rumah Pastur Gelis diketuk seseorang. Gelis segera membukakan pintu bagi tamu yang tidak dikenalnya ini. Tiba-tiba sang tamu memukulkan sebuah benda keras ke kepala dan tubuh Gelis. Pastur berusia 70 tahun ini jatuh tersungkur bersimbah darah. Sang pembunuh segera pergi. Awalnya polisi menyangka telah terjadi perampokan karena Gelis memang dikenal memiliki banyak uang. Tapi barang-barang milik Gelis tidak ada yang hilang.

    Bukan itu saja, di dekat jenazah Gelis yang telentang dengan kedua tangan bersedekap, seolah pembunuhnya ingin menunjukkan sesuatu pola, ditemukan dua kertas rokok dengan tulisan tangan bertuliskan “Viva Angelina!”, yang memiliki arti kejayaan bagi malaikat perempuan atau kejayaan bagi Sang Dewi. Maria Magdalenakah yang dimaksud? Sampai kini polisi tidak berhasil mengungkap siapa pembunuhnya. Banyak penafsiran tentang motif di balik peristiwa pembunuhan terhadap Gelis. Tapi para peneliti meyakini, dibunuhnya Gelis erat kaitannya dengan harta karun yang ada di sekitar daerah itu. Adakah Gelis dianggap terlalu banyak tahu tentang harta karun Rennes-le-Château?

    Batu nisannya, yang terletak di pemakaman gereja di Coustassa, diposisikan lain dengan nisan-nisan lainnya. Nisan Pastur Gelis dibuat menghadap ke Rennes-le-Château dan terlihat amat jelas di lereng bukit di seberangnya. Anehnya, batu nisan itu juga memiliki tanda Salib-Mawar (Rose-Croix), terkait Templar.

    Yang kedua, Pastur Henri Boudet (1837-1915) yang menjadi gembala sidang di daerah Rennes Le Bains, yang terletak di sisi lain bukit yang juga ditempati Rennes-le-Château. Pastur ini juga tidak kalah misteriusnya. Walau bukan ahli bahasa, tapi Boudet diketahui telah mengarang sebuah buku mengenai bahasa yang salah satu premisnya sungguh aneh yakni bahasa Celtic adalah bahasa asal dari semua bahasa dunia.

    Buku tersebut ternyata berisi kode-kode tertentu yang setelah Boudet meninggal di makamnya terdapat kaitan erat dengan kode-kode dari bukunya tersebut. Judulnya: Le vraie langue cetique et le cromleck de Rennes-les-Bains (The True Celtic Language and the Cromlech of Rennes-les-Bains).

    Pastur Berenger Sauniére, Pastur Antoine Gelis, dan Pastur Henri Boudet, ketiganya memimpin gereja dalam wilayah yang bertetangga, ketiganya menyimpan misteri, dan tentu ketiganya memiliki ikatan khusus atau suatu kerjasama yang tidak diketahui secara jelas apa dan bagaimana bentuknya.

    Hanya saja, di belakang hari diketemukan catatan bahwa Pastur Sauniére ternyata pernah dua kali diundang dan menghadiri acara resmi kelompok Freemason yang diadakan di Martinist Lodge di Lyons, Perancis. Sejak zaman Renaissance, kota Lyons juga dikenal sebagai kota yang penuh misteri. Selain itu ada pula catatan pengiriman barang dari Paris berupa sebuah teropong yang berdaya kuat dan kamera kepada Sauniére. Sebuah organisasi atau kelompok di Paris mengirim peralatan penyelidikan kepada Sauniére yang tinggal di desa penuh misteri. Apa yang sesungguhnya yang diselidikinya?

    Misteri Harta Karun Templar

    Menurut sejarah, setelah kerajaan Barat menyerbu Roma dan kemudian meninggalkan Italia, harta karun dari Yerusalem yang dijarah oleh Titus kemudian dibawa ke Toullose, lalu dibawa lagi ke Carcassonne, setelah itu tidak ada satu pun orang yang pernah mendengar tentang keberadaan harta karun tersebut. Salah satu wilayah di Perancis Selatan yang dekat dengan Rennes-le-Château bernama Opoul Perillos. Wilayah ini memiliki kode pos: 666-00. Triple Six, sebuah angka setan!

    Perancis Selatan sampai hari ini masih saja diliputi misteri. Wilayah bekas salah satu markas para Templar tersebut seteah booming novel The Da Vinci Code bukan lagi sebuah wilayah yang sepi, namun selalu dikunjungi turis mancanegara. Walau demikian, hal ini tidak mengurangi kemisteriusannya.(Tamat, Rizki Ridyasmara)

  88. Cara Mudah Hancurkan Zionis (Bag.1)

    Kamis dinihari, 7 Juni 2007, saat matahari masih terlelap dalam tidurnya, sebuah pesan singkat tiba-tiba masuk di ponselku dan pesannya cukup jelas:. “Hadiri ‘MUNASHOROH PALESTINA’ utk menentang 40th pjajahn Yahudi Terlaknat. Ahad 10/6 di HI… ”

    Aku tersenyum. Tiba-tiba saja aku teringat salah satu sabda Rasulullah SAW, “Ilmu qobla ‘amal”. Ilmu sebelum beramal, yang memiliki arti sebagai: Sebelum melakukan sesuatu, hendaknya engkau mengetahui dengan benar apa yang akan kau lakukan. ”

    Pesan tersebut mengandung niat yang sungguh mulia. Semua manusia yang memiliki nurani pasti akan mendukungnya. Namun kalimat pesan tersebut mengandung bias dengan adanya tulisan “40th penjajahan Yahudi terlaknat. ”

    Yang tidak diketahui banyak kalangan, tidak semua Yahudi itu Zionis. Bahkan ada banyak orang-orang Yahudi yang dengan gigih menentang Zionisme. Sebut saja Rabbi Yisroil Dovid Weiss dengan kelompok Neturei Karta-nya di Amerika, Norman Finkelstein yang membuka kedustaan kaum Zionis soal Holocoust, Noam Chomsky yang membeberkan kelakuan Zionis-Amerika sehingga dengan berani menyebut AS sebagai ‘The Rogue State’ (Negara Bajingan), dan sebagainya. Saya yakin, orang-orang Yahudi yang berjuang keras menentang dan melawan Zionisme ini tentu tidak terlaknat.

    Di sisi lain, ada banyak orang-orang Melayu, Anglo-Saxon, dan ras selain Yahudi yang secara aktif membantu Zionisme Internasional. Ironisnya, di negeri ini ternyata ada banyak orang yang mengaku Muslim yang turut membantu penjajahan Zionis-Israel di Palestina. Di negeri ini ada banyak orang yang turut menyumbangkan uangnya untuk dijadikan senjata-senjata dan peluru-peluru tentara Zionis yang pada akhirnya membunuhi bayi-bayi Palestina yang tak berdosa dan para Mujahidin Palestina lainnya.

    Masih Beli McDonald’s?

    Dari Senin hingga Jum’at ba’da maghrib, dalam perjalanan pulang dari kantor, saya nyaris selalu melewati resto McDonald’s di Pondok Indah, Jakarta. Hampir setiap malam resto itu penuh oleh pembeli. Banyak di antara mereka perempuan-perempuan berjilbab. Tahukah mereka jika sebagian keuntungan dari McD itu disalurkan ke Israel? Tahukah mereka jika CEO McD yang bernama Jack M Greenberg menjabat sebagai Direktur Kehormatan American-Israel Chamber of Commerce and Industry—Kadinnya Amerika—yang berlokasi di Chicago?

    McD yang telah berdiri di lebih 121 negara, dengan jumlah armada restorannya sekitar 30. 000 buah, merupakan rekanan dari Jewish United Fund dan Jewish Federation. Sebab itu, ketika dalam perayaan 100 tahun berdirinya Jewish United Fund dan Jewish Federation di Chicago-AS di tahun 2002, McD mendapat penghargaan dari dua organisasi zionis itu sebagai perusahaan penyumbang ketiga terbesar di dunia setelah AOL Corporation dan Illinois Tool Works Foundation kepada Zionis-Israel.

    Walau fakta-fakta ini sudah tersebar ke seluruh dunia sejak tahun 2000-an lalu, namun masih teramat banyak saudara-saudara kita yang mengabaikan hal tersebut. Ironisnya, di Makkah, sebuah kota suci umat Islam, resto McD bahkan telah mendirikan sekurangnya dua gerainya. Dan di Saudi Arabia sendiri McD telah mendirikan sekitar 71 gerai restonya. Pangeran Misha-al-bin Khalid bin Fahad al-Faisal Al-Saud tercatat sebagai pemegang lisensi restoran McD di Saudi Arabia. Dia bukan Yahudi. Tapi jelas terlaknat!

    Sesungguhnyalah, jika ada seseorang—siapa pun dia—yang membeli produk makanan rekanan Zionis-Israel tersebut, maka dia telah ikut andil dalam pembunuhan bayi-bayi Palestina!

    Sesungguhnyalah, jika ada seseorang—siapa pun dia—yang membeli dan memakan produk makanan rekanan Zionis-Israel tersebut, maka dia sebenarnya tengah memakan, mengunyah, dan memamah daging bayi-bayi Palestina yang telah dibunuhnya!

    Bukan Hanya McDonald’s

    Sahabat Zionis-Israel bukan cuma McDonald’s. Di dunia ini ada banyak sekali perusahaan-perusahaan yang secara aktif dan giat menyalurkan sebagian labanya kepada Zionis-Israel. Ironisnya, perusahaan-perusahaan tersebut bisa hidup dari menyedot uang milik kaum Muslimin seluruh dunia. Kenyataan ini membuat ulama besar asal Qatar, Dr. Yusuf Qaradhawy, pada November 2000 mengeluarkan fatwanya yang sangat monumental:

    “Tiap-tiap riyal, dirham, dan sebagainya, yang digunakan untuk membeli produk dan barang Israel atau Amerika, dengan cepat akan menjelma menjadi peluru-peluru yang merobek dan membunuhi pemuda dan bocah-bocah Palestina. Sebab itu, diharamkan bagi umat Islam membeli barang-barang atau produk musuh-musuh Islam tersebut. Membeli barang atau produk mereka, berarti ikut serta mendukung kekejaman tirani, penjajahan, dan pembunuhan yang dilakukan mereka terhadap umat Islam… ”

    Fatwa ini didukung oleh ulama-ulama dan cendekiawan Muslim dunia seperti Syaikh Al-Azhar Ath-Thantawy, Dr. Abdul Satar Fathullah Said (Dosen Syariah Universitas Al-Azhar), Dr. Naser Farid Wasil (mantan Mufti Mesir), Dr. Muhammad Imarah (Pemikir Muslim Dunia), Dr. Abdul Hamid Ghazali (pakar ekonomi dan politik Islam), dan sebagainya. Puluhan ulama Sudan juga menulis surat dukungan terhadap fatwa tersebut.

    Di Lebanon, Ayatullah Sayyid Muhammad Husayn Fadhlullah mengeluarkan fatwa sejenis pada tanggal 20 November 2000. Dari Iran, dari Markas Besar di Kota Qum, Imam Syed Ali Khamenei mengeluarkan fatwa mengharamkan membeli produk dan barang buatan Zionis-Israel dan seluruh negara yang mendukung Zionisme. “Tiap-tiap transaksi dengan perusahaan yang mana pasti memberikan laba kepada mereka, pada hakikatnya adalah tindakan menolong musuh-musuh Islam dan Muslim, dan juga berarti mendukung rezim Zionis-Israel. Ini adalah perbuatan haram. Membeli produk dan barang dagangan mereka sama saja melakukan tindakan yang tidak bermoral, ini tentu saja tidak dibenarkan. ” Pemimpin Muslim Irak, Ayatullah as-Sayyid Ali as-Seestani juga mengeluarkan fatwa sejenis.

    Yang menarik, fatwa Dr. Yusuf Qaradhawy ini ternyata juga direspon sangat positif oleh banyak sekali aktivis kemanusiaan Eropa dan Amerika. Mereka bukan orang Islam, bahkan kelompok Yahudi anti Zionisme yang ada di AS seperti Kelompok Neturei-Karta, dengan tegas menyatakan bahwa Zionisme dan Talmud adalah ajarannya Iblis.

    Fatwa Boikot Dr. Qaradhawy bergema ke seluruh dunia. Di Eropa timbul gelombang pasang aksi boikot terhadap Zionis-Israel dan Zionis AS. Inilah beberapa kejadian di antaranya yang dikutip dari buku “Ketika Rupiah Jadi Peluru Zionis” (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2005):
    – Belgia: Negara Eropa ini adalah pelopor suatu kampanye internasional untuk memboikot perusahaan-perusahaan minyak AS. Kampanye anti-AS itu dilakukan dalam rangka mengecam invasi AS atas Irak.

    Aksi-aksi boikot itu dilakukan aktivis kemanusiaan Belgia dengan jalan menutup stasiun-stasiun bahan bakar milik perusahaan minyak AS seperti Esso dan Texaco di hampir seluruh wilayah Belgia. Di SPBU Esso di provinsi Gent misalnya, aksi boikot itu digelar dalam bentuk pergelaran happening art, ada sebuah karpet menutup mayat-mayat manusia, lalu sekelompok marinir AS bersenjata, dan sosok Presiden George W. Bush. Adegan itu untuk menggambarkan ribuan warga Irak tak berdosa yang menjadi korban ambisi perang minyak yang dikobarkan AS di Irak. Aksi itu juga menyimbolkan betapa ladang-ladang minyak dan gas penting milik Irak telah dirampok dan kemudian dijual perusahaan multinasional AS, Esso dan Texaco.

    Organisasi HAM “For Mother Earth” sebagai salah satu anggota aliansi LSM “Kampanye Boikot Bush” memaparkan hal ini dalam pernyataan persnya yang dirilis Sabtu (14/6/03) di Belgia. Aliansi LSM “Kampanye Boikot Bush” merupakan satu koalisi LSM internasional yang terdiri dari Attac, America Watchers, For Mother Earth, dan Christian Movement for Peace.

    Aliansi ini menegaskan bahwa AS telah bertindak sebagai “negara bajingan” sejak Bush terpilih sebagai presidennya. LSM For Mother Earth (FME) yang bermarkas di Belgia itu mencantumkan daftar produk-produk AS yang harus diboikot bersama produk-produk alternatif lainnya dalam situs mereka. FME juga mencantumkan perusahaan-perusahaan yang dianggap telah memberikan sumbangan terbesar kepada Partai Republik dalam kampanye Pemilu 2000 AS.

    Dengan mengenakan pita dan bendera-bendera peringatan “berbahaya”, para aktivis aksi boikot AS itu menutup stasiun-stasiun bahan bakar Esso dan Texaco tanpa kekerasan. Sejumlah lokasi stasiun bahan bakar yang berhasil sukses mereka tutup terletak di Antwerp, Arlon, Bruges, Brussels, Gent, Hasselt, dan Namur. “Ada darah ribuan korban tak berdosa pada logo-logo Esso dan Texaco. Kedua perusahaan minyak multinasional itu, bersama-sama telah menyumbangkan dua juta dolar AS untuk Bush pada kampanye Pemilu 2000. Mereka juga yang mendorong kebijakan pemerintahan Bush untuk menggelar perang di Irak, ” tegas Pol D’Huyvetter, jurubicara FME.

    Tokoh FME ini juga berkata, “Ketika Bush sama sekali melecehkan peringatan PBB dan opini publik internasional, boikot hari ini adalah model aksi paling efektif yang dapat kami tawarkan pada seluruh warga negara di manapun. Setiap orang bisa dengan mudah mendaftarkan sikap perlawanannya terhadap kebijakan AS. Yakni dengan cara memboikot produk-produk AS yang ada dalam daftar kami, atau bisa juga memboikot seluruh produk AS. Uang adalah bahasa yang biasa digunakan pemerintah Bush untuk memaksa negara-negara lain masuk dalam koalisi mereka. Aksi boikot adalah bahasa yang bisa dimengerti dan dipahami Washington. ”

    Dalam hampir semua aksi penutupan SPBU milik perusahaan Esso dan Texaco, para pekerja pom bisa memahami tujuan aksi para aktivis. Dialog berjalan cukup lancar. Para pengendara mobil dan motor yang mendengar seruan kampanye boikot perusahaan-perusahan minyak AS dari udara, umumnya memberikan respon mendukung. Mereka memberikan senyuman dan acungan jempol. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)

  89. Cara Mudah Hancurkan Zionis (Bag.2)

    Fatwa Boikot Produk Zionis yang diserukan Yusuf Qaradhawy bulan November 2000 disambut gegap-gempita oleh seluruh aktivis kemanusiaan dunia, tidak saja di Dunia Islam, tetapi juga aktivis kemanusiaan yang non-Muslim.

    Di Eropa, selain Belgia, aksi boikot terhadap produk Zionis juga marak di beberapa negara. Inilah di antaranya seperti yang dikutip di dalam buku “Ketika Rupiah Jadi Peluru Zionis” (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar):

    Norwegia : Sejumlah supermarket mengeluarkan kebijakan memberi label kuning di tiap produk buatan Israel sebagai tanda kepada konsumen apakah mereka akan membeli produk Israel itu atau tidak.

    Federasi Serikat Buruh Norwegia mengecam keras agresi Zionis-Israel atas Palestina dan juga tindakan Israel yang merusak kesepakatan Oslo di tahun 1993. Federasi buruh itu juga mengecam keras tindakan militer Israel atas apa yang dilakukannya di Tepi Barat.

    Dalam suatu pidato di Hari Buruh, pimpinan federasi buruh Gerd -Liv Valla menyerukan agar masyarakat dunia melakukan aksi boikot atas semua produk Israel hingga negeri Zionis itu menghentikan segala tindakan biadabnya. Valla juga mengkritisi pemerintah Norwegia yang bersikap pasif terhadap konflik yang terjadi di Palestina.

    Persatuan Buruh Transport Norwegia bahkan membuat barikade di gudang-gudang yang menyimpan buah-buahan dan sayuran dari Israel.

    “Tindakan ini tidak akan kami hentikan sampai tentara Israel menghentikan aksi kekerasannya di Palestina. Barikade ini baru akan kami buka jika produk-produk Israel di dalamnya dilenyapkan!” tegas juru bicara buruh Thorbjoern Kristoffersen.

    Dalam upayanya ini, organisasi buruh Norwegia juga membagi-bagikan dan menempel aneka selebaran yang berisi ajakan untuk menyukseskan kampanye boikot produk Israel. Selebaran itu disertai dengan poster aneka produk Israel yang harus diboikot. Serikat buruh Eropa juga tidak mengizinkan ekspor manufaktur dan produk lainnya ke daerah jajahan Zionis-Israel. Berbagai media cetak juga memuat berita ini lengkap disertai pemuatan brosur dan selebaran boikot.

    Penasehat ekonomi Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris, Guy Gantley memprediksi kampanye boikot produk Israel yang dilakukan oleh Serikat Buruh Eropa akan membinasakan perekonomian negeri Zionis itu. Gantley mengatakan hal itu dalam sebuah acara di Royal Institue of International Affairs.

    Dampak yang paling cepat terasa, ujar Gantley, adalah di sektor pariwisata di mana turis dan jumlah penerbangan akan anjlok, dan mengalami kerugian besar. Hanya dalam waktu dua bulan saja, periode Maret dan April 2002, sektor pariwisata Israel mencatat hanya dikunjungi turis sebanyak 670 ribu turis dari yang biasanya berjumlah lebih dari dua juta turis.

    Aksi boikot yang begitu marak di Norwegia membuat gerah Tel Aviv. Menteri Pertanian Israel, Yisrael Katz, mengancam Dubes Norwegia di Tel Aviv bahwa Israel akan memperkarakan negaranya ke meja hijau jika pemerintah Norwegia tidak segera menghentikan aksi propaganda boikot lewat media-media massa.

    Katz menuduh LSM-LSM Norwegia yang mengajak memboikot produk Israel dengan mengangkat isu anti-Semit dan kejahatan berdarah Israel. Ancaman Katz ini datang setelah nilai ekspor Israel ke negara-negara Eropa turun drastis akibat kampanye boikot. Produk-produk Israel yang diproduksi di pemukiman-pemukiman Yahudi yang didirikan di tanah Palestina, Tepi Barat, dan Jalur Gaza merupakan produk Israel yang paling banyak mengalami pukulan.

    Dalam berbagai pengumuman atau iklan yang menentang produk Israel di koran-koran Norwegia, dituliskan: “Buah Israel berbau racun…. Lawan penjajahan atas Palestina… Jangan Anda beli sayuran dan buah-buahan produk import Israel. ” Dalam iklan-iklan tersebut terlihat jelas stiker yang diletakkan di atas buah dan sayuran Israel dengan tulisan seperti: Java, Carmel, dan Supra. Ada pula iklan bergambar sebuah jeruk produk Israel dialiri dengan darah.

    Sebab itu, Kedubes Israel di Norwegia mengecam atas apa yang sering dimuat di media massa Norwegia dengan mengkampanyekan anti penjajahan Israel terhadap Palestina dan kampanye anti produk Israel. Kedubes Israel menganggap, iklan-iklan seperti itu amat berbahaya dan tidak menunjukkan sikap bersahabat.

    Denmark : Serikat Buruh Denmark membatalkan rencana pengiriman perangkat keras komputer dari perusahaan teknologi digital Israel, setelah tentara Zionis melakukan kekerasan yang terus-menerus terhadap warga Palestina. Beberapa pejabat perusahaan melakukan berbagai strategi dan bujukan agar sikap Serikat Buruh Denmark melunak. Bahkan diselenggarakan rapat dengan pemimpin serikat buruh, namun itu semua tidak menghentikan langkah Serikat Buruh Denmark yang tetap konsisten untuk melakukan boikot terhadap produk Israel.

    “Dia sangat keras kepala!” keluh Dov Shoam, CEO Radix Technologies, setelah gagal membujuk Kepala Serikat Buruh Denmark, Jens Peter Hansen, dalam pertemuan yang diadakan di Kopenhagen. “Dia mungkin mendengarkan. Tapi cuma itu yang dilakukan. Sikapnya sama sekali tidak bergeser sedikit pun, ” keluh Shoam kepada reporter dari Yediot Ahronot. “Mungkin kita harus membomnya dahulu agar dia mengerti sikapnya itu salah!”

    Shoam mencoba menghadang upaya Serikat Buruh Denmark dengan melakuan kampanye di internet setelah Hansen membatalkan pembelian 60 unit “Radix Protector” net solution card dengan nilai besar. Namun ini pun gagal.

    Perancis: Sekitar 20 organisasi masyarakat Perancis mengajak Uni Eropa untuk memboikot Israel dan mengirimkan pasukan internasional untuk melindungi bangsa Palestina. Hal ini diserukan setelah tentara Zionis tersebut membunuh pimpinan HAMAS di jalur Gaza DR. Abdul Aziz Rantisi.

    Kebanyakan ormas Perancis yang menandatangani pernyataan sikap itu adalah ormas-ormas yang dekat dengan imigran Palestina, seperti Gerakan Nasional untuk Palestina, Organisasi Solidaritas untuk Palestina, begitu juga organisasi-organisasi Yahudi Ortodoks yang mendukung perdamaian, seperti Persatuan Perancis Yahudi untuk Perdamaian dan ditambah organisasi-organisasi HAM Perancis, seperti Gerakan Anti Rasisme dan Gerakan Persahabatan Antar Bangsa.

    Ormas-ormas Perancis itu, dalam pernyataannya, meminta agar dunia sesegera mungkin turun tangan untuk melindungi bangsa Palestina dan mengakhiri penjajahan Israel, juga merobohkan tembok ‘rasis’ pemisah yang dibangun Israel di Tepi Barat.

    Mereka juga mendesak Uni Eropa untuk memboikot Israel dan membekukan semua perjanjian dengan negara Yahudi itu. Tidak itu saja, mereka juga mengajak untuk menggelar konferensi internasional untuk mewujudkan solusi adil bagi persoalan Palestina.

    Dua wartawan harian Israel The Jerusalem Post, Zev Stub dan Sigalit Shachor juga melaporkan bahwa sejumlah partner bisnis di Perancis telah membatalkan pembelian produk-produk dari perusahaan industri Barkai yang memproduksi plastik film. Manajer pemasaran Barkai Industries, Haim Levy, menyatakan hal itu kepada media.

    Levy juga menyerukan agar warga Israel dan kaum zionis di seluruh dunia menghujani seluruh media massa yang beredar di Perancis dengan surat, termasuk di situs-situs Perancis. “Opini yang disebar oleh media yang terbit di Perancis sungguh-sungguh telah merugikan kami, banyak rekanan kami yang kemudian membatalkan pesanaan produk-produk kami, ” keluh Levy seraya mengatakan bahwa sejak kasus itu 9-11 perusahaan Israel yang biasanya melayani banyak order dari sejumlah rekanannya di Eropa mengalami penurunan permintaan sampai 40 persen.

    “Di saat bersamaan, order Eropa kepada perusahaan-perusahaan Asia melonjak tajam bahkan hampir dua kali lipatnya. Ini sungguh menjadi masalah bagi kami, ” ujarnya lagi.

    Inon Leroy, Atase Perdagangan Kedutaan Israel di Perancis mengatakan, “Saya tidak dapat mengatakan bahwa ini bukan masalah. Ini benar-benar masalah yang nyata, ” cetus Leroy.

    Inggris : London University School of Oriental and African Studies menggelar sebuah konferensi yang salah satu agendanya adalah melakukan boikot akademik terhadap universitas-universitas Israel. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap agresi Israel atas rakyat Palestina.

    Seruan itu diwujudkan dalam sebuah manifesto yang menyerukan para akademisi untuk menolak bekerja dengan institusi milik Israel. Termasuk dalam seruan itu adalah penolakan beasiswa dan menghadiri konferensi yang diadakan oleh mereka.

    Seorang filsuf dari St Mary’s College di Twickenham menyatakan, boikot akademik ini merupakan jalan damai yang diharapkan mampu memberikan pengaruh yang signifikan bagi rakyat Palestina. “Banyak orang yang senang melakukan boikot terhadap Afrika Utara, tetapi mengapa tak berani melakukan boikot terhadap Israel?, ” tantangnya.

    Sementara itu, Hilary Rose, akademisi yang menggalang kampanye boikot tersebut menyatakan langkah ini merupakan sebuah eskalasi yang diharapkan memiliki dampak moral yang lebih besar. “Ini menunjukkan bahwa pemerintah tak memiliki kemampuan untuk menegakkan keadilan secara benar pada masalah Palestina, ” tambahnya.

    Menurut Koordinator Palestinian Society, Awad Joumma, boikot ini merupakan upaya untuk mengedepankan perdamaian dan kesamaan bagi rakyat Palestina. “Kami adalah orang-orang yang selama ini mendapatkan serangan kejam dari Israel namun tak ada keadilan bagi kami, ” tegasnya.

    Sementara Colin Bundy, Direktur The School of Oriental and African Studies (SOAS), menyatakan bahwa pihaknya menerima banyak email yang menentang penyelenggaraan konferensi yang dibarengi dengan aksi boikot tersebut.

    Anggota Masyarakat Yahudi, Gavin Gross, menyatakan bahwa konferensi ini tak akan menghasilkan apa-apa kecuali kebencian. Karena konferensi ini hanya akan mendelegitimasi Israel dan masyarakatnya. Dan kegiatan tersebut juga dilakukan secara tak seimbang.

    Sementara itu, Asosiasi Gereja Angelia Interasional melakukan aksi serupa terhadap Israel. Aksi ini mencakup embargo dan boikot investasi Israel di Inggris sebagai kecaman atas kekejaman Israel di tanah Palestina.

    Seruan itu dilakukan Organisasi Jaringan Perdamaian dan Keadilan di tengah kecemasan yang meningkat di Israel setelah adanya dukungan datang dari gereja-gereja, perguruan tinggi, asosiasi perdagangan di Barat untuk melakukan boikot terhadap Israel. Jeni Tebi, pimpinan organisasi ini mengatakan, tidak ada keraguan sama sekali bahwa kita harus melakukan embargo keras terhadap Israel untuk menunjukkan dunia bahwa lembaga Gereja Angelia merupakan salah satu yang bertanggung jawab moral dalam masalah ini.

    Ia mengatakan, pihaknya sangat paham tengah berhadapan dengan dengan salah satu negara terkaya dan terkuat yang didukung Amerika dan seruannya adalah seruan umat Kristiani. Pada Juni 2005, kelompok Kristen Angelia ini juga mengajak pimpinan kelompok ini yang berjumlah 75 juta orang di seluruh dunia untuk menekan pemerintah-pemerintah dunia agar memboikot Israel. (Rizki Ridyasmara/Bersambung)

  90. Cara Mudah Hancurkan Zionis (Tamat)

    Fatwa boikot produk Israel dan AS yang diserukan Yusuf Qaradhawy disambut gegap-gempita oleh aktivis kemanusiaan dunia dari Eropa hingga Asia, setelah Denmark, Perancis, Inggris, maka Swedia dan lainnya juga merespon dengan sangat antusias. Inilah di antaranya:

    Respon di Swedia

    Anna Lind, Menteri Luar Negeri Swedia, menegaskan dirinya akan turut menyukseskan kampanye boikot produk Israel. Ini dikutip oleh semua media terbitan Swedia tanggal 20 April 2002. “Saya akan memboikot produk-produk Israel yang banyak dijajakan di sejumlah supermarket negeri ini, khususnya buah-buahan seperti jeruk dan alpukat, ” ujar Lind.

    Saat berbicara dalam sebuah tayangan televisi Swedia (19 April 2002), Anna Lind menyatakan, “Jika pun saya tidak mampu untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah Swedia untuk bersatu dalam barisan kampanye boikot produk Israel, saya pribadi akan tetap melakukan aksi ini. ” Tindakannya ini, ujar Lind, dilakukan sebagai bentuk protes dan kecaman terhadap kebiadaban tentara Zionis-Israel terhadap warga Palestina.

    Lind merupakan salah satu aktivis dari Partai Sosial Demokrat yang secara resmi memang bersimpati pada perjuangan bangsa Palestina dalam merebut kemerdekaannya dari penjajahan Zionis-Israel. Menteri Luar Negeri yang baru, Stein Anderson, juga berasal dari partai yang sama dengan Lind dan secara pribadi juga bersahabat akrab dengan Presiden Palestina Yasser Arafat.

    Menteri Kerjasama Internasional Palestina, Nabil Shaat, ketika berkunjung ke Ibukota Swedia, Stockholm, bertemu dengan PM Goeran Persson. Pemerintah Swedia, ujar Persson, akan memberikan bantuan uang kepada Palestina sebesar 350 Swedish Corona atau mendekati 35 juta dollar AS untuk membangun kembali kamp pengungsian di Jenin dan wilayah sekitarnya yang luluh-lantak akibat kekejaman tentara Zionis yang melancarkan aksi pembantaian di Jenin.

    Shaat juga bertemu dengan Lind yang menyatakan kaget dengan apa yang menimpa warga Palestina. Lind dalam kesempatan itu berjanji akan membantu bangsa Palestina dengan sekuat tenaga. Shaat sangat terharu atas perhatian pemerintah Swedia yang menunjukkan empati demikian tinggi terhadap nasib bangsa Palestina. Di kantor-kantor pemerintah, dari pegawai rendahan hingga pejabat tingginya banyak yang memakai pin bertuliskan “Boikot Israel”.

    Setelah terjadinya pembantaian warga Palestina di Jenin, segenap masyarakat Swedia turun ke jalan-jalan melakukan unjuk rasa mengecam ulah biadab tentara Zionis pimpinan Ariel Sharon waktu itu. Dalam aksinya, mereka mengusung pamflet dan spanduk panjang yang berisi kecaman terhadap Sharon dan menyebutnya sebagai pembunuh berdarah dingin. Ada pula yang menulisi spanduknya dengan kalimat “Bush is a killer” atau “Zionism is Fascism”.

    Beberapa kelompok Yahudi di Swedia juga menggelar aksi tandingan. Di sejumlah tempat, bentrokkan tak terelakkan yang berakhir dengan kedatangan polisi yang menyemprotkan gas air mata untuk melerai kedua kelompok tersebut.

    Di kota Obsala, peserta aksi unjuk rasa mengenakan pakaian hitam-hitam, menutup mulutnya, sambil membawa lilin dalam satu acara di malam hari. Mayoritas warga Swedia dengan tegas menyatakan berdiri di samping Palestina. Kian hari kian banyak warga Swedia yang bergabung dalam kampanye boikot produk Israel. Bahkan masalah Palestina menjadi salah satu agenda utama pembahasan di dalam pemilihan umum parlemen di bulan September 2002.

    Di Rusia

    Liga Muslim Rusia juga tidak ketinggalan ikut serta dalam menyukseskan kampanye boikot produk Israel dan Amerika. Mereka men-sweeping pasar-pasar dan sejumlah supermarket di Rusia. Aneka selebaran dan poster berisi seruan boikot ditempelkan di sejumlah tempat keramaian. Ini dilakukan sebagai bentuk protes atas kekejaman tentara Zionis yang terus-menerus melakukan pembantaian terhadap bangsa Palestina.

    Pada tanggal 2-4 Mei 2002, di timur Rusia diselenggarakan konferensi Liga Muslim Rusia mengambil tema “Muslim Rusia dan Isu-Isu Kontemporer”. Sheikh Nafiullah Ashirov, pimpinan Liga Muslim Rusia, menyerukan agar Muslim Rusia wajib memboikot produk Israel dan Amerika. “Membeli produk Israel dan Amerika berarti Anda telah membantu mereka membunuhi bangsa Palestina!” tegas Ashirov seperti termuat dalam situs http://www.Islam. Ru.

    Ashirov juga menyebut aksi boikot sebagai jihad kecil melawan Israel bagi siapa pun yang belum diberi kesempatan untuk melakukan jihad besar melawan Israel di tanah Palestina. Ashirov juga menuding Amerika sebagai negara yang dengan nyata membantu Israel dan juga secara langsung memerangi umat Islam dunia.

    Mufti Republik Tataristan, Othman Isaacov, dengan penuh empati menyatakan sikapnya, “Hati kami berada di Palestina, dan jiwa kami ada di Afghanistan. Kami menyerukan kepada saudara-saudaraku seiman di seluruh dunia untuk mengambil bagian dalam peperangan abadi melawan musuh-musuh Allah ini. Salah satu jalan terbaik untuk menolong saudara-saudara kita di Palestian dan Afghan adalah dengan jalan memboikot produk-produk mereka. ”

    Harian Islam Rusia, Al-Fikr, memuat sejumlah produk AS dan Israel yang diserukan untuk diboikot, antara lain produk Coca-Cola, Pepsi-Cola, Heinz, New Alex, Rodina, California Gardens, dan sebagainya.

    Kampanye boikot produk Israel dan AS yang bergema di seluruh dunia ditanggapi Israel dengan sikap reaktif. Asosiasi Manufaktur Israel menyatakan kekecewaannya atas kampanya boikot yang diserukan oleh Eropa. Akibat seruan boikot ini, banyak rekanan Israel di Eropa yang membatalkan pembelian dan perjanjian bisnisnya.

    Asosiasi ini juga mendesak pemerintahnya untuk sesegera mungkin memberikan bantuan dan menjamin kelancaran ekspor produk-produk Israel ke luar negeri agar permintaan bisa kembali lancar. Ini dilakukan karena di sejumlah negara Eropa, produk-produk Israel tertahan di bandara atau pelabuhan karena serikat buruh setempat menolak untuk mengangkut atau memproses barang-barang negeri Zionis tersebut. Walau tidak disebutkan dengan jelas, diduga kuat, kerugian yang dialami perusahaan Israel sangatlah besar.

    Israel Kolaps

    Dalam waktu tidak lebih dari dua tahun, jumlah turis ke Israel turun lebih dari 90 persen, tingkat hunian hotel-hotel di Israel turun drastis hingga 47 persen (Jerusalem Post, Haim Shapiro, “Israel Hotel visits drop 47% in first half”, 24 Juli 2002).

    Perusahaan maspakai penerbangan Israel, El Al, mengurangi jumlah penerbangan ke Eropa dan Amerika hingga 10-30 persen (Data dari CEO El-Al-Yitzchak Amitai dalam. http://Www.Globes. Co.il, “El Al-Cuts Flights to Europe & US”, 5 Mei 2002).

    Israel Military Industries, mem-PHK 1. 000 pekerjanya, menutup 5 unit pabrik senjatanya, menggabungkan unit-unit usaha sebagai langkah efisiensi, dan merencanakan privatisasi (Data dari CEO IMI, Arieh Mizrahi, dalam rapat resmi dengan Federasi Pekerja Histadrust yang dipimpin oleh MK Amir Peretz, seperti dikutip dari Harian Ha’aretz, by Haim Bior, “Israel Military Industries set to fire 1000 workers and close factories”, 11/8/ 2002).

    IMI mengalami defisit keuangan sekitar 30-40 juta dollar AS di tahun 2002. Venture Capital Funds (VCs) yang menanamkan investasi di Israel antara tahun 1999 hingga 2001 telah kehilangan hingga 5 miliar dollar AS dari keseluruhan investasi sebesar 6, 5 miliar dollar AS (Ha’aretz, by Oded Hermoni, “Investors lose $5 billion on Israeli startups”, 5 Agustus 2002).

    Yoram Tietz dari Ernst & Young Israel (Kost, Forer & Gabbay): “Dua miliar dollar AS hilang akibat penutupan sejumlah perusahaan, tiga miliar dollar AS hilang akibat terdepresi oleh situasi perekonomian dan politik di Israel yang menunjukkan grafik yang kurang menguntungkan. ”

    Dalam kuartal kedua 2002, laba perusahaan-perusahaan hi-tech di Israel dari sisi investasi dan kerjasama proyek turun 43 persen atau 291 juta dollar AS dibanding pendapatan dalam kuartal yang sama di tahun 2001 (Data Israel Venture Capital, dari The Jerusalem Post, by Mati Wagner, “Venture Capital Investments in Israel down 43% in Q2”, 24/7/ 2002).

    Dana Dari Amerika

    Mengetahui Zionis-Israel sekarat, Zionis Amerika lekas-lekas menolong. Paul Wolfowitz menggelar acara penggalangan dana besar-besaran untuk Israel bertajuk “Stand with Israel”. Dana miliaran dollar AS mengalir deras ke Israel dalam tempo singkat. Perusahaan-perusahaan AS bergotong royong dengan pemerintahan Bush menggelontorkan dana miliaran dollar ke negeri Zionis tersebut. Israel tidak jadi tewas. Amerika menjadi dewa penolongnya.

    Sekarang, masihkah kita mau menyalurkan uang kita ke perusahaan-perusahaan pro Zionis? Masihkah kita sudi membelanjakan uang kita ke mereka? Jika Yahudi Neturei Karta saja memboikot produk AS dan Israel, maka jika kita masih saja berbelanja produk AS dan Israel, maka sesungguhnya kita lebih buruk dari pada Yahudi. Bukan saja Yahudi terlaknat, tapi bisa jadi, kita pun terlaknat. (Tamat/Rizki Ridyasmara)

  91. Trend Kabbalah Artis Top Dunia

    Banyak selebritis top dunia yang kini gandrung pada ajaran mistis Kabbalah. Sebut saja: Britney Spears, Madonna, Ashton Kuthcner, Demi Moore, David Beckham serta isterinya Victoria, Elizabeth Taylor, Guy Ritchie, Lindsay Lohan, Keira Knightley, dan Jeff Godblum merupakan segelintir dari mereka.

    Jenifer Minar dalam artikel berjudul “Celebrities and Kabbalah… Why The Fascination” seperti yang dimuat dalam AssociatedContent.com (17/5/05) mengutip penulis buku “The 72 Names of God:Technology for the Soul”, Yehuda Berg, menyatakan bahwa trend artis top dunia mempelajari Kabbalah lebih didorong oleh kekosongan jiwa mereka di tengah gemerlapnya kehidupan kaum jetset. “Mereka sudah memiliki segala mimpi yang diinginkan semua manusia, namun di dasar hati mereka yang paling dalam, mereka tetap merasa haus. Mereka bingung dan bertanya pada diri sendiri tentang keberadaan mereka dan kehidupan dunia ini. Apa makna hidup bagi mereka. Sebab itu mereka mencari-cari jawabannya?” ujar Berg.

    Madonna mengamini pandangan Berg. Dalam berbagai wawancara soal keputusannya memeluk Kabbalah sebagai pedoman kehidupan religinya, Madonna yang memiliki ‘nama Kabalis’ Esther, mengaku sekarang hidupnya menjadi lebih bermakna. “Kabbalah telah mengubahku menjadi lebih baik. Ia (Kabbalah) mampu mengurangi egoisme yang ada dalam diriku. Bukan itu saja, Kabbalah juga memberikan ruang yang lebih luas guna dipakai sebagai sarana kontemplasi bagi banyak hal, ” papar Madonna.

    Seperti halnya Madonna, artis Lindsay Lohan pun memiliki ‘nama Kabalis’nya sendiri setelah masuk menjadi anggotanya. Namun jika Madonna memilih nama ‘Esther’ maka Lohan memilih nama ‘Rose’, sebuah nama yang cukup kuno dan memiliki arti yang sangat penting dan khusus dalam ritus Kabbalah. Salah satu kuil Kabbalah kuno yang didirikan pelarian Templar berdiri di Skotlandia dan diberi nama Rosslyn Chapel, Kapel Rose.

    Madonna memang dikenal sebagai ikon selebritis Kabalis. Salah seorang pengagumnya yang juga artis top, Britney Spears, mengikuti jejak sang idola masuk menjadi anggota Kabbalah. Ketika Britney menyatakan diri masuk Kabbalah, Madonna memberinya buku tentang Kabbalah sebagai hadiah khusus darinya. Bagi Spears, Kabbalah memberinya banyak kebebasan dalam berekspresi, juga dalam selera seksnya yang oleh banyak kalangan dianggap murahan.

    Banyaknya artis top dunia yang memeluk Kabbalah tidak lepas dari peran pusat-pusat Kabbalah yang berdiri di kota-kota besar di Amerika dan Eropa. Menurut Jenifer Minar, di seluruh dunia sekarang ini telah berdrii tak kurang dari 50-an pusat Kabbalah (Kabbalah Centre). “Siapa pun bisa masuk ke sana dan menjadi anggotanya, ” demikian Minar.

    Arti Kabbalah
    Kabbalah sendiri sesungguhnya memiliki arti sebagai ‘yang diteruskan atau diwariskan secara lisan’. Ajaran Kabbalah dipercaya merupakan ajaran paganisme yang memadukan kepercayaan terhadap kosmos dengan jiwa manusia, sumber dari ajaran Talmud yang kini banyak dianut oleh kaum Zionis-Yahudi seluruh dunia.

    Hanya saja, Kabbalah juga lekat dengan ritus-ritus ajaran kegelapan dan satanisme. Banyak ritus yang dilakukan para Kabalis guna ‘memelihara’ jiwa Kabbalahnya, antara lain ritus pengorbanan nyawa manusia, ritus meminum darah, ritus seks bebas, dan lain sebagainya. Sejak berabad silam Gereja menentang ajaran ini. Namun para Kabalis kemudian melakukan perlawanan terhadap Gereja dan bahkan mendirikan gerejanya sendiri dengan nama Satanic Churc atau Gereja Setan. Di Indonesia, kasus Gereja Setan pernah diberitakan ada di Bandung dan tempat lainnya, walau kemudian menghilang begitu saja. •Rz

  92. Zionisme dan Freemasonry

    A. Zionisme
    Istilah Zionisme, berasal dari kata Zion dalam bahasa Ibrani (Yahudi), yang berarti batu. Maksudnya, ialah batu bangunan istana yang didirikan oleh Nabi Sulaiman di kota Al-Quds, Yerusalem, Israel. Kata Zionis ini kemudian dipergunakan sebagai nama suatu ideologi yang diikuti oleh bangsa Yahudi di seluruh dunia, yaitu bahwa bangsa Yahudi akan mendirikan kerajaan Israel Raya dengan Al-Quds sebagai ibu kotanya.

    Kitab Talmud atau Taurat orang Yahudi (bukan Taurat Nabi Musa), yang dijadikan pegangan bagi kekuatan setan untuk menguasai dunia, sehingga bumi ini penuh dengan kejahatan, kedhaliman dan penindasan.

    Ketika Nabi Musa diutus menyampaikan Risalah Tuhan, Nabi Musa telah mengetahui ketimpangan di dalam sistem masyarakat pada waktu itu, dan menjuluki mereka sebagai anak-anak setan (Lucifer).

    Bahkan Nabi Musa mengungkapkan di muka umum, bahwa mereka itulah orang-orang yang menamakan dirinya Yahudi, dan sekaligus merusak syariat Nabi Musa. Mereka oleh Nabi Musa juga dicap sebagai pendusta yang tidak menganut agama apa pun, disamping juga ‘dikukuhkan’ sebagai rentenir Yahudi.

    Dengan demikian, Nabi Musa sebagai utusan Allah telah membeberkan hakikat keburukan setan bertubuh manusia. Adalah bagian dari misinya untuk menyelamatkan manusia dari kejahatan setan yang dari masa ke masa terus menyesatkan manusia. Tindakan Musa ini mengilhami generasi bangsa-bangsa berikutnya untuk mengetahui persekongkolan setan itu, agar selanjutnya bisa menghindar. Semoga salam sejahtera dilimpahkan Allah kepada Nabi Musa, semoga pula kita bisa mengambil i’tibar dari beliau dalam memerangi kejahatan setan.

    B. Konspirasi dalam Perjalanan Sejarah
    Karena kehendak Allah semata persekongkolan moderen (Konspirasi moderen) terpukul dan terungkap oleh halayak umum pada tahun 1784. Akibat pukulan itu, bukti dan dokumen rahasia banyak yang jatuh ke tangan pemerintah Bavaria. Peristiwa ini terjadi setelah Adam Weiz Howight, salah seorang pendeta Kristen terkemuka dan profesor Theologi pada universitas Angold Stadt di Jerman Murtad dari agamanya. Ia kemudian mengikuti faham Atheisme.

    Pada tahun 1770 tokoh-tokoh Yahudi Jerman kemudian menemukan Adam Weiz Howight sebagai seorang cendekiawan yang paling tepat untuk dimanfaatkan, demi kepentingan Yahudi. Mereka segera menghubungi Howight untuk selanjutnya memberi tugas penting, agar Howight bersedia meninjau Kitab Protokol tokoh-tokoh Zion klasik, kemudian menyusunnya kembali berdasarkan prinsip moderen sebagai langkah untuk menguasai dunia, yaitu dengan meletakkan faham Atheisme dan menghancurkan seluruh ummat manusia. Lebih jelasnya, untuk menghancurkan bangsa lain selain Yahudi (Gentiles) (marked :Gentile =non yahudi = kafir = islam dan kristen termasuk di dalamnya), yaitu dengan menyalakan api peperangan dan pembunuhan masal, Genocide, (marked : tentunya bisa juga dengan meminjam tangan negara lain, dan korbannya Bosnia, Palestina, Afghanistan dll), pemberontakan dan
    membentuk organisasi teroris berdarah dingin, disamping menghancurkan pemerintah yang berlandaskan prinsip kemanusiaan.

    Tahun 1776 Howight telah menyelesaikan tugasnya dengan cemerlang, dengan meletakkan dasar-dasar sebagai landasan program berdarah sebagai berikut :

    1.Menghancurkan pemerintah yang sah, dan mendongkel ajaran agama dari pemeluknya. (marked : sekali lagi, sasarannya adalah Gentile, Islam dan Kristen pasti jadi tender pertama).

    2.Memecah-belah bangsa non-Yahudi (Gentiles) menjadi berbagai blok militer yang saling bermusuhan terus-menerus, dengan menciptakan berbagai masalah antara blok-blok itu, mulai dari masalah ekonomi, sosial, politik, budaya, ras dan seterusnya. (marked : memecah-belah kristen ? why not, kita bisa lihat di milis ini ada orang yang kelakuannya begitu. Ehm, telinga doi pasti sedang kepanasan)

    3.Mempersenjatai blok-blok agar saling menghancurkan.

    4.Menanamkan benih perpecahan dalam suatu negeri, kemudian memecah-belah lagi menjadi berbagai kelompok, yang saling membenci. Dengan begitu, sendi-sendi agama dan moralitas serta materi yang mereka miliki akan terkuras habis. (marked : Bosnia-Serbia, Afganistan Utara-Thaliban, Irlandia ? Masuk akal. Dan baru-baru ini di satu milis ada yang mauin indonesia supaya bubar, mulai nggak waras ini orang)

    5.Mewujudkan seluruh cita-cita yang telah disusun secara bertahap, yaitu menghancurkan pemerintah yang sah serta norma-norma susila, termasuk ajaran agama dan moralitas yang menjadi pegangan masyarakat. Ini merupakan langkah pertama untuk menabur benih pergolakan, kebejatan dan kekejaman. (marked : Afghanistan ? Ini tentu contoh yang paling dekat.)

    Peranan Howight bukan hanya meletakkan prinsip dasar dalam Konspirasi Internasional itu, melainkan juga menyusun kembali organisasi Freemasonry. Ia diberi kepercayaan untuk mengepalai organisasi rahasia tersebut, dan melaksanakan rencana yang telah disusun dengan nama samaran Perkumpulan Cendekiawan Zion, yang oleh para tokoh Yahudi juga disebut sebagai Perkumpulan Nurani (marked : Illuminati) Yahudi. Sebutan ini lebih tepat jika dinis-batkan kepada asal kata ‘An-Naar’ yang berarti ‘api’, daripada kepada kata ‘An-Nur’ yang berarti cahaya. Sebab, cendekiawan yang dimaksud adalah anak-anak setan yang bertubuh manusia.

    Sedang setan itu menurut Al Qur’an diciptakan dari api. Dan lagi Howight dalam gerakan yang dipimpin-nya menggunakan tipu daya licik, agar hakikat busuk dari rencana kegiatannya tetap merupakan rahasia. (marked : di film Tomb Rider, illuminati certitanya bertujuan untuk menghancurkan dunia, cocok sekali)

    Organisasi bertujuan menciptakan satu peme-rintahan dunia, yang tersendiri dari tokoh-tokoh yang memiliki tingkat intelegensia tinggi.

    Dengan perkumpulan inilah Howight mampu merekrut sejumlah lebih dari 2000 tokoh kaliber dunia, dengan latar belakang yang berbeda untuk menjadi anggota kelompok nurani, mulai dari ilmuwan, psikolog, ahli ekonomi, politisi, pengusaha dan guru-guru besar berbagai universitas terkemuka (marked : termasuk juga mungkin para psikopat). Tidak lama kemudian, Howight berhasil mendirikan Free Masonry Induk yang disebut The Grand Eastern Lodge, yang dijadikan sebagai pusat dan panutan bagi lain-lain perkumpulan Free Masonry yang tersebar di kota-kota besar dunia. (marked : di indon juga ada, beberapa tahun yang lalu mereka nempelin iklan perekrutan, bagaimana dengan jakarta, padang, surabaya??? ada yang pikirannya sedikit ngaco nggak di sekitar kita?)

    nb: Freemasonry berasal dari kata free dan masonry (batu/tukang batu), maksudnya membangun negeri Yahudi di atas negara Palestina. Gerakan ini dibuat oleh 9 orang Yahudi di Palestina tahun 37 M, yang dimaksudkan untuk melawan agama Masehi (Kristen). Pada tahapan berikutnya, Freemason menemparkan dirinya sebagai musuh thd agama Kristen dan Islam. Pada tahun 1717 M gerakan ini melangsungkan seminar di London di bawah pimpinan Anderson. Ia secara formal menjabat sbg kepala gereja Protestan, tetapi pada hakekatnya adalah seorang Yahudi. Dalam seminar inilah gerakan rahasia ini meresmikan pemakaian nama Freemason (sumber buku karangan Sidik Jatmika)

    C. Taktik Konspirasi
    Weiz Howight belum merasa puas dengan prestasi yang telah diraih. Ia melangkah lebih jauh dan membuka hubungan dengan berbagai kalangan tinggi kaum Yahudi untuk meletakkan rencana yang lebih matang, dan sekaligus pelaksanaannya. Disini kita bisa mengukur, sejauh mana rencana gila yang diletakkan oleh anak-anak setan sebagai perangkap terhadap kaum Gentiles (kafir, non Yahudi). Ini kita ketahui dari dokumen rahasia yang bocor, sehingga rencana rahasia yang telah mereka susun rapi bisa terungkap. Adapun rencana umum dalam Konspirasi yang harus dipegang oleh para tokoh Free Masonry sepanjang sejarah adalah :

    1.Menggunakan taktik suap dengan uang, di samping memakai sarana kebebasan seks, dalam upaya menggaet tokoh yang punya kedudukan tinggi dalam bidang akademik, ekonomi, sosial dan lain-lain, yang bisa dijadikan sarana Konspirasi. Apabila umpan yang diincar berhasil dijaring masuk perangkap, maka dengan diam-diam para tokoh Freemason mulai melilitkan tali-tali perangkap pembiusan lewat arena politik, ekonomi, sosial, atau menjadikan mangsanya sebagai skandal yang menggemparkan. Tidak jarang para penderita itu mengalami nasib penculikan, penyanderaan, atau bahkan pembunuhan, termasuk pula istri dan anak-anak mereka.

    2.Para tokoh Freemason yang bekerja sebagai pendidik di berbagai lembaga pendidikan ditugaskan untuk memperhatikan anak-anak didik yang berbakat, dan membinanya sebagai sosok manusia yang berpandangan anti nilai-nilai moral dan imnual, sehingga kelak mudah diman-faatkan oleh gerakan Free Masonry. (marked : hati-hati bagi orang yang merasa diri pintar dan berbakat mungkin sedang diinduk semangi oleh gerakan Freemason)

    3.Menyiapkan program kerja yang menyangkut kader-kader Freemasonry, untuk memperluas jaringan kerja dengan memusatkan kegiatan pada bidang mass media, melalui surat kabar, majalah, radio dan TV (marked : termasuk milis? Pasti). Jaringan kerja ini harus ditempatkan di bawah pengawasan Perkumpulan Yahudi Internasional.

    4.Menguasai alat komunikasi dan mass media untuk dimanfaatkan sebagai senjata dalam membuat berita yang membingungkan, atau memalsukan kenyataan, atau memutar-balik fakta. Maka, kekacauan dunia bisa disetir oleh mereka.

    Prancis dan Inggris pada masa itu adalah dua negara adikuasa dunia. Maka Howight menjadikan dua negara itu sebagai target utama untuk dihancurkan dari dalam oleh persekongkolan Yahudi, untuk kemudian dikuasai. Demikanlah Howight bekerjasama dengan tokoh-tokoh

    Yahudi dalam proyek rahasia yang punya dua ujung tombak sasaran, yaitu satu sisi menjerumuskan Inggris ke dalam kancah peperangan yang berkepanjangan di berbagai negeri jajahannya, sehingga nyaris mengalami kelumpuhan yang parah. Sisi lain adalah menyalakan api revolusi besar di Perancis yang mampu menggoncangkan masyarakat Perancis tahun 1789. (marked : sekarang apakah mereka juga terlibat untuk menjerumuskan Amerika? Sangat pasti, apalagi Amerika kini dikuasai lobi Yahudi)

    Setelah selesai merumuskan program di atas, Kaum Nurani Yahudi menugaskan seorang tokoh Freemasonry asal Jerman bernama Tasfaac pada tahun 1784, untuk menyusun program Weiz Howigt dalam bentuk buku yang diberi nama Program Asli yang Unik. Sejak itu buku tersebut menjadi pegangan dan rujukan bagi persekongkolan Internasional. Perkumpulan Freemasonry mengirim satu eksemplar buku penting itu kepada beberapa tokoh Yahudi di ibu kota Perancis, untuk mengatur jalannya gejolak revolusi. Namun berkat Rahmat Allah semata, utusan tersebut disambar petir ketika ia sampai di sebuah kota kecil antara Frankfurt dan Paris, dan meninggal dunia saat itu juga. Ketika pasukan keamanan menyelidiki untuk mengetahui sebab kematiannya, dokumen penting yang ada dalam saku mantelnya sangat menge-jutkan mereka. Dokumen tersebut segera disampaikan kepada yang berwajib di kerajaan Bavaria. Penguasa Bavaria mempelajari dokumen tersebut dengan penuh perhatian.

    Setelah itu, pemerintah segera mengeluarkan instruksi kepada pasukan keamanan untuk menduduki sarang Freemasonry The Grand Eastern Lodge, yang dipimpin oleh Weiz Howight itu. Demikian pula nama-nama Kaum Nurani Yahudi yang terdapat dalam dokumen tersebut tidak luput dari penggerebekan pasukan keamanan. Di kediaman mereka itu pula ditemukan dokumen penting lainnya mengenai program Yahudi. Pemerintah Bavaria menyadari kejahatan program Perkumpulan Gereja tertinggi Yahudi yang bersekongkol dengan sejumlah konglomerat internasional dalam sebuah organisasi rapi dan mengerikan, sampai tingkat yang sukar dijangkau oleh hayalan manusia. Pemerintah Bavaria menyadari sepenuhnya adanya bahaya program setan tersebut terhadap dunia keseluruhan. Maka pemerintah memandang perlu menyebarluaskan dokumen itu kepada raja-raja di Eropa dan para tokoh gereja.

    Akan tetapi ternyata para tokoh Yahudi dan para pemilik modal internasional telah lama menyusup ke dalam jaringan pemerintah negara-negara Eropa. Mereka masih tetap mampu dengan mudah membungkam mulut para raja dan para tokoh gereja itu.

    Peristiwa kebocoran rahasia di atas dijadikan pelajaran berharga oleh Perkumpulan Konspirasi Yahudi. Para tokohnya bersikap lebih berhati-hati dan lebih waspada dalam kondisi apa pun. Sejak itu pergerakan mereka nyaris menghilang dari permukaan, meskipun kegiatan mereka sebenarnya masih berjalan seperti biasa. Hanya saja, kegiatan mereka selanjutnya banyak dialihkan masuk ke dalam perkumpulan Freemasonry yang lain, yang disebut The Blue Masonry dengan tujuan mendirikan sebuah organisasi Masonry di dalam Masonry itu sendiri. Mereka sepakat memperluas jaringan kerja yang anggotanya terdiri atas beberapa tokoh Yahudi nomer wahid, agar program rahasia mereka tidak mudah bocor keluar. Pemilihan anggota inti dilakukan lewat pemantauan dan pertimbangan mendalam, diambil dari anggota perkumpulan rahasia itu, terutama dari mereka yang menganut faham atheisme, dan tidak berpegang pada prinsip moral. Faktor yang amat dipentingkan ialah mereka harus berdedikasi tinggi kepada Freemasonry.

    Perkumpulan rahasia tidak jarang menggunakan kegiatan bakti sosial (marked : Rotary Club, Lions Club dll), sebagai kedok untuk menutupi rencana jahat yang disembunyikan di balik layar, seperti kasus yang menimpa John Robinson, seorang guru Filsafat pada Universitas Scotlandia. Ia tidak menyadari telah terperangkap dalam jaringan program Yahudi Internasional itu. Ia mengadakan perjalanan ke berbagai negara Eropa, untuk mempelajari program kerja yang telah disusun oleh Weiz Howight, dengan tujuan membentuk pemerintahan diktator yang ideal, yang menguasai dunia.

    Pada mulanya John Robinson meragukan program kerja Yahudi itu. Namun keraguannya segera berubah menjadi yakin, setelah ia mengetahui peran perkumpulan Yahudi pada Revolusi Perancis pada tahun 1789, dan pengaruh mereka terhadap tokoh-tokoh gereja dan pemerintah Perancis. Maka ia segera menyadari bahaya yang mengancam negaranya Inggris, dan segera menulis surat tentang bahaya persekongkolan Yahudi yang diberi judul Keterangan. Namun peringatan itu tidak mampu menggugah pemerintah negaranya disebabkan oleh besarnya pengaruh Yahudi, khususnya setelah berdirinya Bank Inggris atas persekongkolan mereka. (marked : semakin kita waspada pada gerakan ini, maka ruang ruang gerak mereka akan menjadi sempit)

    Adapun di Amerika Serikat, Freemasonry dikatakan relatif lebih muda. Meskipun relatif muda, perkumpulan tersebut sudah tersebar di seluruh negeri. Mula-mula para tokoh Yahudi kesulitan, karena adanya peringatan dari Rektor Universitas Harvard, David Robin kepada segenap mahasiswa dan alumninya tentang pengaruh Yahudi yang terus meningkat di kalangan gereja dan para tokoh politik.

    Mereka itu sudah menjadi sekutu bagi seorang tokoh bernama Mr. Jefferson, yaitu murid Weis Howight yang kembali ke Amerika untuk terjun ke dalam kancah politik dengan dukungan Yahudi.

    Seorang calon Presiden AS yang kuat, John Kowinsky Adams juga merasakan jeratan persekongkolan ini, terutama karena melihat peran yang dimainkan oleh Jefferson, ditinjau dari sudut gerakan Freemasonry dalam upaya mewujudkan cita-cita Yahudi untuk menguasai Amerika. Maka JK Adams segera mengirimkan karyanya kepada kawannya, Kolonel William Stone dan menjelaskan tentang hakikat persekongkolan Yahudi. Tulisan tersebut masih tersimpan di perpustakaan Ritonburg Square Philadelphia.

    (marked : Sekarang bagaimana caranya memerdekakan Amerika, maksudnya bagaimana agar mereka (khususnya Presiden dan pemerintahannya) bebas merdeka dan tidak lagi tergantung pada Yahudi dan lobinya. Wakil Amerika di PBB pernah mendapat kritik dari istri Presiden Amerika pada waktu itu, Hillary Clinton, yang merupakan keturunan Yahudi. Dia pernah bilang begini “Hari ini kami mengatakan pada dunia bahwa kami berdiri tegak di belakang Israel. Saya sangat kecewa dan mengecam sikap abstain Amerika Serikat dalam voting di Dewan Keamanan PBB, yang pada akhirnya mengutuk pengerahan kekuatan militer Israel thd rakyat Palestina. Saya rasa Amerika harus memveto Resolusi DK PBB tsb …”. Begitu yang Hillary katakan ketika berdemonstrasi mendukung Israel dan Ariel Sharon, di NY 8-10-2000). Jadi, sepertinya bagi yang berminat menjadi presiden Amerika harus hati-hati mencari pasangan jika ingin bebas dari jeratan Yahudi. Jangan seperti Clinton, yang menohok langsung muka suaminya sendiri. Tentunya butuh kerja keras dari rakyat Amerika, jangan sampai mereka jadi kepanjangan tangan untuk menggapai keinginan Yahudi.

    D. Free Masonry
    Free Mason terdiri dari dua kata, ‘Free’ dan ‘mason’. Free artinya merdeka dan mason artinya tukang bangunan. Freemason berarti tukang bangunan yang merdeka.

    Freemason adalah organisasi Yahudi Internasional yang tidak ada hubungannya dengan tukang-tukang bangunan yang terdapat pada abad pertengahan. Freemason di atas juga tidak ada hubungannya dengan kegiatan pembangunan kapal atau katedral besar seperti yang banyak diduga oleh sebagian orang.

    Tetapi organisasi Freemason ini selalu bekerja untuk menghancurkan kesejahteraan manusia, merusak kehidupan politik, ekonomi dan sosial negara-negara yang ditempatinya. Juga berusaha merusak bangsa dan pemerintahan non-Yahudi.

    Tujuan akhir dari gerakan Freemason adalah mengembalikan bangunan Haikal Sulaiman2) yang terletak di masjidil Aqsa, daerah Al-Quds yang diduduki Israel, mengibarkan bendera Israel serta mendirikan pemerintahan Zionis Internasional, seperti yang diterapkan dalam Protokol para cendekiawan Zionis. Buku Protokol ini berisikan langkah-langkah yang telah ditetapkan oleh para hakkom, catatan pembicaraan yang dilakukan di dalam tiap rapat mereka, serta berisikan dua puluh empat bagian (ayat) yang mencakup rencana politik, ekonomi, dan keuangan, dengan tujuan menghancurkan setiap bangsa dan pemerintahan non-Yahudi serta menyiapkan jalan penguasaan bagi orang-orang Yahudi terhadap dunia Internasional.

    Seorang hakkom bernama Ishaq Weis di dalam majalah Israel Amerika mengatakan : Freemason menurut sejarahnya, derajat dan pengejarannya adalah merupakan sebuah yayasan Yahudi. Kata-kata sandi dan upacara ritual yang ada di dalam Freemason dari A sampai Z-nya adalah berjiwa Yahudi.’

    Freemason adalah nama baru dari gerakan rahasia yang dibuat oleh sembilan orang Yahudi di Palestina pada tahun 37 M, yang dimaksudkan sebagai usaha untuk melawan agama Masehi, pemeluk-pemeluknya dengan cara pembunuhan terhadap orang per orang.

    Kemudian datanglah Islam menghadapi gerakan rahasia ini sebagaimana agama Masehi dahulu menghadapi kekuatan tersebut yang meng-gunakan senjata yang sama.

    Freemason menempatkan dirinya sebagai musuh terhadap agama Masehi maupun agama Islam. Pada tahun 1717 M gerakan rahasia ini melangsungkan seminar di London di bawah pimpinan Anderson. Ia secara formal menjabat sebagai kepala gereja Protestan, tetapi pada hakikatnya adalah seorang Yahudi. Dalam seminar inilah gerakan rahasia tersebut memakai nama Freemason sebagai nama barunya.

    E. Awal Penyatuan Gerakan Zionis
    Pada tahun 1895 orang-orang Yahudi meng-adakan kongres yang pertama di kota Bale Swistzerland, dihadiri oleh anggotanya sekitar 300 orang yang

    mewakili 50 oganisasi Zionis yang bertebaran di seluruh dunia. Pertemuan periodik semacam itu terus berlangsung dari masa ke masa, di tempat yang dipandang cocok oleh pimpinan mereka.

    Tujuannya ialah menganalisa strategi mereka yang akan dilancarkan demi mencapai maksud.

    Pada kongres mereka yang pertama itu mereka telah meletakkan satu garis strategi yang amat rahasia, yaitu penghancuran seluruh dunia dan menjadikannya budak-budak Zionis. Setelah itu mereka akan mendirikan pemerintahan Zionis Inter-nasional dengan ibukotanya El-Quds (Yerusalem) pada periode pertama, yang akan berakhir di Roma.

    Keputusan ini dituang dengan amat rahasia tetapi Allah berkehendak lain. Seorang wanita Perancis (anggota gerakan Freemasonry) berhasil mengintip pertemuan rahasia itu dan dibongkarlah fitnah itu. Wanita itu berhasil mencuri sebagian dari keputusan kongres itu dan membawanya lari ke Rusia. Dokumen itu diserahkan kepada Alexis Nicolai Niefnitus, tokoh pimpinan Rusia Timur di zaman Kaisar.

    Pada tahun 1901 dokumen itu diserahkan kepada seorang pendeta gereja Orthodox yang bernama Prof. Sergyei Nilus, kemudian dianalisa dengan cermat dan dicocokkan dengan situasi saat itu. Mereka menjadi sadar akan bahaya yang amat besar apabila kaum Zionis berhasil melaksanakan rencana jahat mereka. Estimasi para ahli Rusia itu antara lain:

    1.Keruntuhan Kekaisaran Rusia dan diganti dengan pemerintahan komunis.

    2.Kembalinya orang-orang Yahudi ke Palestina.

    3.Pecahnya perang dunia untuk pertama kalinya dalam sejarah, dimana yang kalah maupun yang menang sama-sama rugi.

    4.Tersebarnya kerusakan dan kekafiran di persada bumi dan lain-lain.

    Pada tahun 1902 dokumen rahasia Zionis itu diterbitkan dalam bentuk buku berbahasa Rusia oleh Prof. Nilus dengan judul ‘PROTOKOLAT ZIONISME’. Dalam kata pengantarnya Prof. Nilus berseru kepada bangsanya agar berhati-hati akan satu bahaya yang belum terjadi. Dengan seruan itu terbongkarlah niat jahat Yahudi, dan hura-hura pun tak bisa dikendalikan lagi, dimana saat itu telah terbantai lebih kurang 10.000 orang Yahudi. Theodor Herzl, tokoh Zionis Internasional berteriak geram atas terbongkarnya Protokolat mereka yang amat rahasia itu, karena tercuri dari pusat penyim-panannya yang dirahasiakan, dan penyebar-luasannya sebelum saatnya akan membawa bencana. Peristiwa pembantaian atas orang-orang Yahudi itu mereka rahasiakan. Lalu mereka ber-gegas membeli dan memborong habis semua buku itu dari toko-toko buku. Untuk itu, mereka tidak segan-segan membuang beaya apa saja yang ada, seperti ; emas, perak, wanita, dan sarana apa saja, asal naskah-naskah itu bisa disita oleh mereka.

    Mereka menggunakan semua pengaruhnya di Inggris, supaya Inggris mau menekan Rusia untuk menghentikan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi di sana. Semua itu bisa terlaksana setelah usaha yang amat berat.

    Pada tahun 1905 kembali Prof. Nilus mencetak ulang buku itu dengan amat cepat dan mengherankan. Pada tahun 1917 kembali dicetak lagi, akan tetapi para pendukung Bolshvic menyita buku protokolat

    itu dan melarangnya sampai saat ini. Namun sebuah naskah lolos dari Rusia dan diselun-dupkan ke Inggris oleh seorang wartawan surat kabar Inggris ‘The Morning Post’ yang bernama Victor E.Mars dan dalam usahanya memuat berita revolusi Rusia. Ia segera mencarinya di perpustakaan Inggris, maka didapatinya estimasi tentang akan terjadinya revolusi komunis. Ini sebelum lima belas tahun terjadi, yakni di tahun 1901. Kemudian wartawan itu menterjemahkan Protokolat Zionis itu ke dalam bahasa Inggris dan dicetak pada tahun 1912.

    Hingga kini tidak ada satu pun penerbit di Inggris yang berani mencetak Protokolat Zionis itu, karena kuatnya pengaruh mereka di sana. Demikian pula terjadi di Amerika. Kemudian buku itu muncul dicetak di Jerman pada tahun 1919 dan tersebar luas ke beberapa negara. Akhirnya buku itu diterjemah-kan ke dalam bahasa Arab, antara lain oleh Muhammad Khalifah At-Tunisi dan dimuat dalam majalah Mimbarusy-Syarq tahun 1950. Perlu diketahui, bahwa tidak ada orang yang berani mempublikasikan Protokolat itu, kecuali ia berani menghadapi tantangan dan kritik pedas pada koran-koran mereka, sebagaimana yang dialami oleh penerjemah ke dalam bahasa Arab yang dikecam dalam dua koran berbahasa Perancis yang terbit di Mesir.

    Di antaranya pengamatan kita tentang Protokolat itu, kita ketahui sarana yang mereka gunakan dalam usaha mereka yang amat serius untuk menghancurkan dunia. Banyak di antara yang berminat menganalisa Protokolat itu berhasil di Barat. Dari situ mereka mengetahui dengan jelas, apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh orang-orang Yahudi Zionis untuk mencapai cita-citanya, khususnya di dunia Arab, yang kondisinya sekarang ini menghadapi berbagai kesulitan dalam kehidupan. Banyak organisasi yang berkedok Nasionalis mempengaruhi para pemimpin kita, atau ikut menggariskan landasan bagi masyarakat kita, yang pada hakikatnya adalah kaki-tangan Zionis yang bekerja menghancurkan kubu-kubu kita dari dalam. Tujuannya tiada lain ialah agar kita menyerah kepada Zionis Internasional, sebagaimana negara-negara Barat yang salibis terlebih dahulu menyerah di bawah pengaruh mereka.
    Adakalanya organisasi itu murni produk salibisme pendengki, atau mungkin juga produk oknum-oknum mereka yang sudah terbius, sehingga mereka tidak sadar telah ikut serta menyukseskan tujuan Zionis. Aku telah berusaha keras untuk mengungkapkan kedok mereka yang terjaring oleh organisasi-organisasi itu, untuk mengetahui sumber pengaruh yang dipakainya. Aku mulai dari titik subversi yang akan menanamkan pengaruh yang kuat di dunia Islam, sampai ke tingkat seluruh sarana kehidupan, dan juga menyangkut orang yang paling membenci Yahudi sekali pun, yang tidak mustahil menjadi antek Zionis tanpa harus menerima upah sesen pun. Aku tidak membanggakan diriku sebagai orang yang paling mengerti. Banyak pula di kalangan intelektual dan wartawan yang lebih faham tentang metode Zionisme, tetapi tidak sedikit siaran radio yang mengumandangkan suara mereka di samping penulisan- penulisan di media pers.

    Inilah yang amat mengherankan dan mengandung tanda tanya besar. Anehnya, para penanggung-jawab itu tidak melancarkan perlawanan tehadap mereka di semua lapangan kehidupan. Dan yang lebih mengherankan lagi ialah, masih adanya pemimpin yang berkedok pembaharu yang mau dipaksakan menjalankan konsep-konsep Zionis dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan rakyatnya sendiri. Inilah bahaya yang amat besar yang apabila kita tidak waspada bisa menjebak kita masuk ke lingkaran mata rantai Zionisme Inter-nasional. Lewat siasat inilah mereka mengharapkan kemenangan mutlak.’

    Sumber: mowen1id@yahoo.com

    Links :
    http://www.freemason.org/
    http://www.thefreemason.com/
    http://www.freemason.com/
    http://yossyrahadian.wordpress.com/2007/11/22/zionisme-dan-freemasonry/

  93. Jaringan Yahudi di Indonesia

    Dengan judul Sahabat Akrab, foto Reuters yang dimuat sejumlah harian ibukota pekan lalu memperlihatkan Menlu AS Condoleeza Rice berjabatan tangan dengan PM Israel Ehud Omert di Jerusalem. Keduanya tertawa-tawa, seolah-olah puas karena pasukan Israel berhasil melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat Lebanon dan Palestina — kebanyakan diantaranya wanita dan anak-anak.

    Israel yang mendapat dukungan AS juga mempergunakan senjata-sernjata pemusnah massal yang dinyatakan terlarang oleh konvensi Jenewa. Amerika Serikat yang kini makin terus terang membela Israel, menolak gencatan senjata dan menghendaki penyerbuan sekutunya itu ke Lebanon tanpa menghiraukan berapapun korban jiwa. Sementara, pakar hukum dari sebuah universitas ternama di AS tidak menyebutkan serangan Israel itu sebagai kejahatan perang.

    Itulah sikap negara imperialis yang mengklaim kampiun hak azasi manusia (HAM). HAM memang milik mereka, bukan milik kita. Sementara PBB tidak berdaya melihat kekejamaan di luar perikemanusiaan itu. Bung Karno pernah menyatakan bahwa PBB nyata-nyata menguntungkan Israel dan merugikan negara-negara Arab. Pernyataan itu dikemukakan saat Indonesia keluar dari organisasi dunia tersebut.

    Konon, warga Yahudi sudah sejak kolonial Belanda banyak berdiam di Indonesia, khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 serta menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah Yahudi yang membuka toko-toko di Noordwijk (kini Jl Juanda) dan Risjwijk (Jl Veteran) — dua kawasan etlie di Batavia kala itu — seperti Olislaeger, Goldenberg, Jacobson van den Berg, Ezekiel & Sons dan Goodwordh Company.

    Mereka hanya sejumlah kecil dari pengusaha Yahudi yang pernah meraih sukses. Mereka adalah pedagang-pedagang tangguh yang menjual berlian, emas dan intan, perak, jam tangan, kaca mata dan berbagai komoditas lainnya.

    Sejumlah manula yang diwawancarai menyatakan, pada tahun 1930-an dan 1940-an jumlah warga Yahudi di Jakarta banyak. Jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Karena mereka pandai berbahasa Arab, mereka sering dikira keturunan Arab. Sedangkan Abdullah Alatas (75 tahun) mengatakan, keturunan Yahudi di Indonesia kala itu banyak yang datang dari negara Arab. Maklum kala itu negara Israel belum terbentuk. Seperei keluarga Musri dan Meyer yang datang dari Irak.

    Di masa kolonial, warga Yahudi ada yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan. Termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkemborgh Stachouwer (1936-1942).

    Sedangkan Ali Shatrie (87) menyatakan bahwa kaum Yahudi di Indonesia memiliki persatuan yang kuat. Setiap Sabat (hari suci umat Yahudi), mereka berkumpul bersama di Mangga Besar, yang kala itu merupakan tempat pertemuannya.

    Menurut majalah Sabili, dulu Surabaya merupakan kota yang menjadi basis komunitas Yahudi, lengkap dengan sinagognya yang hingga kini masih berdiri.

    Sedangkan menurut Ali Shatrie, mereka umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku warga negara kincir angin. Sedangkan Abdullah Alatas mengalami saat-saat hari Sabat dimana warga Yahudi sambil bernyanyi membaca kitab Talmut dan Zabur, dua kitab suci mereka.

    Pada 1957, ketika hubungan antara RI-Belanda putus akibat kasus Irian Barat (Papua), tidak diketahui apakah seluruh warga Yahudi meninggalkan Indonesia. Konon, mereka masih terdapat di Indonesia meski jumlahnya tidak lagi seperti dulu. Yang pasti dalam catatan sejarah Yahudi dan jaringan gerakannya, mereka sudah lama menancapkan kukunya di Indonesia. Bahkan gerakan mereka disinyalir telah mempengaruhi sebagian tokoh pendiri negeri ini. Sebuah upaya menaklukkan bangsa Muslim terbesar di dunia (Sabili, 9/2-2006).

    Dalam buku Jejak Freemason & Zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Freemason melakukan peribadatan dan pertemuan.

    Gedung Bappenas di kawasan elit Menteng, dulunya bernama gedung Adhuc Stat dengan logo Freemasonry di kiri kanan atas gedungnya, terpampang jelas ketika itu. Anggota Freemason menyebutnya sebagai loji atau rumah syetan. Disebut rumah syetan, karena dalam peribadatannya anggota gerakan ini memanggil arwah-arwah atau jin dan syetan, menurut data-data yang dikumpulkan penulisnya Herry Nurdi.

    Freemasonry atau Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda masuk ke Indonesia dengan beragam cara. Terutama lewat lembaga masyarakat dan pendidikan. Pada mulanya gerakan itu menggunakan kedok persaudaraan kemanusiaan, tidak membedakan agama dan ras, warna kulit dan gender, apalagi tingkat sosial di masyarakat.

    Dalam buku tersebut disebutkan, meski pada tahun 1961, dengan alasan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa, Presiden Sukarno melakukan pelarangan terhadap gerakan Freemasonry di Indonesia. Namun, pengaruh Zionis tidak pernah surut. Hubungan gelap ‘teman tapi mesra’ antara tokoh-tokoh bangsa dengan Israel masih terus berlangsung. (RioL)
    (Alwi Shahab )

  94. Mengendus Jejak Zionis
    ”Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang musyrik.” (QS Al-Maidah: 82)

    Ayat di atas merupakan peringatan Allah SWT tentang bahaya Yahudi bagi umat Islam. Karena itulah, umat Islam harus senantiasa waspada terhadap segala sepak terjang dan tipu daya Yahudi.

    Satu dari sekian lini yang dibangun oleh Yahudi adalah Freemasonry, yang merupakan gerakan rahasia terbesar, dan boleh jadi tertua di dunia. Freemasonry berpengaruh di seluruh pusat kekuasaan, lebih-lebih Amerika. Bahkan, gerakan ini pada masanya pernah berkiprah dan menjalankan agenda-agendanya di Indonesia. Sampai sekarang hal itu masih terus berlangsung. Mungkin hingga Hari Kiamat nanti.

    Hal itu merupakan inti pesan buku ini. Penulisnya, seorang wartawan Muslim yang gigih, mengupas jejak, gerak-gerik dan memprediksi agenda Freemasonry di Indonesia yang merupakan negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia.

    Dalam acara bedah bukunya yang diadakan dalam rangka Islamic Book Fair (IBF) di Senayan Jakarta, pekan silam, penulis menegaskan bahwa gerakan Freemasonry dan Zionis mengembangkan sayapnya di Indonesia melalui lembaga-lembaga pendidikan serta jaringan yang mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan. Gerakan tersebut hendak melakukan sekularisasi di negeri-negeri Muslim.

    Namun, hal tersebut gagal dan sekarang mereka mengubah strategi dengan meliberalkan negeri-negeri kaum Muslim. Hal ini dapat dirasakan pada acara-acara yang ditayangkan di stasiun televisi serta pola hidup beberapa universitas yang mengaku di bawah Islam namun mengusung Islam liberal.

    Sejarawan Islam, Alwi Alatas, mengungkapkan di Indonesia telah tampak dengan jelas jejak-jejak Zionis. ”Isu-isu seputar gerakan rahasia Yahudi internasional di Tanah Air perlu terus diteliti, dibongkar, agar umat tidak lengah. Buku Jejak Freemason dan Zionis di Indonesia merupakan salah satu upaya ke arah itu,” tandas Alwi.

    Judul buku: Jejak Freemason & Zionis di Indonesia
    Penulis: Herry Nurdi
    Penerbit: Cakrawala Publishing
    Cetakan: II, Februari 2006
    Tebal: xxii+242 hlm

    Diambil dari Swaramuslim

  95. B”H

    Shalom Alechem

    Finally everything already cleared, lets forget all the mistake in 2007 and we enter 2008 with good thinking, for all people who interest learn about Judaism you are welcome to share with me in yaakov_baruch@yahoo.com

    Hatzlacha

    Yaakov Baruch

  96. B”H

    Shalom Alechem

    Joe – December 22, 2007

    Orang Batak, Ambon, Manado, & Papua adalah keturunan Yahudi
    are u sure about that Joe? i’m stay in Manado lot of local people is very different with Jews typical, The Manadonese was came from Mongolia based on local history of Minahasa People, thats why Manadonese look chinese and very love pork (traife food)

    There is a few story about lost jews in Ambon, i already meet 1 family, they ook very jews with dutch family name (Binnendyk) but i’m not sure about the others, i dont want comment about Batak people cause i dont have data about that, but there is a few Orthodox Jews live in Medan, and they always invite Rabbi / Shohet from Singapore to make kashering in their house.

    Hatzlacha

    Yaakov Baruch

  97. Disini saya hanya ingin menjelaskan , bahwa saya sendiri memiliki darah Yahudi yang jelas bisa dilihat dari nama keluarga saya. Dan terus terang saya amat sangat PERCAYA dan MENDUKUNG atas Yaakov Baruch!!.
    Saya cukup kaget melihat posting-an yang menjelek-jelekkan Yaakov, yang secara tidak langsung juga menyinggung pribadi-pribadi yang berdarah Yahudi, termasuk saya sendiri!.

    Disini saya hendak memberikan DUKUNGAN secara moral disertai doa pada Tuhan agar insan-insan Judaism tidak putus asa atas sangkalan,cercaan,fitnah-fitnah atas keberadaan kita.
    Hal ini saya rasakan sendiri, dikarenakan balutan fanatisme sebuah agama yang lain akhirnya sebagian keluarga saya menjadi BUTA kenyataan dan BUTA pengetahuan atas ke-yahudi-an keluarga sendiri. Sulit dan cukup berat untuk berdialog dan berdiskusi secara kenyataan sejarah…selalu ditampik dengan kepercayaan atas agama yang jelas bukan dari nenek moyang kami.
    Sikap merasa sok benar, sok paling sempurna dan sok paling berhak mengatur cara kepercayaan orang lain lah yang selalu menjadi trade-mark sampai-sampai bangga menjadi bangsa lain dan beragama yang jelas bukan warisan dari nenek moyangnya.
    Untuk itu saya sendiri jelas mendukung Yaakov dan doa saya selalu saya tujukan bagi Yaakov dan Jewish famiies dimanapun..bahkan bagi Jewish families yang masih tetap nggak tahu jati-dirinya sendiri, agar tetap diberikan kekuatan dalam menghadapi prasangka-prasangka negatif yang secara sengaja maupun tidak telah ditiupkan oleh pihak-pihak tertentu yang mungkin amat sangat phobia atas keberadaan kita.
    Disamping itu saya juga berdoa bagi insan-insan yang bukan Yahudi, agar mau memiliki kesadaran dan niatan untuk mempelajari dengan sungguh-sungguh keotentikan prasangka-prasangka buruk yang telah di-doktrinkan secara baku di hati mereka atas yahudi…bagaimana bisa mau hidup damai bila terus-terusan fitnah-fitnah yang tak berdasar terus melandasi cara berfikir dan melalui media massa tertentu, bukan??

  98. Syalom,

    Senang rasanya menemukan topik ini.

    Dulu, ketika mendengar kalau ada komunitas Yahudi di kampus almamater saya, saya kira itu adalah yang pertama ada di Indonesia. Ternyata sudah lama ada, ya.

    Semoga agama Yahudi diakui di negara ini. Yah, harus siap dengan pertentangan. Bagaimana pun, ada pihak2 yang tetap ingin mempertahankan status quo.

    Saya adalah seorang Kristen, dan ya … dari yang saya tahu (tolong dikoreksi, kalau saya salah), Yesus memang terlahir di keluarga Yahudi. Kristen adalah agama yang terlahir dari pengakuan atas Yesus sebagai Mesias dan berporos pada ajaran2nya.

    Dan, tentang Batak adalah suku Yahudi … hmm, sebagai orang Batak, saya memang kerap mendengar hal itu. Sebelumnya saya kira itu adalah tanda arogansi kesukuan. Maaf, bila ada yang tersinggung. Tetapi, saya dapat informasi baru dari comments di atas. Baguslah.

    Saya mendukung saudara2 saya yang beragama Yahudi. Karena saya yakin tidak ada satu pun agama yang mengajarkan permusuhan antar sesama manusia. Maka, mari bertoleransi.

    Syalom. Tuhan memberkati.

    mona.sihombing@gmail.com

  99. B”H

    Shalom Alechem

    Just want tell you all that last night there is a Inter-Faith meetings in Jakarta, i was atted as a representative of Indonesian Jewish Community, Gus Dur was invited but he can’t came for healthy reason, the convention invite Moslem-Christian-Jewish, Baruch HaShem it was success, may in the future Indonesia Goverment will accept Judaism as one of religion in Indonesia, B’ezrat HaShem

    Hatzlacha

    R.Yaakov Baruch

  100. Shaloom..

    Nama Saya Chris asal Manado, kuliah di Jakarta, saya kenal sodara ninoy palilingan….dan Rabi Yaakov Palilingan juga mengenal saya…..Sinagog yang di friendster adalah BENAR dan NYATA..

    HaShem Yevarekhekha

    Yeshua HaMashiach Bless Us….

  101. Shalom Alechem

    Saya Mochamat Taufan dari Surabaya sekarang lagi kuliah di VEDC Malang. I lagi belajar agama yahudi sendirian bisa minta alamat email siapapun yg bisa bantu aku pelajari judaism gak. Aku udah 4 tahun jadi penganut judaism tapi gak tau instruktornya siapa.
    email :taufanisrael@yahoo.com
    cell phone:085655519012
    I wish you every success

    Shalom Alechem

  102. Shalom,

    Please be informed that Mrs Miriam Elias is not the representative of El Al Israel Airlines in Indonesia.

    El Al Israel Airlines is represented by PT Bumi Dirganusa International as its General Sales Agent (GSA).

    We are not in a position in making judgement on Jewish activities in Indonesia.

    EL AL Israel Airlines
    It’s not just an Airline, it’s Israel

  103. Shalom Alechem

    Pemiliki situs ini memblock email saya. tapi aku menyadari bahwa yaakov baruch gak bisa ngomong sembarangan di mass media seperti ini karena negara ini adalah negara yang sama sekali nggak demokrasi dan sok bermoral. Please help me Rabbi I wanna learn about Judaism you are my only hope. Gak usah dengerin omongan khalil, dia orang stress kebanyakan ke gereja.

    Warm Regard Rabbi Yaakov Baruch please contact me! Aku tunggu-tunggu kok nggak ngirim-ngirim. Klo ngirim jangan cuma kasih tau klo friendsternya udah connect tapi kirim arguman juga biar kta bisa tukar pikiran OK? minta alamat email rabbi juga dong soalnya aku paling anti masuk friendster. Di Malang dan Surabaya aku gak punya teman Yahudi yg bisa bimbing aku belajar so help me! help me!1000 X.

    Save our Promised Land Medinat Yisrael!!!!!!!!!!!
    I wish you every success

    Shalom Alechem

  104. To the Government and the People of Indonesia

    Agama YAHUDI harus dilegalkan di negara ini karena sama sekali tidak bertentangan dengan PANCASILA. Di Indonesia khususnya di tanah jawa dulu orang yahudi udah pernah tercatat dalam sejarah contohnya Prabu Ajisaka dan Pangeran Joyoboyo, kalo nggak percaya baca sejarahnya dan bandingkan dengan pemikiran dalam Taurat mereka nggak jauh beda dan mereka memberikan nilai-nilai yang luhur dalam bernegara dan bermasyarakat.

    So “WE STAND WITH ISRAEL NOW AND FOREVER”

  105. Nggak ngurus manusia itu darah YAHUDI atau BUKAN yang penting kita bebas menganut agama apapun sesuai keyakinan .

    FAITHFREEDOM 4EVER

  106. SESEORANG SUCI ATAU TIDAK SUCI BUKANLAH DI TENTUKAN KARENA KELAHIRANNYA, KASTANYA, SUKU BANGSANYA, RASNYA, GENDERNYA, KAYA MISKINNYA, DLL
    TAPI SESEORANG MENJADI SUCI ATAU TIDAK SUCI DI TENTUKAN OLEH PERBUATANNYA SEMASA DIA HIDUP SEBAGAI MANUSIA…

    Semoga Semua Makhluk Berbahagia….

  107. B”H

    Shalom All

    Toda Rabba for all support, for all who want convert to Judaism, you must know there is no Beth Din in Indonesia, Singapore, Malaysia, Thailand etc, the nearest Beth Din in Australia, but if all of you interest to learn about Judaism you can contact and share with me, its my pleasure to give knowledge about Judaism (a pure Judaism, not messianic judaism or messianic movement)

    Hatzlacha

    Regards

    Yaakov Baruch

    Synagogue Beth HaShem
    email : yaakov_baruch@yahoo.com
    ym : yaakovbaruch@yahoo.com
    http://www.friendster.com/yaakovbaruch
    http://www.friendster.com/synagogue

  108. B”H

    Shalom All

    Dear my fellow Jewish descendant, if you want make research about your Jewish anchestor, please contact me, i’ll try to contact you, and perhaps you can join in our Indonesian Jewish Community.
    Toda Rabba and Shabbat Shalom

    Hatzlacha

    Regards

    Yaakov Baruch

  109. B”H

    Shalom

    From the deep of our heart, we want say a simpathy to H.M Soeharto who passed away yesterday in Jakarta, he is the friend of The State of Israel, our former prime minister Yitzhak Rabin was visit him in cendana in 1993, then they was met again in NY in 1995. may he soul rest in peace

    Regards

    Yaakov Baruch

  110. Shalom ‘Aleikhem BeShem HaMassiah!

    Saya sangat mendukung dan berharap Judaism dapat diterima di Indonesia.
    Walaupun saya penganut Kristen Orthodox,saya tidak ada masalah dengan Judaism karena Naluri dan Genetik saya tidak bisa dipisahkan dengan SEJARAH dan PERADABAN bangsa Israel.

    Saya juga mengajak teman teman yang bernasib sama (Jewish – Heritage) dapat saling bekerja sama dalam bidang apapun,sudah saatnya kita sekarang bersatu.
    Smoga suatu waktu kita dapat saling berjumpa & bekerja sama.

    Kita harus selalu WASPADA & BERJAGA JAGA dengan pihak diluar kita yang selalu MEMPROPAGANDA dan MUMUSUHI kita.

    Semoga HASHEM (ALLAH) selalu menyertai kita dan memberikan kekuatan kepada Rabbi Yaakov beserta rekan rekannya. Amen!

    I love U soo much Israel,Medinat Yisrael…!

    Hatzlacha!

  111. Teman-teman Muslim Se-Indonesia, awas El Al Israel Airlines in Indonesia adalah agen Mossad Israel dimana PT Bumi Dirganusa International sebagai General Sales Agent (GSA).

    Waspadalah terhadap kantor zinois yahudi di Jakarta, yang bernama El Al Israel Airlines di Indonesia.

    Allahuakbar

  112. o yahudi…
    kemana-mana selalu bangga dengan darahnya
    katanya umat pilihan Tuhan (dulu sih iya)
    tahukah anda, cuma Yahudi murni saja yang dianggap murni, kalo yang sudah campuran2 itu tetep aja Goyyim!
    get real dough..

  113. Saya setuju tuh, bung Yossy Rahardian. Memang dulu bukan namanya yahudi yang menjadi bangsa pilihan tetapi Israel dengan 12 suku tentunya yang menjadi bangsa pilihan, sedangkan yahudi itu nama lain dari salah satu suku Israel yakni Yehuda. Di Persia nama Yehuda berubah menjadi Yahudi selama mereka dibuang di negeri itu.

    yang disebut yahudi murni itu kalau bapaknya yahudi dan ibunya non yahudi atau ibunya yahudi juga, sebab yahudi itu menganut sistem patrilineal (PATRIARKHAL) – GARIS BAPAK sesuai kitabnya yakni hukum Torah. sedangkan menurut kitab Talmud, yahudi itu menganut Matrilineal. dulunya banyak perempuan yahudi diperkosa oleh tentara Romawi, Yunani, Syria dan bangsa-bangsa kafir (Goyyim) lainnya, sehingga para rabbi bingung karena banyak anak yang dilahirkan oleh perempuan yahudi dengan tanpa bapak biologis (Gentile – Goyyim – orang kafir, dimana menurut Talmud: orang non yahudi itu keturunan binatang – dari benih/sperma kuda). akhirnya para rabi dan pemerintah Romawi di Palestina bekerjasama dengan menentukan bahwa garis keturunan yahudi itu berdasarkan ibu yahudi atau perempuan yahudi yang melahirkannya hingga sekarang ini. Hal itu berlangsung sejak abad 2 hingga sekarang ini. namun tidak semua orang yahudi yang ikut sistem matrilineal itu.

    Jadi kalian yang merasa yahudi dari garis perempuan atau neneknya yahudi atau ibunya yahudi, menurut Torah, kitab para nabi, dan sejarah Raja – raja Israel tentunya, kalian itu bukan yahudi tetapi sama dengan GOYYIM (GENTILE – KAFIR, dimana menurut Talmud, orang non yahudi dari sperma kuda) jadi bapak kalian yang bukan yahudi itu berarti keturunan BINATANG, SPERMA KUDA DAN KAFIR alias Najis.

  114. Rabi Kepala Israel Serukan Pembersihan Etnis non-Yahudi dari Palestina

    Rabi Israel terkemuka menyerukan pembersihan etnis bagi jutaan orang Palestina. Katanya, orang-orang Palestina silakan membentuk sebuah negara di Gurun Sinai agar orang-orang Israel bisa hidup tenang di seluruh Palestina.

    Dalam wawancara dengan mingguan Yahudi berbasis di Inggris, the Jewish News, Rabi Yona Metzger yang menyandang gelar keagamaan sebagai Rabi Kepala Yahudi Ashkenazi di Israel mengatakan bahwa orang-orang Palestina bisa mendirikan sebuah negara yang “indah” di Gurun Sinai.

    “Bawalah semua orang miskin itu dari Gaza untuk memindahkan mereka kepada sebuah negeri modern yang indah, seperti di Arizona, dengan menggunakan kereta, bus, dan mobil. Ini akan menjadi sebuah solusi bagi orang-orang miskin itu, dan bagi kami (Yahudi) sehingga kami memiliki negara kami dan hidup dengan damai.”

    Dilaporkan juga bahwa sang Rabi, yang pernah dihinggapi skandal pelecehan seksual baik kepada sesama pria maupun perempuan, akan membicarakan hal ini dengan Perdana Menteri Ehud Olmert dan yakin bahwa idenya akan popular bagi banyak orang Israel.

    Rabi Metzger juga menyatakan bahwa Muslim tidak mempunyai hak atas Yerusalem, seraya mengatakan bahwa Muslim telah memiliki Mekkah dan Madinah dan bahwa Yerusalem hanya menjadi milik Yahudi.

    Abdul Ja’bari, guru besar studi Islam Universitas Hebron, Tepi Barat, mengecam pernyataan Metzger sebagai penuh kebencian dan rasis. “Seharusnya dia tahu bahwa bangsa Palestina adalah milik Palestina dan bahwa dia bersama para Zionis lainnya semestinya kembali ke Eropa Timur dan wilayah Khazar (wilayah bekas Imperium Rusia).”

    “Jika orang ini menyebut dirinya rabi yang memiliki moralitas dan rasa keadilan, seharusnya dia menyerukan repatriasi bagi para pengungsi untuk kembali ke rumah-rumah mereka yang darinya mereka diusir ketika negara Israel didirikan,” lanjut Ja’bari.

    “Dia mengakui sebagai pengikut Taurat Nabi Musa as tetapi sepanjang yang saya tahu Taurat menentang penindasan, ketidakadilan, dan perampasan tanah serta hak milik orang lain.”

    Musa Haroub, ulama Muslim dari Bethlehem, menyebut Metzger sebagai ahistoris dan anti-agama. “Saya tidak akan menentang Yahudi untuk beribadah di Yerusalem atau San Fransisco. Tetapi perkataan bahwa Muslim dan Kristen harus diperlakukan sebagai warga negara dan peziarah kelas dua sama sekali tidak bisa diterima. Ini sama saja dengan mengatakan bahwa karena Kristen telah memiliki Vatikan, maka mereka tidak berhak atas tempat-tempat seperti Bethlehem dan Nazareth. Ini omong kosong.”

    Rabi Metzger adalah figur yang kerap mengumbar pernyataan-pernyataan kebencian. Pada saat kunjungan George W. Bush ke Israel, Metzger berterima kasih kepada Bush atas invasi AS ke Irak, “Saya ingin berterima kasih kepada anda atas dukungan bagi Israel dan secara khusus untuk melancarkan perang atas Irak.” Dan, Bush pun menimpali bahwa kata-kata sang rabi menenangkan hatinya.

    http://suarapalestina.org/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=28

  115. Udah deh..nggak usah ajak-ajak orang lain untuk ngikutin cara kotor pikiranmu itu..semua yang berbau israel/yahudi kamu anggap negatif!..emang kamu bisa apa???…itu menunjukkan rasa iri/dengki yang nggak berdasar bung!!..saran saya pelajarilah sejarah dunia dengan benar dan netral..lihat dari sisi yang netral!..maka dapat diperoleh siapakah yang benar!
    Lucunya selalu menggunakan slogan agama yang emang sudah”Paten” sehingga mau tak mau orang lain dikondisikan untuk percaya dengan fitnah-fitnah yang kamu tiupkan sendiri..marilah berfikir jernih dan jujur!!

  116. Kejahatan Bangsa Yahudi Menurut Al-Quran

    Ayat di atas menyebutkan bahawa azab dan tekanan akan terus menimpa mereka hingga ke hari kiamat. Berita-berita masa lampau tentang mereka sebelum Islam perlu diberitahu kepada mereka agar mereka sedar bahawa masa tersebut akan tiba dan kebenaran isi kandungan al-Quran sebagai wahyu Ilahi akan terbukti.

    Ayat-ayat seperti ini memberi satu kekuatan berupa sokongan moral kepada umat Islam secara amnya dan bangsa Arab Islam khasnya agar berusaha memperkuatkan diri ke arah merealisasikan fakta ini.

  117. LiaT dong perlakuan org Yahudi (israel) ma Palestina,, gw liat pembantaiannya bener2 bejad bgt!! Gw sih cm bdoa, smoga kaum yahudi,nasrani,majusi,dll smua dihancurin aJa (moga mereka msk neraka jahanam n’ kekal disana selamanya) n’ moga orG2 di palestina disana bisa tabah n’ kluar dari penderitaan mereka. Amien!!

  118. aku benci yahudi, karena yahudi lah yang menindas umat2 islam di timur tengah. membela yahudi=membela setan. memuji yahudi=memuji setan.. jgn pernah percaya kepada yahudi, karena dari dulu mereka adalah kaum yang suka merubah kebenaran menjadi kebohongan..

  119. menarik wacana bapak yang mengatakan batak suku yahudi yang hilang?
    saya baca ko banyak sama nya dengan budaya saya yait
    u orang bali…..bali need jewish to protect this island from messiah….peace

  120. buat rabbi yakoov
    mo tanya umurnya berapa ya? kok muda amat udah jd rabbi, hebat bener..trus belajarnya baca kita torah dan misnah nya umur berapa?
    dan kalo keturunan jews, kenapa sempat jd islam? convert dari islam ke yahudinya umur berapa?
    satu hal yg menggelitik saya, anda memberi bela sungkawa ke suharto dan bilang our prime minister ….., anda kan warga negara indonesia? bukan israel kan?
    kalo saya jd anda, daripada cape2 di indonesia mending pindah ke israel (karena saya sudah 2 kali ke israel) dan jd warga negara disana. kan kalo keturunan bisa lsg diterima. sayangnya saya bukan keturunan yahudi hehehehe (atau paling gak susah nyarinya dan males)
    salam
    xxx

  121. Untuk comment by Rahman February 10, 2008 @ 1:09 pm. Ngomong apa sih lo? Pake bawa2 mossad segala nyambung2in ama El Al segala. Bicara tanpa bukti itu fitnah lho… .

    SUPPORT ISRAEL AND COMBAT ANTI-SEMITISM.

  122. bali need jewish to protect this island from messiah….peace by wayan.

    pak wayan orang yahudi juga percaya messiah, cuma messiah yg dianggap bukan yesus dari nasareth. Orang yahudi masih nunggu2.

  123. BS”D

    Shalom Alechem

    The Goyim is not allowed to talk about Halacha (Jewish Law) cause you are not study complete about that, Jew is they who born from Jewish mother or convert to Judaism. and we also is not allowed to talk Halacha, Kabbalah and even simple Torah to the goyim. so please stop a anti-semite (anti-Jewish) conversations here, lets talk peace or knowledge.

    Hatzlacha

    Yaakov Baruch

  124. o yahudi…
    kemana-mana selalu bangga dengan darahnya
    katanya umat pilihan Tuhan (dulu sih iya)
    tahukah anda, cuma Yahudi murni saja yang dianggap murni, kalo yang sudah campuran2 itu tetep aja Goyyim!
    get real dough..

    Comment by yossyrahadian February 11, 2008 @ 12:40 am

    Saya setuju tuh, bung Yossy Rahardian. Memang dulu bukan namanya yahudi yang menjadi bangsa pilihan tetapi Israel dengan 12 suku tentunya yang menjadi bangsa pilihan, sedangkan yahudi itu nama lain dari salah satu suku Israel yakni Yehuda. Di Persia nama Yehuda berubah menjadi Yahudi selama mereka dibuang di negeri itu.

    yang disebut yahudi murni itu kalau bapaknya yahudi dan ibunya non yahudi atau ibunya yahudi juga, sebab yahudi itu menganut sistem patrilineal (PATRIARKHAL) – GARIS BAPAK sesuai kitabnya yakni hukum Torah. sedangkan menurut kitab Talmud, yahudi itu menganut Matrilineal. dulunya banyak perempuan yahudi diperkosa oleh tentara Romawi, Yunani, Syria dan bangsa-bangsa kafir (Goyyim) lainnya, sehingga para rabbi bingung karena banyak anak yang dilahirkan oleh perempuan yahudi dengan tanpa bapak biologis (Gentile – Goyyim – orang kafir, dimana menurut Talmud: orang non yahudi itu keturunan binatang – dari benih/sperma kuda). akhirnya para rabi dan pemerintah Romawi di Palestina bekerjasama dengan menentukan bahwa garis keturunan yahudi itu berdasarkan ibu yahudi atau perempuan yahudi yang melahirkannya hingga sekarang ini. Hal itu berlangsung sejak abad 2 hingga sekarang ini. namun tidak semua orang yahudi yang ikut sistem matrilineal itu.

    Jadi kalian yang merasa yahudi dari garis perempuan atau neneknya yahudi atau ibunya yahudi, menurut Torah, kitab para nabi, dan sejarah Raja – raja Israel tentunya, kalian itu bukan yahudi tetapi sama dengan GOYYIM (GENTILE – KAFIR, dimana menurut Talmud, orang non yahudi dari sperma kuda) jadi bapak kalian yang bukan yahudi itu berarti keturunan BINATANG, SPERMA KUDA DAN KAFIR alias Najis.

    Comment by MARX February 11, 2008 @ 2:53 pm

    BECAREFULL WITH YOU MOUTH !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

  125. Kawan-kawan, terima kasih atas banyaknya respons soal isu ini. Saya menulis laporan ini sekitar 10 tahun lalu, waktu masih jadi koresponden Majalah D&R di Surabaya, Jawa Timur. Selain respons di komentar blog ini, ada satu wartawan yang nelpon saya nanya komunitas yahudi di Surabaya ini.
    Sejak 1999, saya pindah ke Denpasar. Setahun kemudian, ke Jakarta. jadi, saya tak tahu lagi perkembangan komunitas yahudi ini.

    Ada juga yang kirim komentar di blog menanyakan, apakah saya orang Yahudi? Saya jawab, bukan. Bagi wartawan, tak perlu orang Yahudi untuk menulis tentang komunitas Yahudi. Saya menulis apa yang menurut saya, atau redaktur kami di media, menarik diketahui publik.

    Semua komentar tentang berita ini, saya tampilkan. Kecuali untuk komentar yang sifatnya mencaci dan menghujat. Saya minta maaf soal policy ini. Mari kita belajar menghargai perbedaan.

    Salam,
    Abdul Manan

  126. kalo mau tahu eyang-eyangnya orang yahudi kan bisa dirunut dari nabi Ibrahiin As di Arab sana. Tapi kalo ingin mengetahui bangsa yang lebih yahudi ari bangsa yahudi adalah berkaca dan menimbalah ilmu pada orang jawa. Orang yahudi insayallah sangat menghormati orang jawa.

  127. Syalom Alecme

    saya baru mendengar ada komunitas jahudi di indonesia ya,umat2 pilihan Allah,terutama di jakarta`saya ingin mengetahui keberadaannya,tlng ya kalo yg mau bantu saya,bisa hub di mail saya

    Syalom Alecme

  128. Kenapa di Indonesia tidak mau menerima perbedaan terutama dalam hal keagamaan dan suku kok diperdebatkan yach.
    masalahnya pada masing-masing Individual seseorang bilamana melihat masing-masing Individual.
    Padahal dalam kebhinekaan tunggal ika sudah membuat bangsa ini menjadi satu.
    Tinggal kita sebagai generasi muda yang harus membuat NEGARA ini menjadi negara yang makmur dan Harum di depan semua bangsa-bangsa yang ada di dunia ini.
    Tetapi MAAF SOAL ISRAEL SEBAGAI BANGSA PILIHAN ALLAH ISRAEL MELALUI MUSA DALAM MEMBEBASKAN BANGSANYA DARI PERBUDAKAN.(tertulis di HOLY BIBLE).
    Mari kita tinggalkan masalah Bangsa Israel ini.
    Mulailah dari bangsa kita untuk membenahi diri dari KKN(Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang menjadi budaya bahkan menjadi BERHALA kepada setan.
    Meninggalkan Hukum Tuhan Dalam semua ajaran Agama yang sebenarnya mengarah ke Surga.
    Yang menjadi MASALAH dalam Bangsa Ini adalah Kemiskinan yang melahirkan Kebodohan melahirkan Kemiskinan dan seterusnya seperti siklus hujan.
    Makanya kebanyakan bangsa di Indonesia tidak mempunyai akal SEHAT maupun MORAL yang berasal dari Agama, mulai dari Presiden sampai tingkat RT.
    Pasti Praktek KKN ada dan telah menjalar sampai ke generasi sekarang maupun yang akan datang.
    Jangan sampai Kita BANGSA INDONESIA yang selalu menghina Bangsa lain (YAHUDI) padahal bangsa kita yang perusak di muka bumi ini, sampai-sampai tidak tahu peringatan Tuhan dalam hal kejadian-kejadian Alam (tsunami,longsor,gempa,lumpur lapindo,dll).

  129. Synagogue Kajoon
    Rivka Sayers
    6 Djalan Kajoon
    Surbaya, 60271
    Tel. 315-777-770

    Elias Nissim
    Juju Musry, Rosh Kehilla
    43 Gemanok
    Surbaya, 60271
    Tel. 315-777-770

  130. memang beneran ada ya? synagogue di surabaya. aq mau minta alamatnya yang lengkap donk! cause, aq lagi memperdalam agama yahudi, terutama perbedaan and kesamaan kehidupan jews Israel and jews Indonesia.

  131. saya dulu yahudi turki, bapa saya migrasi ke indon pd 1990 tapi kita malah kesengsem ma Islam!!!!
    Allahu Akbar!!!

  132. DUNIA ENGGAK BUTUH AGAMA!! DUNIA CUMA BUTUH ORANG2 BERADAB!!! gue udah banyak orang2 yg gak beragama tapi kelakuannya jauh lebih beradab dari orang2 beragama!!

  133. bwt para jewish, sy pikir seandainya pun kalian beruasaha keras untuk melegalkan yahudi di sini tapi kelihatanny usaha kalian akan sia-sia saja2.ummat islam di sini tdk akan rela. bknkah yahudi yang licik dan pura2 baik?

  134. Saya tidak anti Yahudi,Tapi anti Israel (lebih lagi muak sama orang-orang norak berkulit sawo matang, hidung pesek, tapi pengin banget dibilang turunan yahudi. Dan saya sakin orang Yahudi asli malah najis banget liat mereka. Orang-orang seperti ini mungkin

  135. termasuk pengidap penyakit gila no. 45 menurut ibunya Andrea Hirata: krisis identitas akut) Kenapa saya anti Israel? Karena saya anti kezaliman. Kenapa mereka suaka berbuat zalim? Mungkin karena mereka mengidap penyakit gila no. 46: Komplikasi fanatik buta yang kronis, serakah, dan haus kekuasaan. Maka siapapun Anda, jika anda berlaku seperti zionis israel, Anda berada di seberang saya, walaupun kita seagama: Islam.

  136. Rajakota..!! jangan keras-keras ah entar lhu dibilang fundamentalis lagi, gue juga nggak ngerti kenapa jadi Yahudi dibanggakan, hidung pada pesek, kulit coklat, bodi…?? aah pendek abizz. Pingin diakui turunan timur-tengah(Yahudi)..ngace lhu padee..!! jadi orang Melayu kenapa..?? malu..??

  137. Saya juga ga anti-yahudi, tapi saya anti-segala tindakan Israel. Saya baru tau kalo ternyata komunitas Yahudi di Indonesia cukup luas.

    Wassalam

  138. B”H

    Shalom Alechem

    I’m a representative of Indonesian jewish Community, for any question please contact my email.

    Hatzlacha

    Rabbi Yaakov Baruch

    Beth HaShem Synagogue
    Manado, Indonesia

    yaakovbaruch@yahoo.com

  139. shalom aleichem,

    sebetulnya ga perlu repot2 untuk kenal satu yahudi ini atau satu yahudi itu. kalau mau toh setiap manusia memiliki hak untuk pindah agama dan masuk kepercayaan yahudi.

    memang tidak serta merta menjadi ras yahudi, tetapi keturunan and akan terhitung sebagai ras yahudi. kalau mau afdol convert ke yahudi ortodox, jadi diakui juga oleh yahudi konservativ atau yahudi liberal.
    di eropa banyak orang eropa yang konvert ke kekepercayaan yahudi, selain yang konvert ke budha, bahai atau islam.

    sayangnya memang di indonesia mungkin memang belum ada wadah atau rabbiner yang mengurus prosedur ini.

  140. brother…dimanapun berada cucu2 yahudi…kami cucu2 ismail.menunggumu dengan tangan terbuka….
    BSBD…”no where to run” hanya ada 2 prasasti di GS synagoge dan masjid bukan…..yang lain….ingat brother..yahudi bukan agama…seperti apa yang di katakan Bapak tua Ibrahim…albaqaroh 2:132

  141. B”H

    Shalom

    Iya, satu2nya tempat terdekat untuk melakukan convertion ke Judaism yaitu Australia, disana ada Beth Din (Majelis agama Yahudi) yg terdiri dari 3 Rabbi dan 1 Chazzan, yg dapat melukukan proses convertion tersebut.

  142. aku orang batak bos!
    jangan tanya agamaku..ga selera pamer aku soal agama..
    yg pasti aku punya tuhan..
    masak kalah ama anjing..
    cuma mo ingatkan..orang bodoh pun bisa narik2 garis keturunan ampe yg paling jauh,pangkalnya keturunan…sang ADAM!

  143. halo
    saya ingin memperdalam judaism dan hebrew language
    di israel ksh tau donk caranya krn di indo
    gak ada hub diplomatik.

    thx

  144. Ini namanya syncretisme: ide yg mengatakan bahwa yahudi & islam ada banyak persamaan. Yaacov baruch bilang begitu, aneh seorang rabbi ngomong begitu, rabbi apa ya itu? cari muka pada islam ideology ya???. Dia bilang islam & yahudi sma2 nyembah Tuhan yg satu, so what? Tuhan nya yahudi GOD of Isrel, HaSHEM almighty, ADONAI. Islam, Tuhan nya ALLAH, ya beda donk!

  145. Tuhannya aja udah beda, ya akarnya juga beda lah. Rabbi ini juga bilang islam & yahudi itu bnyk persamaan (trash banget ya) ie, krn sama2 ada ritual wudhu, sama2 gak makan babi, ini statement base on apa ya? misleading skali, dipaksa2in spy jadi sama, padahal islamic teaching/alquran banyak skali ayt2 yang menyatakan kebencian kepada Yahudi.What a deceived statement of yaacov. Cari muka ya ?.

  146. Yeah, tapi lebih dekat Noah dari Adam. Walapun masa lalu kurang jelas tapi jika panggilan jiwa orang akan ikut konversi.
    Tuhan tak mukin beda, Tuhan -SATU dan SENDIRI. Itu paling penting kesamaan agama Yahudi dan Islam.Dengan sunat,makan daging babi dan lain2 itu hal kedua.
    Yang perlu di ketahui: Islam adalah adik Judaism yang paling muda (setelah Christianity)tapi lebih dekat Islam dengan “kakaknya” yang Yahudi.
    Salah besar campur Eretz Israel (Judaism) yang adalah “tanah” spiritual, dan State of Israel, (negera SECULAR secara AS) yang symbol of Zionism walaupun pada kenyataannya banyak Yahudi di negera itu tidak setuju dengan politik Zionism.
    AlQuran pertama menulis tentang cinta kepada bangsa Yahudi, nanti kapan mereka ngak setuju ikutIslam mulai menulis tentang kebencian. Akar semua kebencian itu hanya tak bisa mengerti mengapa orang lain beda dari diri sendiri…
    Ashkenazim bukan Khazar…
    Tapi itu semua akan panjang jika di tulis dan tentu saja di jelaskan secara benar berdasarkan fakta yang ada.
    Sebenarnya saya ikut sini untuk cari Jewish community di Indonesia.
    Aku tinggal di Indonesia cukup lama, bisa sedikit bahasa Indonesia (English better)dan aku jadi datang lagi jika komunitas Yahudi benar-benar ada di Indonesia.
    Siapapun Yahudi, turunang atau orang PRO Yahudi silakan jawab ke e-mail saya: zeiztm@gmail.com
    Yang KONTRA silakan jangan tulis karena menurutku hanya contact orang Yahudi dan tidak jalanin diskusi.

    Shabbat Shalom,

    Abraham Ross.

    PS. Terima kasih banyak ke pemilik blog ini.

  147. Yaakov Baruch Palilingan bilang:
    ….dan ada foto2 peresmian SYNAGOGUE kami yg ditandatangaini oleh donatur 200 Jt tersebut MR J.P VAN DER STOOP Direktur SIGMO BH. NETHERLANDS,…

    I know who is Mr. J.P. Van Der Stoop and his wife Lin (a lady from Tapanuli), they are wonderful people and they are strong believer of Yeshua the Mesiah…. and they used to be a member of Beth Yeshua, Amsterdam. So, your Synagogue was blessed and financially supported by Yeshua the Messiah through His people Hans and Lin Van Der Stoop.

    Shalom!

  148. B”H

    Membeda2kan Tuhan adalah konsep orang fanatik yg kerdil imannya, saya tidak cari muka, jangan lupa Yahudi (Yitzhak) dan Arab (Yismael) adalah saudara dari Abraham / Ibrahim. kesamaan tradisi inilah yang membuktikan berasal dari akar yang sama (Semitik)

    NB: apa kamu anti-semite shalomyisrael?

  149. Quote”Please be informed that Mrs Miriam Elias is not the representative of El Al Israel Airlines in Indonesia.
    El Al Israel Airlines is represented by PT Bumi Dirganusa International as its General Sales Agent (GSA).
    We are not in a position in making judgement on Jewish activities in Indonesia.
    EL AL Israel Airlines
    It’s not just an Airline, it’s Israel”endquote

    Lho jadi this lady yg bela2in yaacov “rada gak bener” juga toh ????
    Atau bagaimana???
    Bagaimana Miriam Elias????

  150. quote”Saya setuju tuh, bung Yossy Rahardian. Memang dulu bukan namanya yahudi yang menjadi bangsa pilihan tetapi Israel dengan 12 suku tentunya yang menjadi bangsa pilihan, sedangkan yahudi itu nama lain dari salah satu suku Israel yakni Yehuda. Di Persia nama Yehuda berubah menjadi Yahudi selama mereka dibuang di negeri itu.
    yang disebut yahudi murni itu kalau bapaknya yahudi dan ibunya non yahudi atau ibunya yahudi juga, sebab yahudi itu menganut sistem patrilineal (PATRIARKHAL) – GARIS BAPAK sesuai kitabnya yakni hukum Torah. sedangkan menurut kitab Talmud, yahudi itu menganut Matrilineal. dulunya banyak perempuan yahudi diperkosa oleh tentara Romawi, Yunani, Syria dan bangsa-bangsa kafir (Goyyim) lainnya, sehingga para rabbi bingung karena banyak anak yang dilahirkan oleh perempuan yahudi dengan tanpa bapak biologis (Gentile – Goyyim – orang kafir, dimana menurut Talmud: orang non yahudi itu keturunan binatang – dari benih/sperma kuda). akhirnya para rabi dan pemerintah Romawi di Palestina bekerjasama dengan menentukan bahwa garis keturunan yahudi itu berdasarkan ibu yahudi atau perempuan yahudi yang melahirkannya hingga sekarang ini. Hal itu berlangsung sejak abad 2 hingga sekarang ini. namun tidak semua orang yahudi yang ikut sistem matrilineal itu.

    Jadi kalian yang merasa yahudi dari garis perempuan atau neneknya yahudi atau ibunya yahudi, menurut Torah, kitab para nabi, dan sejarah Raja – raja Israel tentunya, kalian itu bukan yahudi tetapi sama dengan GOYYIM (GENTILE – KAFIR, dimana menurut Talmud, orang non yahudi dari sperma kuda)”endquote

    Tapi “rabbi” yaacov itu bangga sekali dgn keyahudiannya dan tidak pernah spengetahuan saya secara resmi/terbuka/blak2an dia mengatakan ada darah menadonya yg jauh lebih banyak daripada darah yahudinya (bukan Israel) yang mana darah yahudi nya adlah dari ibunya.
    Tapi kalo emang pernah tapi kebetulan sy gak baca/dengar langsung ya syukur2 aja : )

  151. quote”buat rabbi yakoov
    mo tanya umurnya berapa ya? kok muda amat udah jd rabbi, hebat bener..trus belajarnya baca kita torah dan misnah nya umur berapa?
    dan kalo keturunan jews, kenapa sempat jd islam? convert dari islam ke yahudinya umur berapa?
    satu hal yg menggelitik saya, anda memberi bela sungkawa ke suharto dan bilang our prime minister ….., anda kan warga negara indonesia? bukan israel kan?
    kalo saya jd anda, daripada cape2 di indonesia mending pindah ke israel (karena saya sudah 2 kali ke israel) dan jd warga negara disana. kan kalo keturunan bisa lsg diterima.”endquote

    Nah ini juga yang jadi pertanyaan saya??? Menjadi rabbi syaratnya al:
    orang baru bisa jadi rabbi setelah umur 33 tahun, harus sudah menikah dan mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Biasanya calon2 rabbi harus dimentor oleh rabbi senior yang nantinya akan ordain mereka.

    By the way Yaacov sdh berapa kali ke Israel dan warganegara mana???

  152. Wah comments saya kenapa dihapus ya????????
    Apa yang mau ditutupi????
    Ada yang gak beres yg mau ditutupi dari “rabbi” ini???
    Kalau apa yg saya ungkapkan benar, kenapa di delete???

    Jangan sampai tambah banyak yang disesatkan !

  153. quote”Shalom Aleichem,

    Menjadi Yahudi atau tidak bukan hal yang pokok, namun keselamatan dari Yesus Kristus lah bukan menjadi yahudi…

    Aleichem Shalom

    The Mhsikha

    Comment by Khalil Yakub”endquote

    Amen ve Amen
    Can not agree more.

  154. quote”Menjadi Yahudi atau tidak bukan hal yang pokok, namun keselamatan dari Yesus Kristus lah bukan menjadi yahudi..
    Comment by Khalil Yakub”endquote

    Amen ve Amen
    Can not agree more.

  155. saya orang indonesia tapi mencintai budaya israel dan orang yahudi sampai- sampai ingin memiliki pasangan orang yahudi.keysia boleh kenalan dan jasmine ?

  156. QUOTE”Maka itu menjadi YAHUDI adalah suatu kebodohan, bukan kebanggan yang perlu ditonjolkan kalo kalian itu ada yang mengaku keturunan yahudi, apalagi kalo dari garis ibu.

    padahal menurut Alkitab Yahudi itu, ataupun Israel secara umumnya bergaris Bapak, Patrilineal.

    Baca di kitab Talmud Kidushin, yang menjelaskan kalo yahudi itu dilihat dari garis ibu, dan bertentangan dengan Injil atau Alkitab yang berdasarkan garis BAPAK.

    sudah tidak perlu bangga akan gen keturunan yahudi, apalagi kalo dah jauh, bukan berarti orang yahudi itu semuanya pintar, Tuhan itu adil bagi suku bangsa – bangsa lainnya.

    Banyak dari orang-orang Kristen yang sukses dan berhasil tanpa memiliki darah yahudi kok. Yesus sendiri memberi berkatnya kepada orang yang percaya KepadaNya bukan karena keyahudianNya.”ENDQUOTE
    (by Khalil Yakub)
    ———————–

    Interesting posting !.
    Jadi yang punya darah Yahudi, ya bersyukurlah tanpa harus menjadi arogan.
    Karena yang terpenting ” menjadi Yahudi tanpa menerima dan hidup dalam keselamatan Yeshua HaMashiach/Yesus sang Messias sejati…sia2 saja ke Yahudian mu”

  157. Kenapa Indonesia belum juga membuka hubungan diplomatik dg Israel ya, padahal banyak juga umat yahudi di Indonesia, dan banyak pula warga negara Indonesia di Israel. Aneh…

  158. quote”Saul akan berusaha keras secara administratif untuk bisa diakui keberadaan mereka. “Kami tak jauh beda dengan Islam. Kami sama-sama bertuhan satu, dikhitan, tidak memakan babi. Nabi-nabi kami pun, diakui dalam Islam kata Saul.”endquote

    gak salah nih pernyataan ini keluar dari seorang yahudi???
    Syncretism banget…
    Saul anda tau gak:
    Al Maa’idah:51
    DILARANG BERTEMAN AKRAB DENGAN ORANG-ORANG YAHUDI DAN NASRANI DAN AKIBAT MELANGGARNYA Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

    Ali ‘Imran:118
    Larangan mengambil orang Yahudi sebagai teman kepercayaan
    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.

    (source: Al Quran)

  159. Ada donatur/penyumbang synagog di Sul-Ut sebesar Rp.200.000.000,-
    Correct me if i am wrong.
    Penyumbang tersebut itu yahudi ortodox atau muslim ?

    Setahu saya d Alquran tidak ayat yang memerintahkan untuk memberkati Yisrael lebih banyak ayat2 yang mengutuk israel tapi aneh saya baru tau kao ada segelintir yahudi2 yang lebih suka cari muka pada islam hanya karena sama2 gak makan babi? hanya karena merasa sama2 tuhan nya satu? Tapi tuhannya islam tuh allah namanya, tuhannya yahudi siaapa???. Jadi jelas gak sama…

  160. u really fanatic in CHRISTIAN huh shalom yisrael? just remember that jesus is NOT god and messiah for us!!!!!

  161. what i believe is TOTTALY diffrent with what you believe!!! jesus is a god man but he is NOT for us, put that on your heart !!!! we jewish people only believe in 1 God, same like our cousin (bnai dodim) the arabs, and we dont have anu connections with your paganism traditions (roman-greek), so STOP make any anti-semite comment about me and our Jewish Nations, btw about the donations to our synagogue, thats NOT your bussiness !!!! only G-d will bless they who bless us, and will curse people like you who always curse us (based on our Tenach or your Old Testament that u never read and do it!!!)

  162. Andai sang donatur Rp.200.000.000,- tersebut bukan dari penganut Yahudi Ortodox or Islamists apakah dana yang mereka sumbang itu “kosher” or “halal” kah untuk diterima oleh Synagogoue di Tondano Sul-Ut???
    So far that I know donatur Rp. 200.000.000,- tersebut NEITHER Jewish Ortodox NOR Islamist…

  163. shalom aleychem,
    saya sangat setuju ada komunitas Yudaisme di Indonesia, banyak artis kita yg masih punya darah Yahudi seperti Marini, nama anaknya aja Shelomita dan Ruben Elishama, well it’s jewish name right. Tapi Marini sdh convert ke Islam cukup lama, sebetulnya tradisi Yahudi jg hampir sama spt Islam dan Kristen krn nenek moyang kita jg dr Timur Tengah, makanya dlm Yudaisme, Kristen dan Islam pny kesamaan nama-nama Nabi,Ibadah shalat dlm Islam hampir sama dg Ibadah Yahudi Orthodox, ada berdiri, merunduk, bertelut, sujud dll, dan ada pemisahan antara jemaat pria dan wanita, dan para pria muslim biasa memakai tutup kepala yg hampir sama dipakai oleh orang-orang Yahudi Orthodox, so kurasa klo bisa Synagogue yg di Surabaya bisa lestarikan dan klo bisa ada Rabbi disana.

    shalom

    Magen David

  164. shalom aleychem,

    sebetulnya Yesus sendiri hidup di lingkungan yahudi sewaktu dia hidup, orang tuanya sendiri orang yahudi, dia disunat menurut tradisi yahudi, dan kedua orang tuanya melakukan mempersembahkan kurban waktu Yesus dilahirkan, ibadah ini seperti dalam Islam yaitu Aqiqah ( kurban ketika anak baru lahir ) Yesus sendiri tidak merubah pengajaran Torah tp menggenapinya, bahkan dia dipanggil Rabbi/Guru/Mu’allim (Arab). Dlm Islam Yesus disebut Nabi/Rasul karena dia diutus Allah ke dunia sebagai penyambung lidah Allah. Jd Allah menggunakan manusia yg bernama Yesus sebagai utusanNya dan dia dibekali oleh Allah dg Mukjizat supaya orang-orang yahudi percaya bhw dia adalah utusan Allah seperti Musa yg dapat membelah lautan. Jd Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Ibunya Maryam adalah wanita yg saleh dan sangat berbakti kpd Allah bahkan didalam Quran banyak menceritakan tentang kehidupan Yesus dan Musa.

    shalom

    Magen David

  165. quote”Membeda2kan Tuhan adalah konsep orang fanatik yg kerdil imannya, saya tidak cari muka, jangan lupa Yahudi (Yitzhak) dan Arab (Yismael) adalah saudara dari Abraham / Ibrahim. kesamaan tradisi inilah yang membuktikan berasal dari akar yang sama (Semitik)
    NB: apa kamu anti-semite shalomyisrael?
    Comment by Yaakov Baruch July 16, 2008 @ 9:13 pm”endquote

    Well, well you may say Im fanatic, yesss I am. I do believe theres the one & only way to salvation: Yeshua the Mashiach.
    Fanatic: You can not be “suam2”, jika dingin skalian dingin, or panas skalian panas, can not be in between.

  166. quote”Membeda2kan Tuhan adalah konsep orang fanatik yg kerdil imannya, saya tidak cari muka, jangan lupa Yahudi (Yitzhak) dan Arab (Yismael) adalah saudara dari Abraham / Ibrahim. kesamaan tradisi inilah yang membuktikan berasal dari akar yang sama (Semitik)
    NB: apa kamu anti-semite shalomyisrael?
    by Yaakov Baruch”endquote

    Well, well you may say Im fanatic, yesss I am. I do believe theres the one & only way to salvation: Yeshua the Mashiach.
    Fanatic: You can not be “suam2”, jika dingin skalian dingin, or panas skalian panas, can not be in between.

  167. quote”Please be informed that Mrs Miriam Elias is not the representative of El Al Israel Airlines in Indonesia.
    El Al Israel Airlines is represented by PT Bumi Dirganusa International as its General Sales Agent (GSA).
    We are not in a position in making judgement on Jewish activities in Indonesia.
    EL AL Israel Airlines
    It’s not just an Airline, it’s Israel
    by ELALJKT Jan. 16,08″endquote

    So can you explain all about this Yaacov???
    Who is Miriam ???

  168. Quote”lalu kalo gitu siapa tuh mrs miriam elias ???
    Comment by Hartono Feb.10,08″endquote

    Nah iulah saya juga jadi heran, siapa itu Miriam ???
    Can you explain Yaacov????

  169. quote”o yahudi…
    kemana-mana selalu bangga dengan darahnya
    katanya umat pilihan Tuhan (dulu sih iya)
    tahukah anda, cuma Yahudi murni saja yang dianggap murni, kalo yang sudah campuran2 itu tetep aja Goyyim!
    get real dough..
    Comment by yossyrahadian Feb11,08″endquote

    Hahahaha gitu ya… : )
    Tapi ada lho orang yang ibunya Yahudi, bukan bapaknya lho yg Yahudi (Ibunya pun Tidak murni lagi Yahudi karena sdh blasteran juga)tapi dia lebih suka ngaku Yahudi seolah2 yang dia itu pure Jew gitu… Padahal Yahudinya dari gars ibu BUKAN garis bapak…”can you imagine ???” (ngutip kata2nya si yaacov…)

  170. qote”buat rabbi yakoov
    mo tanya umurnya berapa ya? kok muda amat udah jd rabbi, hebat bener..trus belajarnya baca kita torah dan misnah nya umur berapa?
    dan kalo keturunan jews, kenapa sempat jd islam? convert dari islam ke yahudinya umur berapa?
    satu hal yg menggelitik saya, anda memberi bela sungkawa ke suharto dan bilang our prime minister ….., anda kan warga negara indonesia? bukan israel kan?
    kalo saya jd anda, daripada cape2 di indonesia mending pindah ke israel (karena saya sudah 2 kali ke israel) dan jd warga negara disana. kan kalo keturunan bisa lsg diterima. sayangnya saya bukan keturunan yahudi hehehehe (atau paling gak susah nyarinya dan males)
    salam
    xxx
    Comment by xxx Feb16,08″endquote
    ——————————-

    syarat menjadi rabbi al:
    orang baru bisa jadi rabbi setelah umur 33 tahun, harus sudah menikah dan mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Biasanya calon2 rabbi harus dimentor oleh rabbi senior yang nantinya akan ordain mereka…
    So how about yaacov apakah dia memenuhi kriteria tsb diatas ???
    Atau perhaps, ada yahudi ortodox aliran lain lagi yg memungkin orang seperti yaacov ini menjadi rabbi, i dont know…

  171. salam alaykum,
    sebetulnya banyak artis indonesia yg punya darah yahudi seperti marini, anaknya aja namya shelomita dan ruben elishama, well it’s jewish name right, tapi mereka udah convert ke islam udah lama, sebetulnya menurutku judaisme dan islam banyak kemiripan satu sama lain, islam punya tradisi lisan yang dibukukan yaitu Hadits, klo yahudi punya tradisi lisan yang disebut Talmud, punya istilah toharot yg artinya kebersihan, klo islam namya toharoh, islam dan yudaisme sama-sama ga makan babi, cuci tangan sebelum makan, baca kitab suci dg bahasa aslinya, kadang kala imam dlm salat memakai seperti tallit yahudi, laki-laki muslim jg pakai tutup kepala seperti yahudi orthodox dll, yesus pun seperti itu, tetapi kenapa murid-murid yesus sekarang berbeda tidak seperti yahudi, malah islam yang mirip yahudi.

    salam

    tzione

  172. Comment by shalomyirael”endquote
    Nah ini juga yang jadi pertanyaan saya??? Menjadi rabbi syaratnya al:
    orang baru bisa jadi rabbi setelah umur 33 tahun, harus sudah menikah dan mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Biasanya calon2 rabbi harus dimentor oleh rabbi senior yang nantinya akan ordain mereka.

    Kalau boleh tahu, rabbi yaakov alias ninoy palilingan umur berapa? lalu anda dari aliran judaism mana, kalau boleh tahu? apa di aliran tersebut ada aturan menjadi rabbi, kalau boleh tahu umur berapa yang boleh menjadi rabbi?

    soalnya ‘kan tidak sembarangan menjadi rabbi, apalagi kalau darah yahudinya udah jauh, udah gitu dari garis perempuan lagi, kayak orang padang aje! matrilineal.

    tapi kalau orang padang ‘kan perempuan beli laki-laki, makanya di padang hanya garis perempuan yang punya kuasa di rumah tangga.

    tapi apa, di yahudi sendiri juga seperti orang padang, matrilineal, perempuan yahudi beli laki – laki goyyim, maksudnya beli gacoan…

    maaf ya, saya cuma nanya aja ke rabbi palilingan, biar kita yang lain pada tahu….
    tolong respondnya ya…

    Comment by rabbi yaakov alias ninoi palilingn”endquote
    NB: apa kamu anti-semite shalomyisrael?

    kayaknya shalomyisrael, gak anti – shemite!
    mungkin dia hanya nanya ke anda, mungkin anda bisa jelasin semuanya ke shalomyisrael dan mungkin juga ke anggota forum ini, ok?

    Thanks – regards

  173. Tidak semua yahudi pintar, setahuku yahudi yang jenius hanya dari etnis yahudi Ashkenazim saja. tidak dengan yahudi Sefardim. yahudi Ashkenazim dulu banyak yg hidup di eropa timur namun sekarang sudah mulai punah. mungkin Albert Einstein, Steven Spielberg ato komponis Yitzak Pearlman adalh keturunan dr Yahudi klan Ashkenazim

  174. Saya dikatakan: “Fanatik” oleh “RABBI”Yaacov Baruch aka Toar/Ninoy Palilingan

    Thank you “RABBI” YAACOV BARUCH…thankyou !
    ——————————————-

    “FANATIKKK Dalam Beriman Kepada Messiah Yeshua”

    Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis.
    (Efesus 6 : 10 -11)

    Secara umum, kegiatan pelayanan yang dilakukan jemaat Kristen mula-mula dengan jemaat Kristen saat ini, sama-sama mengalami adanya pertentangan sikap, penolakan, atau tindak penganiayaan dari pihak-pihak yang tidak menginginkan adanya hadirat kuat kuasa kasih Yesus menaungi diri atau lingkungan masyarakat disekitar mereka.

    Akan tetapi, dalam menjalani aktifitas pelayanan di ladang Tuhan, ada satu perbedaan mencolok antara jemaat Kristen mula-mula dengan jemaat Kristen saat ini. Perbedaan itu ada pada tingkat fanatisme.

    Jemaat Kristen mula-mula jauh lebih fanatik dibandingkan dengan jemaat Kristen saat ini. Padahal, keberadaan jemaat Kristen mula-mula, masih belum dikelola dalam satu organisasi yang tersistematis, masih belum memiliki manajemen keuangan, dan masih belum memiliki atribut yang menunjukkan keberadaan suatu jemaat Kristen, yang ditandai dengan adanya bangunan gereja.

    Para anggota jemaat Kristen mula-mula, tetap menjalani aktifitas pelayanan meskipun kondisi kehidupan pelayanan itu dilakukan dengan penuh kesederhanaan, tanpa sarana serta prasarana yang memadai.

    Meskipun dengan kondisi yang teramat terbatas dan penuh dengan tantangan, jemaat Kristen mula-mula tetap mampu menunjukkan kualitas pelayanan yang prima serta eksistensi keberadaan mereka ditengah orang-orang yang menolak mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya.

    Baiknya kualitas pelayanan jemaat Kristen mula-mula, dapat dilihat dari keberhasilan mereka untuk “mengkhamirkan” begitu banyak orang dengan kebenaran yang ada dan nyata didalam Yesus Kristus, Tuhan. Ditengah kesederhanaan, para anggota jemaat Kristen mula-mula, tetap dapat menghasilkan buah, yaitu pertobatan banyak orang.

    Jemaat Kristen mula-mula mampu bersaksi ditengah dahsyatnya peperangan rohani dan berbagai bentuk penganiayaan, kekerasan, serta penindasan atas diri mereka.

    Baiknya kemampuan jemaat Kristen mula-mula untuk survival dibawah tekanan hebat dari pihak-pihak yang tidak suka adanya pelayanan kasih Kristus, telah membuat diri mereka mendapat panggilan sebagai Kristianos, yaitu suatu ungkapan ejekan atau cemooh tentang kelompok orang-orang yang menjadi bagian dari keluarga, serdadu, atau pengikut Kristus, maupun orang-orang yang berperilaku layaknya Kristus.

    Dalam Firman Tuhan, kata Kristianos disebutkan 3 kali, yaitu dalam Kitab Kisah Para Rasul 11 : 26, Kisah Para Rasul 26 : 28, dan kitab I Petrus 4 : 16.

    Orang-orang yang membenci Yesus, mengejek dan mencemooh para anggota jemaat Kristen mula-mula karena mereka mengikuti pengajaran kasih yang disampaikan oleh Tuhan Yesus, dimana para pengejek itu, menghembuskan pula suatu anggapan, kalau Yesus Kristus telah gagal dalam menyebarkan ajaran atau pengaruhNya selama hadir dan bekerja melayani di bumi ini.

    Ejekan serta cemoohan itu tidak mengendurkan semangat jemaat Kristen mula-mula untuk melayani. Bahkan dari waktu ke waktu, jumlah pengikut ajaran Yesus semakin banyak. Mereka juga semakin militan dan nekat dalam melayani.

    Kondisi ini justru membuat kata Kristianos kemudian menjadi identitas sebutan bagi orang-orang yang percaya kepada Kristus, bukan lagi sebagai sebuah kata ejekan atau cemoohan, namun sebagai sebuah tanda pengakuan bahwa mereka adalah kumpulan orang-orang yang hidup secara fanatik membela kepentingan Kristus.

    Apakah kepentingan Kristus itu?

    Disampaikannya pengajaran akan isi Firman Tuhan kepada banyak orang yang belum percaya dan beriman kepada Yesus, sehingga terjadi pertobatan serta semakin banyak orang yang mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat manusia.

    Meyakinkan orang lain agar mau melakukan pertobatan, bukanlah suatu perkara yang mudah. Akan hal ini, Firman Tuhan menyebutkan : Allah mengasihi manusia, namun dunia ini menolak hadirat serta kasihNya.

    Setiap upaya pelayanan yang dilakukan oleh anak-anak Tuhan, akan menemui banyak pertentangan sikap. Penolakan akan terjadi dimana-mana. Kebencian ditabur kepada setiap orang yang mengaku dirinya beriman kepada Yesus. Bahkan tindak kekerasan serta penganiayaan yang dapat mengancam keselamatan jiwa, bisa pula menghampiri kehidupan anak-anak Tuhan.

    Namun Tuhan berjanji, Ia sendiri yang akan menyertai serta memampukan anak-anak Tuhan untuk melayani orang-orang yang belum beriman dan percaya kepada Kristus agar mau bertobat.

    Kuat kuasa Tangan Tuhan juga akan menyertai anak-anak Tuhan untuk menghadapi tindakan ekstrim dan radikal yang dilakukan untuk menghadirkan keadaan-keadaan yang dapat membuat anak-anak Tuhan menderita oleh berbagai tindak kekerasan yang dirupakan oleh orang-orang yang membenci Yesus.

    Pada saat Tangan Tuhan menyertai setiap bentuk pelayanan pekabaran Firman Tuhan yang dilakukan anak-anak Tuhan untuk membela kepentingan Kristus, maka semua bentuk pelayanan itu tidak akan berakhir sia-sia, akan tetapi menghasilkan satu buah, yaitu pertobatan dari orang-orang yang belum merasakan besarnya kasih Allah serta AnakNya yang tunggal, Yesus Kristus.

    Adanya penyertaan Tangan Tuhan itu, selayaknya membuat setiap anak-anak Tuhan semakin fanatik, dimana sikap fanatik itu, menggairahkan diri untuk aktif serta tetap konsisten melayani, menyampaikan kabar baik, yaitu kabar keselamatan yang ada dan nyata didalam Yesus, Tuhan.

    Oleh karena itu, pertumbuhan sikap fanatik anak-anak Tuhan dalam beriman kepada Kristus, merupakan modal penting untuk membela kepentingan Kristus di bumi ini.

    Jemaat Kristen memang harus mampu mempengaruhi dunia bagi Kristus dengan cara menghadirkan sikap fanatisme dan kesungguhan diri untuk melayani di ladang Tuhan.

    Jemaat Kristen dapat mencontoh adanya sikap fanatik yang ditunjukkan oleh Yosafat, raja Yehuda, selama masa pemerintahannya.

    Yosafat adalah seseorang yang takut akan Tuhan dan melakukan apa yang benar di mata Tuhan (II Tawarikh 20 : 32 – 33). Ia juga adalah sosok pribadi anak Tuhan yang tekun dalam mencari Tuhan (II Tawarikh 19 : 3 dan II Tawarikh 20 : 3a).

    Yosafat juga tegas dalam bersikap serta bertindak. Ia juga percaya kalau Tuhan akan menyertainya (II Tawarikh 19 : 4 dan II Tawarikh 20 : 20b).

    Sebelum mengambil sebuah keputusan, Yosafat terkenal dengan prinsip kehati-hatian, dengan menguji segala sesuatunya, karena ia tidak menginginkan adanya penyesatan. Dalam mengambil keputusan, Yosafat juga memiliki sebuah prinsip, kalau kebenaran bukan diperoleh dari suara terbanyak berdasarkan pengambilan suara, dimana jumlah suara mayoritas tidak menentukan kebenaran dari keputusan yang akan diambil dalam pemungutan suara (II Tawarikh 18 : 6).

    Banyak orang Kristen yang terkenal dengan sikap yang tidak konsisten. Ada sejumlah anak Tuhan yang dalam satu waktu tertentu, berapi-api dalam memuji Tuhan. Namun pada waktu yang berbeda, mereka kembali berbuat dosa. Mereka lupa kalau Allah memperhatikan seluruh tingkah laku mereka.

    Jemaat Kristen yang menjaga sikap fanatiknya dalam beriman kepada Kristus, akan selalu menjaga konsistensi perilakunya dalam hidup yang beribadah kepada Tuhan karena telah mengetahui adanya dosa.

    Dengan terus menumbuhkan sikap fanatik dalam beriman, membuat anak-anak Tuhan tidak mudah tergoda oleh keindahan yang ditawarkan dunia, tidak mudah terpengaruh oleh bentuk iman kepercayaan lain yang tidak sesuai dengan perintah serta kehendak Tuhan, dan tidak mudah tertipu oleh muslihat iblis.

    Sikap fanatik dalam beriman kepada Kristus akan membuat anak-anak Tuhan, tidak membiarkan diri mereka untuk mudah dipengaruhi oleh apapun untuk mengubah atau merampas iman kepercayaannya kepada Yesus.

    Anak-anak Tuhan yang memiliki sikap fanatik dalam beriman kepada Kristus, akan selalu menjaga kebugaran serta keteguhan iman kepercayaan mereka, yaitu dengan memperhatikan segenap kehendak Allah dan menjalankan perintah-perintahNya.

    Oleh karena itu bisa dikatakan kalau fanatisme dalam beriman, akan membuat hidup anak-anak Tuhan bertanggung jawab serta konsisten untuk memegang teguh prinsip keimanannya, dan akan selalu melakukan kegiatan pelayanan di ladang Tuhan, karena telah tumbuh suatu kesadaran, kalau orang lain harus pula diselamatkan.

    Banyak orang yang kehilangan kesaksian hidup mereka karena mereka tidak cukup berani untuk menyatakan prinsip keimanan mereka kepada banyak orang, dengan menonjolkan sikap fanatisme dalam beriman kepada Kristus.

    Setiap anak-anak Tuhan harus memiliki pendirian dan sikap yang jelas, bahwa sebagai keluarga, serdadu, atau laskar Kristus, harus bisa memenangkan sebanyak mungkin jiwa-jiwa untuk diselamatkan serta mengalami pertobatan, dan bukan sebaliknya.

    Anak-anak Tuhan tahu rahasia kehidupan yang Allah berikan kepada mereka yang setia dalam iman kepada Kristus. Rahasia itu harus pula dinyatakan dan dirasakan oleh mereka yang belum mengaku serta percaya kepada Yesus agar mereka juga menjadi bagian dari keluarga, serdadu, dan laskar Kristus, dimana nama mereka, ada tercatat di Buku Kehidupan.

    Akhirnya, perlu kita ingat, kalau Tuhan akan mengerjakan perkara besar dalam kehidupan kita kalau kita selalu menunjukkan sikap fanatik kita dalam beriman kepada Kristus, untuk membela kepentingan Kristus, menghadirkan pertobatan dari banyak orang yang belum mengaku serta percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat manusia.

    Fanatik dalam beriman kepada Yesus, adalah hakekat kehidupan orang Kristen yang sesungguhnya patut dihadirkan setiap saat dalam kehidupan anak-anak Tuhan. AMEN VE AMEN !!!
    (written by: Sarlen J. Manurung)

  175. Hai… Temen – temen Aku seorang Muslim Tapi aku pengen punya teman Orang Yahudi Kalau ada yang mau…….. Kirim ya E-mail Ke aku !!!

  176. Judaism is patrilineal

    The Torah says, Judaism is patrilineal.

    Moses’ wife Zippora was not Jewish and her children, Gershom and Eliezer, were definitely Jewish.

    The Talmud, which was not written until the 8th century, says it is matrilineal. DNA studies have proven the patrilineal origins of Judaism.

    Male Y chromosomes from Jewish communities across the globe are of middle eastern origins, but female mitochondrial DNA from the same communities is similar to their host communities, not middle eastern.

  177. Patrilineal descent and The Messiah criteria

    He must be a direct male descendant of King David and King Solomon, his son – “And when your days (David) are fulfilled, and you shall sleep with your fathers, I will set up your seed after you, who shall issue from your bowels, and I will establish his kingdom. He shall build a house for my name, and I will make firm the throne of his kingdom forever…” (2 Samuel 7:12 – 13)

    To be a member of the tribe of Judah, the person must have a biological father who is a member of the tribe of Judah.
    (In the criteria for a Messiah, nothing is stated about the mother, because at the time of the writing, it was not important.)

  178. Matrilineal or Patrilineal descent

    Taken from a discussion on Kulanu’s listserv: November 2001

    • Matrilineal descent:

    It is commonly held in the West that Jewishness follows matrilinealy. This is expressed in a variety of ways and circumstances, citing numerous rabbinical sources and is widely regarded as accepted practice

    • Patrilineal descent:

    This may be true for the west and westernised Jews as we have already noticed but for eastern Hebrews including South African Yisraelites who are far in the majority of the Hebrew family have from Adaham always been patriarchal, period. For such a tiny minority to dictate and impose something different to what the original majority has done for millennia is typical of western imperial conservatism. Everything seems as though it must be to your western standards and we the primitive natives of the east and third world must stupidly and simply follow. I wonder what the response would be if the tables were swapped around and we dictated to you.

    My original argument was that male seed lineage is our (culture) not tradition and that the matrilineal order was only introduced temporarily/ traditionally as a mechanism for the continuity of our people til we could return to our ORIGINAL (culture) like the patriarchal lineage patterns as illustrated in our Holy Torah.

    Ephrahim’s daughters who married their cousins to return the inheritance back to their male counterparts will exemplify this motion.

    Abbot Yisraelim, Avraham, Yisak, Yakov vi Benei Reuben le Benyamin, typify our lineage culture through the male seed and is not a religion but a way of life or ethic of culture for our very survival. Rabbinical decisions to establish the matrilineal descents were made after long debates, this is true but so obviously they were changing something to something else.

    I think they (The Rabbis of the Rabbinic Order) changing a patriarchal culture to a matrilineal order or tradition as a temporary measure not a permanent feature and this is my original and only point. Politics has swayed us away from the truth of our original Halakha and we are just denying the truth it seems? Understanding and re-learning our Halakha is important but conversion seems extreme and we will never bow or adhere to such nonsense. Our original Halakha is patriarchal otherwise AdaHama, Noah, Shem, Ham and Japheth were ladies. Somehow I do not think so! Read your Hamush! We follow what Hash-m instructs our kohenim, not what a group of Rabbis say only. The truth of Y-h shall forever prevail, brucha ha’amat le kul. le shana tov
    Kosinathi Imanuel haben beit Shmonlevi Ha Kohenim wa Nyati

  179. Assalammu’alaikum
    Saya wartawan di sebuah kantor berita radio di Jakarta. saya tertarik untuk membuat feature radio mengenai komunitas penganut agama Yahudi, khususnya di Jakarta. adakah kawan2 semua bisa memberikan informasi mengenai hal tersebut ? atau merekomandasikan narasumber yang bagus untuk di wawancara. saya tunggu informasinya di r_rizalino@yahoo.com

    sebelum san sesudahnya saya ucapkan banyak-banyak terima kasih.

    Wassalammu’alaikum

  180. NB: All people (Jewish and Non-Jewish) is free to give any kind of donations to the Synagogue over the World, as long it used in right way for the Jewish Synagogues budget. The problem is come when there is a man / group (especially non-jewish) who have “jellousy” and think that the money is better from them, they will try to find any kind of mistaken, or try to tell lies, so they think next time the money is for them, but they forget the eyes of G-d is never close, He will take care to this people like that

  181. Ketika Yesus Alaikum Salam datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia maka semua bangsa menjadi umat pilihan Tuhan……

    GOD BLESS US

  182. shalom,

    buat sally, JEWISH is NOT same with ZIONISM, karena :

    1. Tidak semua orang Yahudi mendukung Zionisme, sekitar 30% Yahudi Orthodox menolak paham Zionisme dan Negara Israel

    2. Tidak semua Zionisme adalah Orang2 Yahudi, sebab di US, ada kelompok “Christians-Zionist”, mereka ini yg membela Negara Israel secara membabi-buta, atas dasar anti-muslim dan ingin mendukung Negara Israel.

    3. Tokoh Zionisme “Theodore Herzl” adalah seorang Yahudi sekuler yang tidak menjalankan syariat agama Yahudi secara strictly dalam kehidupan sehari-hari.

  183. Yaakov Suyakov, is that u real name? dont make jokes with “yaakov” name, btw u think all nations can be “choosen” people huh? thats on only in ur doctrin, if all nations being “chossen” people then who will be un-choosen then? u knew to be choosen its mean there is a few nations options, then G-d choose 1, its not possible if all options became “choosen one”, The Bible (who believe by Jews and Christians) only legitimate Israel to be the Choosen people, not all nations in the world, if you said like that, thats ur pure minded not Bible or G-d words.

  184. dear al readers in this blog, please respect the Talmud and Halacha that what we (jewish) belief, all rules is our basic of faith, you (non-jewish) can’t just come and make your own inter-pretation and said that we are not true just because we not same with your idea, in the end of this month we will begin Rosh HaShanah 5769, its mean we already exist since 5769 or more then that, its mean we can survive with our faith since that time, we respect all nations, faith etc and we hope all of you will respect us also. Judaism is Judaism, Jewish is Jewish, we are pure separate from other religions such as Christian, Moslem etc, and we try to live in peace with all of religions in the World, especially here in Indonesia, so lets throw out all the jelousy, pre-judice, anti-semite and all bad minded about us (jewish people) we respect what you believe, and we hope you will respect also what we believe it

  185. Keamanan di Sulut dibuktikan langsung

    minahasa.go.id, Pujian terhadap keamanan Sulut yang dilontarkan pihak Kedubes Amerika Serikat (AS), bukan sekadar basa-basi. Hal itu dibuktikan langsung oleh Konjen AS berkedudukan di Surabaya, Caryn McLelland. Petinggi AS di Indonesia ini terlihat enjoy dan merasa nya-man ketika melakukan kunju-ngan ke Sinagog (tempat iba-dah umat Yahudi) di Tondano, Kabupaten Minahasa, Sabtu (13/09) lalu.
    Hanya dengan mengguna-kan mobil Avanza yang dike-mudikan Ketua Komunitas Ya-hudi Indonesia, Toar Palilingan Jr SH MH, McLelland tidak mendapat pengawalan sama sekali ketika berangkat dari Manado menuju Tondano. ‘’Keamanan dan kedamaian Sulut sangat dikagumi Konjen AS, tak heran tanpa penga-walan, mereka berani me-ngunjungi sejumlah tempat di Sulut, terlebih khusus Si-nagog di Minahasa,” ungkap Bidang Media Indonesian Jewish Community, IN Gros-man kepada koran ini, ke-marin (14/09).
    Kunjungan McLelland ke Sinagog Minahasa, katanya, merupakan kunjungan ba-lasan. “Sebab sekitar sebulan yang lalu, Ketua IJC Toar Palilingan Jr SH MH, me-ngunjungi Konjen Amerika Serikat di Surabaya,’’ kata-nya. Namun lebih daripada itu, kemajemukan dan plu-ralitas agama di Sulut, bukan hanya isapan jempol belaka. Buktinya, saling menghormati dan menghargai antarpeme-luk agama tetap lestari di Su-lut. Salah satunya dengan dihormatinya dan dilindungi-nya keberadaaan tempat iba-dah umat Yahudi (Sinagogue) di Tondano, Minahasa.
    “Keunikan akan keberaga-man agama ini menarik minat Konsul Jenderal Amerika Se-rikat (Konjen AS), Mrs Caryn McClelland.’’ Konjen McLel-land sendiri, setiba di Ton-dano, disambut Wakil Bupati Minahasa Drs Jantje Sajow dan Sekda Minahasa Drs Jan Soriton DEA yang sudah me-nunggu lama.
    Dalam kujungan tersebut, selain didampingi Sajouw dan Soriton dari Pemkab Mina-hasa, turut hadir kalangan Yahudi Sulawesi Utara, yang diwakili oleh Leo Elias van Beugen, yang menjelaskan ke-pada Konjen Amerika tentang sejarah kedatangan orang-orang Yahudi ke tanah Mina-hasa, jauh sebelum Perang Dunia II dan hubungan orang-orang Yahudi di Mina-hasa dengan Jewish Com-munity lainnya seperti di Amerika Serikat, Belanda dan lain-lain.
    Konjen Amerika serikat sa-ngat menganggumi dan ter-tarik dengan keberadaan Si-nagog tersebut mengingat di Indonesia hanya terdapat dua Sinagog, sehingga upaya ma-syarakat Indonesia keturunan Yahudi dalam melestarikan keberadaan Sinagog ini sa-ngat menarik simpati dari masyarakat internasional, khususnya Pemerintah Ame-rika Serikat. “Yang sangat me-narik di sini sebagaimana ungkapan Mrs Caryn, adalah peran pemerintah lokal yang melindungi keberadaan Sina-gog dan Jewish Community di Minahasa, sehingga hal ini menjadi perhatian khusus bagi Konjen Amerika untuk mengambil kesempatan me-ngunjungi Sinagog ini,” tukas Palilingan Jr.(irv) (sumber: Harian komentar)

  186. kayaknya, si toar palilingan alias yakov baruch ini, gak pernah merespon yang sudah saya tanyakan.

    ada apa ya. apa gak bisa jawab? atau ada something yang disembunyikan….

    sebenarnya namamu itu, ninoy palilingan atau toar palilingan atau baruch yakov sih? atau mungkin masih ada lagi….

    dari laga – laganya, dia ini anti israel or anti zionis israel or anti ……?

    walahualam deh si yakov baruh alias toar or ninoy palilingan …

  187. It is custom in Jewish family to have Secular name for our safety reason, not different with chinese who have secular name and mandarin name, same like us with our hebrew name and secular name, as a jew i always have desire to make aliyah or back to eretz, i’m not anti zionis, anti-israel or what, but i just want people to understand that jews is not same with zionism, i never hidden anything especially from people like you who have pre-judice to us (jews) just because we dont believe your god !!!!! once again i tell that i now who is people behind you who always try to get attentions with make lies about me and to our jewish community, and you know what ??? all of my activity here is not have any relations with you cause you are not part of us, i know you have a big desire to become jew with your “messianic” idea that even we know all that is not came from our judaism faith, all people in US, Europe and Israel know what i did, they came to my house, to my synagogue, and even to my jewish family grave at my town, so i think i dont need to show or explain to you about anything, cause i know what is your motivations, the talmud teaching about who is jew, thats came from mother side is not ur bussiness, u are not jew and u not even have jewish blood for 1 %, what u did is make “pre-judice” to our faith and our religion, thats talmud was created by our great rabbis thousand years ago before ur goyim anchestor was born and even know god, if u dont agree with what we belief in judaism, u dont have any right to make judgement to our faith and religion, i never choose to became jew, i was born from jewish mother, my mother was born from jewish mother, thats mean G-d who choose me to become jew, and G-d never choose u to became jew, He choose u to became goyim, u must receive that, open ur eyes and open ur mind, if u still want believe in G-d of Israel start to respect His choosen people, and stop to make any lies or curse about us, u knew the rules in torah right??? (Gen 12:3) : G-d will bless who bless Israel, and G-d will curse who curse Israel

  188. nb: just want tell u that if u read the post before this, there is an name shekinah joshua who also attack me in this forum, and then he realize and he ask my forgiveness cause he said he have influence from SHORESH MESSIANIC FELLOWSHIP OF JAKARTA, so i dont know if you have any relations with them or not, but i believe soon or later G-d will show the truth to u, and i will know soon about u (shalomyisrael,shemayisrael ….. or what), if u are gentlement why u not start write with ur REAL NAME.

  189. AS Minta Lindungi WNI Yahudi

    Jul 31, 2008 at 08:56 AM
    JAKARTA- Utusan khusus Menteri Luar Negeri Amerika bidang “Special Envoy to Monitor & Combat Anti-Semitism Mr Greg Rickmann Ph.d dan sekretarisnya Karen Paikin mengunjungi Indonesia. Keduanya datang dengan mengemban tugas khusus dari Pemerintah Amerika Serikat untuk memantau langsung bagaimana perlakuan Pemerintah Indonesia terhadap WNI keturunan Yahudi, dan sikap Indonesia terhadap Israel.
    Dalam kesempatan ini, rombongan yang didampingi langsung perwakilan Jewish Community of Indonesia, Toar Palilingan SH,MH juga melakukan peninjauan langsung ke tempat bersejarah Tugu Pahlawan Surabaya. Tempat ini dulunya dijadikan kamp konsentrasi milik Jepang untuk membunuh warga Belanda keturunan Yahudi. Selain itu, rombongan mengunjungi perkuburan Yahudi di kembang kuning, Surabaya.
    Sehari sebelumnya, 29 Juli 2008, mereka bertemu langsung dengan Mantan Presiden RI Abdurahman Wahid serta beberapa pejabat teras RI termasuk kaum ulama Muslim dan beberapa keluarga Yahudi di Indonesia. Mr Gregg Rickmann Ph.d melalui Toar Palilingan menjelaskan, maksud dan tujuan kedatangan mereka untuk menegaskan pada setiap pemerintah di seluruh dunia untuk melindungi kaum Yahudi di negaranya dari gerakan Anti-Semite (Anti-Yahudi). Sebab barang siapa melakukan tindakan Anti-Semite akan berhadapan dengan Pemerintah AS.(fia)

  190. Wakil Menlu AS Temui Palilingan Jr

    Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Gregg Rickman PhD dan Karen Paikin, Rabu (30/07) lalu, melakukan perte-muan dengan seorang putra kawanua, Toar Palilingan Jr SH MH. Palilingan dianggap berkompeten untuk ditemui, karena dia menjabat Ketua Komunitas Yahudi Indonesia.
    Berbagai masalah dibahas, termasuk sikap Pemerintah RI terhadap Komunitas Yahudi yang ada di Indonesia. Selain melakukan pertemuan dengan Palilingan Jr, Wakil Menlu AS bidang pengawasan dan me-merangi anti-Yahudi (Special Envoy to Monitor and Combat Anti-Semitism) ini, juga akan menemui pejabat pemerintah-an dan tokoh lainnya, di anta-ranya mantan presiden Abdu-rahman Wahid, juga ulama-ulama lintas agama. Diakui Palilingan Jr, Komunitas Ya-hudi di Indonesia ternyata mendapat perhatian khusus dari AS.
    “Dalam kesempatan kema-rin, mereka menjelaskan ke-datangannya, untuk meman-tau dan mengawasi bagaima-na perlakuan Pemerintah In-donesia terhadap keberadaan komunitas Yahudi di Indone-sia. Mereka juga mengunjungi kuburan Yahudi dan mene-mui langsung keluarga-ke-luarga Yahudi yang berada di Indonesia,” kata Palilingan Jr yang mendampingi mereka dalam lawatan kali ini.
    Selain mengunjungi Jakar-ta, mereka juga mengunjungi Surabaya dan sempat dijamu makan siang oleh Consulate General US Caryn McClelland. “Ada satu pesan yang disam-paikan mereka bahwa tak ada alasan didasari apapun untuk memusuhi komunitas Yahudi di seluruh dunia, apalagi di Indonesia. Sebab Pemerintah AS tak akan membiarkan jika komunitas Yahudi diperlaku-kan tidak semena-mena. Ha-nya saja saya menjelaskan, selama ini Komunitas Yahudi di Indonesia diperlakukan baik oleh pemerintah dan su-dah membaur dengan warga Indonesia juga hidup rukun dan damai,” ungkap Palili-ngan Jr.(irv)

  191. yahudi itu adalah suku bangsa, dan tidak mungkin seseorang yg tidak memiliki keturunan yahudi ingin berpindah agama menjadi yahudi…

  192. Tentu bisa demplon, sebab dalam “halacha” (Jewish Law) yg disebut sebagai “Yahudi” ialah mereka yang :
    1. Lahir dari Ibu Yahudi dan
    2. Orang yang memeluk agama Yahudi (Convertion)

    contohnya: Naomi dalam Tanach (Bible), Rabbi Akiva, dan banyak Rabbi2 besar dalam sejarah Bangsa Yahudi. dalam Kitab Yesaya 56 :

    56:1 Beginilah firman H-Shem: Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan, sebab sebentar lagi akan datang keselamatan yang dari pada-Ku, dan keadilan-Ku akan dinyatakan.
    56:2 Berbahagialah orang yang melakukannya, dan anak manusia yang berpegang kepadanya: yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang menahan diri dari setiap perbuatan jahat.
    56:3 Janganlah orang asing yang menggabungkan diri kepada H-Shem berkata: “Sudah tentu H-Shem hendak memisahkan aku dari pada umat-Nya”; dan janganlah orang kebiri berkata: “Sesungguhnya, aku ini pohon yang kering.”
    56:4 Sebab beginilah firman H-Shem: “Kepada orang-orang kebiri yang memelihara hari-hari Shabbat-Ku dan yang memilih apa yang Kukehendaki dan yang berpegang kepada perjanjian-Ku,
    56:5 kepada mereka akan Kuberikan dalam rumah-Ku dan di lingkungan tembok-tembok kediaman-Ku suatu tanda peringatan dan nama–itu lebih baik dari pada anak-anak lelaki dan perempuan–,suatu nama abadi yang tidak akan lenyap akan Kuberikan kepada mereka.
    56:6 Dan orang-orang asing yang menggabungkan diri kepada H-Shem untuk melayani Dia, untuk mengasihi nama H-Shem dan untuk menjadi hamba-hamba-Nya, semuanya yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang berpegang kepada perjanjian-Ku,
    56:7 mereka akan Kubawa ke gunung-Ku yang kudus dan akan Kuberi kesukaan di rumah doa-Ku. Aku akan berkenan kepada korban-korban bakaran dan korban-korban sembelihan mereka yang dipersembahkan di atas mezbah-Ku, sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.
    56:8 Demikianlah firman Adon H-Shem yang menghimpun orang-orang Israel yang terbuang: Aku akan menghimpunkan orang kepadanya lagi sebagai tambahan kepada orang-orangnya yang telah terhimpun.”

    Regards

    Yaakov Baruch

  193. banyak sebetulnya jejak yahudi di indonesia dalam kehidupan nyata maupun dalam iklan.
    dalam iklan bisa dicontohkan :
    1.iklan telkom internet ‘dalam iklan tersebut terdapat adegan seorang anak yg akan sedang tidur dan di sisi bantalnya tergambar bintang david.
    2.coklat stick mirip geryy chocolatos namun bukan merk apa saya lupa apabila dibalik plastiknya di bagian belakang ada bintang davidnya.

    dalam kehidupan nyata mebel2 di kawasan elit jakarta seperti kemang dan cempaka putih hampir semua pemiliknya orang yahudi,dan matrial serta mebel di kawasan bodongan-empang bogor pun banyak dimiliki oleh orang yahudi.

    sepengatahuan saya segitu , thanks.

  194. yahudi sbg bangsa, harus diakui. tapi bila sudah menaneksasi tahah air bangsa lain, itu kriminal. Mrs. margareth marcus telah diberi hidayah Allah swt, now she is maryam jameela. alhamdulillah.

  195. shalom

    buat teman teman semua….. kok ribut seh ??

    menjadi seorang yang beragama yahudi Tidak Gampang, tidak hanya dengan membabtis sudah menjadi kristen atau hanya menyebut muhammad itusan allah sudah menjadi islam.
    menjadi seorang jewish sekarang paling tidak belajar agama yahudi setiap hari selama 6 bulan dan berkelanjutan dan memiliki sertifikat.

    Sekarang banyak orang yang bukan asli yahudi di israel.
    ingat ada juga yahudi askenazim dan ada pula sefaradim.

    semua agama itu benar, jalannya aja yang berbeda-beda
    yahudi punya satu tuhan
    muslim punya satu tuhan
    islam punya satu tuhan
    samakaaaaaaaaaaan ????

    BTW buat @Orang jawa : kok tau orang indonesia banyak di
    israel ???

    Buat @Shalomyisrael : pernah di israel ya?
    Tau ga dimana gw bisa ketemu orang
    atau kumunitas indonesia di israel ???
    gw dah 6 bulan belum liat orang
    indonesia tuh di tel aviv

  196. edit
    semua agama itu benar, jalannya aja yang berbeda-beda
    yahudi punya satu tuhan
    kristen punya satu tuhan
    islam punya satu tuhan
    samakaaaaaaaaaaan ????

  197. Becoming a rabbi

    There is no formal requirement to have semicha in order to be called “rabbi” by one’s students; it is not a title that one gives to oneself. Haredi Judaism and Hasidic Judaism hold that being tested and certified as a rabbi might be a requirement for certain employment opportunities, but in and of itself it is not the ultimate goal to which an individual need aspire. Rather, they encourage their students and disciples within the yeshivas they lead to study the Torah as an end in itself. Through probing the hidden beauty of the Torah students gain a deep and profound understanding of the divine wisdom it contains, enabling them to better serve God on the highest levels of spirituality. Students are also instructed in the study of mussar, or an equivalent, which teaches perfection of one’s character, and constantly striving for greater heights. Students are expected to have a general knowledge of the Shulchan Aruch (Code of Jewish Law), so that even when they go into business, or other fields, they will continue to utilize the Torah’s teachings, and live their lives accordingly

    Toda

  198. hanya orang yahudi yang mengaku suku bangsa pilihan.
    masya Allah..suatu bentuk arogansi yang mendarah daging di benak mereka.bisa disamakan dengan kearoganan iblis yang tidak mau sujud pada adam. semua manusia kedudukannya sama bung…

  199. Orang – orang Yahudi yang convert ke ISLAM

    Musa Caplan pemuda Yahudi Memeluk Islam Setelah Chatting

    Tapi melalui Chatting, seorang remaja Yahudi justru memeluk Islam.

    Musa Caplan nama lengkapnya. Baru berusia 16 tahun. Sebelum memeluk Islam, Musa beragama Yahudi. Keluarganya bukanlah dari kalangan Yahudi tradisional (orthodok). Namun ia justru belajar agama dari penganut tradisional.

    “Aku belajar agama dari kelompok Yahudi Orthodok di sinagog (rumah ibadah kaum Yahudi-red). Demikian pula pendidikan formal juga di sekolah orthodok,” tutur Musa. Tinggal di komunitas Yahudi Orthodok di Amerika Serikat, ia seakan ”putus” kontak dengan dunia luar. Otomatis kala itu Musa tidak punya teman non-Yahudi sama sekali. Melalui bantuan internetlah ia mendapatkan banyak teman, terutama dari kalangan Islam. Dari diskusi online, ia justru mulai ragu dengan agamanya dan akhirnya bersyahadah via internet.

    Berikut kisahnya seperti dituturkan di di situs readingislam.com.

    Kenal Islam lewat internet
    “Belakangan, sejak kenal internet, aku jadi suka chating. Dari situlah bisa kenalan dengan berbagai macam kalangan, suku dan agama,” imbuhnya. Bahkan, e-mail Musa secara perlahan mulai terisi oleh teman-temannya yang beragama Islam. Sejak saat itulah ia mulai tertarik dan antusias mempelajari Islam.

    Mereka masyarakat Barat sangat Antusias mempelajari Islam, bahkan di Indonesia mereka mendirikan perkumpulan Mualaf Kuningan
    “Aku menaruh perhatian sangat spesial dengan Islam. Kami saling bertukar info tentang Tuhan, nabi, moral, dan nilai-nilai agama. Perlahan aku jadi tahu banyak tentang Islam. Ternyata Islam adalah agama yang penuh damai. Begitupun aku belum bisa menghilangkan imej buruk tentang Islam. Misal ketika kudengar ada serangan teroris, sama seperti yang lainnya, aku menuding Islam itu ekstrem.” aku Musa. Beruntungnya ia punya kenalan online beragama Islam. “Dialah yang telah membuka pintu Islam kepadaku.”

    Alhasil ia justru jadi banyak bertanya pada dirinya sendiri. Apakah agama Islam mengajarkan hal itu (membunuh orang tak berdosa)? Katanya Nabi Muhammad adalah seorang pejuang besar dan tidak pernah membunuh orang tak berdosa.

    “Dari diskusi itu aku yakin Islam juga mengajarkan respek, damai, dan toleransi. Tidak pernah disebutkan untuk membunuh orang selain Islam. Dalam Al-Quran ada satu pelajaran yang sangat berharga dan dalam maknanya:”Membunuh seseorang, sama dengan merusak seluruh dunia.” Musa menyitir sebuah ayat Al-Quran.

    Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. (Al-Ma’idah:32)

    Setelah yakin Islam bukan agama perang, Musa memutuskan untuk mempelajari Islam lebih mendalam. Ia justru menemukan keragu-raguan dalam agamanya sendiri.

    “Entah mengapa pandanganku sangat cocok dengan pandangan Islam. Aku bahkan menduga Kitab Perjanjian Lama, misalnya, telah banyak diubah. Diubah semata-mata untuk kepentingan materi.”

    “Hal menarik lainnya yang membawaku makin condong ke Islam adalah kebenaran ilmiah (scientific truth) yang ada dalam Al-Quran. Kandungan ilmiah Al-Quran luar biasa. Misal Quran menceritakan bagaimana kejadian manusia yang berawal dari sperma manusia. Asal mula kehifupan manusia sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran itu jauh sebelum ilmu pengetahuan ditemukan,” tukas Musa mantap.

    “Al-Quran juga menyatakan bagaimana gunung-gunung dibentuk dan berbicara tentang lapisan atmosfir! Ini semuanya hanya beberapa dari begitu banyaknya penemuan-penemuan ilmiah, yang telah ada dalam Al-Quran 1400-an tahun yang lalu jauh sebelum penemuan-penemuan ilmu pengetahuan saat ini. Inilah salah satu kunci atau faktor yang menghantarku menemukan kebenaran dalam kehidupan,” lanjutnya bersemangat.

    Musa menambahkan ada banyak website (situs) yang sangat bias dalam mengartikan ayat-ayat tertentu. Misalnya ayat-ayat tentang “perang”. Dikatakannya, kebanyakan situs-situs itu mengambil frase “perang”tersebut untuk membuat opini bahwa Islam agama suka perang.

    “Padahal tidak demikian. Dalam bahasa Arab, kata Islam berasal dari salama yang bermakna “damai atau selamat”. Aku sangat yakin Islam agama damai.”

    Tidak berani tinggalkan shalat

    Sejak tragedi 9/11 banyak masyarakat AS memeluk Islam termasuk wanita yahudi
    Menilik usianya yang masih sangat muda dan tinggal di lingkungan kaum Yahudi, Musa menghadapi banyak tantangan. Terutama dari keluarganya.

    “Sungguh sangat sulit bagi mereka jika tahu aku telah berganti keyakinan. Jujur saja, keluarga dan sanak famili semua sayang padaku. Apa reaksi mereka kala mengetahui anak laki-laki kesayangannya telah masuk Islam? Karena itu, sementara waktu aku tak bisa leluasa memperlihatkan kehidupan Islam secara sempurna dalam kehidupan harian. Namun aku bersyukur kepada Allah, diberikan kekuatan hingga tetap bisa menunaikan shalat lima waktu dengan lancar. Khusus shalat saya berjuang untuk tidak meninggalkannya,” tutur Musa.

    Menariknya, tatacara amal ibadah dalam Islam, semisal shalat dipelajarinya melalui chatting dengan rekan muslim dan juga browsing di internet.

    “Paling kurang aku bisa tetap memelihara keyakinan pada Allah. Beberapa hal lain, secara fisik, lumayan sulit mengekspresikannya di khalayak ramai.”

    Musa belum berani memberitahukan kepada kedua orangtuanya bahwa sudah memeluk Islam. Karena itu pula ia belum berani keluar rumah guna mendatangi mesjid untuk shalat. Seperti disebutkan di atas, tempat tinggalnya adalah kawasan Yahudi Orthodoks dan mesjid yang ada letaknya pun sangat jauh dengan rumahnya.

    Karena usia yang masih sangat belia, Musa terkadang sulit mengendalikan emosinya. Misal kala berdebat sesuatu tentang Muslim, katakanlah tentang Timur Tengah, hatinya jadi mudah meletup.

    “Saat diskusi seluruh anggota keluarga sudah pasti mendukung Israel. Mereka tidak tahu bagaimana kenyataan yang sebenarnya. Seperti bangsa Palestina, saya pikir seharusnya mereka memperlakukan rakyat disana secara baik. Ketika keluargaku bicara tentang situasi di sana, terutama saat mereka menyebut-nyebut “Tanah suci bangsa Yahudi” atau “Tanah Impian”, entah kenapa hatiku menolaknya dan bahkan ada rasa marah. Saya jadi gampang tersinggung.” aku Musa panjang lebar.

    Sulitnya bersyahadah di khalayak ramai
    “Aku belum mendapatkan kesempatan untuk mengucapkan syahadah dengan disaksikan khalayak ramai. Meskipun begitu aku telah bersyahadah di hadapan yang Maha Menyaksikan, yakni Allah SWT. Nanti ketika umurku sudah cukup dan dianggap dewasa untuk bepergian sendirian, maka aku berniat untuk melangkah ke mesjid, insya Allah. Hal terpenting saat ini adalah meningkatkan kualitas diri (iman),” ujarnya.

    Diam-diam Musa bahkan mulai berdakwah dengan mengajak rekan-rekan sepermainannya untuk meninggalkan minum-minuman keras, nonton film porno, menjauhi obat-obatan terkarang dan juga menghilangkan kebiasaan mencuri. Namun tentu saja hal itu tidaklah mudah. Musa mencoba semampu yang ia bisa.

    “Semuanya demi dan untuk Allah. Aku berharap sepanjang waktu yang ada bisa mengerjakan apa yang Allah maui dari hamba-Nya.”

    Musa, uniknya, tidak mau disebut telah menemukan Islam atau masuk Islam ataupun telah mendapatkan cahaya terang selepas berada dalam kegelapan. Akan tetapi ia ingin dikatakan telah kembali kepada Islam. Semoga Allah menuntunnya kepada jalan yang benar sebagaimana Allah telah tuntun kita semua. Amiin.

    Dianggap sudah mati

    Joseph Cohen yang skrg merubah nama menjadi Yusuf Khatab
    Peristiwa masuk Islamnya kalangan Yahudi memang sering bikin heboh. Kebanyakan komunitas dan terlebih keluarga si muallaf tidak bisa menerima hal itu. Seperti peristiwa kaburnya seorang gadis Yahudi baru-baru ini di Yaman. Terakhir diketahui sang gadis telah memeluk Islam. Kabarnya di sana peristiwa seperti itu telah puluhan kali terjadi. Untuk kasus seperti itu, maka pihak keluarga si muallaf Yahudi melakukan upacara kematian dan menganggap salah satu anggota keluarganya telah mati, karena keluar dari agama Yahudi.

    Maryam Jamilah, penulis buku Islam terkenal dan seorang muallaf Yahudi Amerika yang masuk Islam tahun 1961, pernah mengalami masa-masa sulit selepas berganti keyakinan. Diceritakan kala itu ia dianggap sudah tidak ada lagi oleh anggota keluarganya.

    “Keluarga saya menyusun opini bahwa saya sudah keluar (dari Yahudi). Saya diperingatkan, dengan memeluk Islam kehidupan saya akan sulit, Karena Islam bukan bagian dari Amerika. Dikatakan mereka, dengan ber-Islam maka saya akan diasingkan dari keluarga dan masyarakat,” kisah wanita yang punya nama asli Margaret Marcus itu sebagaimana disitir Islamreligion.

    “Jujur saja, pada masa itu saya belum begitu kuat menghadapi serangan dan tekanan seperti itu. Hingga jatuh sakit. Bahjan saya berencana berhenti dari kuliah. Selama dua tahun saya berada dalam perawatan medis khusus,” lanjutnya. Maryam mulai bersentuhan dengan Islam kala baru berumur sepuluh tahun. Satu ketika ia pernah berujar begini.

    “Delapan tahun di sekolah dasar, lalu empat tahun di sekolah menengah dan satu tahun di akademi. Saya belajar bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Latin dan Yunani, Aritmatika, Geometri, Aljabar, Biologi, Sejarah Eropa dan Amerika, Musik dan Seni, akan tetapi saya tidak pernah mengenal siapa Tuhan saya!” Begitulah. [zulkarnain jalil, kontributor http://www.hidayatullah.com di Aceh. Email \n zkarnain03@yahoo.comAlamat e-mail ini telah dilindungi dari tindakan spam bots, Anda butuh Javascript dan diaktifkan untuk melihatnya Alamat e-mail ini telah dilindungi dari tindakan spam bots, Anda butuh Javascript dan diaktifkan untuk melihatnya ]

    http://swaramuslim.com/islam/more.php?id=A5504_0_4_0_M

  200. My Reversion to Islam (A Jew who convert to ISLAM)

    By Yousef al Khattab

    I was born to a Secular Jewish family, and at the age of 18 years old decided to look “deeper” into belief in God. Like most people, I looked at religion from a view point that was closer to me. Being that my family was Jewish and I was raised to attend Jewish schools I looked into Rabbinical “Orthodox Judaism”.

    In the year 1988 I entered a Yeshiva and started my journey into the Orthodox Rabbinical racist cult. In 1991 I wed my 1st wife (then) Luna Mellul now Qamar al Khattab. She was from the Moroccan town named Tetouan and was attending the racist Orthodox Jewish girl’s seminary known as Breuers or Sampson Raphael Hirsh Bet Yaakov aka Bais Yakov.

    1992 bought us the birth of my 1st child Abdel Rahman (formally Rachamim Cohen). Alhumdulilah he was then as he is now my pride and joy. Upon the birth of Abdel Rahman we were living in Williamsburg, Brooklyn in the Satmar Hasidic community. I used to see all the lying and cheating, government scams and money laundering using the Synagogue and Yeshiva bank accounts and the poor hygiene of these folk, and was nervous for my new born son not to grow up like these folk. We tried broadening our horizons and moved to the Ocean Parkway area of Brooklyn, later that year.

    1994 till 1998 bought us the birth of 3 more wonderful children alhumdulilah. Hesibeh, Abdel Aziz (formally Ezra),and Abdullah (formally Ovadia) during these years I tried to convince myself that Judaism was a true path and I just didn’t understand it because I never read the entire set of Talmud and it 3 different ways of understanding it including the “hidden level”. You see this is the trick in the rabbinical cult, you will not EVER finish learning all the rabbinic text thus u are subservient to the Rabbis (aka Elders of Zion) who will interpret Judaism for you. During this time frame the Rabbis saw that we doubted there beliefs thus constantly followed our family contacting all new friends and employers etc. The Rabbis MUST ALWAYS know where you move to and who are your friends. The Rabbis were starting to be a big nuisance as were the Rabbinical Jews so seeking a better future elsewhere we loaded up the family and moved to Palestine. (then like most westerners we were brainwashed to refer to the Jew entity as Israel).

    September,1998 we now arrived in Ghaza or what the Jewish squatters refer to as Gush Qatif. Quickly my wife was turned off by the lies of the folk there and my son Abdel Rahman came running home from school one day saying “Daddy, my teacher doesn’t cover her hair properly, her dress is to short, they don’t learn Torah here and all they do is play”!! Maashaallah, my son was very correct so with no possessions or money we set off to find a home in the nearby Jew settlement of Netivot in occupied 1948 Palestine. Shas, a “religious political party” immediately helped us by providing a home and their private school system and my kids went from knowing NO Hebrew to being tops in there class alhumdulilah. During our stay in Netivot I met a Muslim from UAE and we had conversations for about 2 years where he would ask me questions about Jewish Aqeedah or Jewish creed, and then compare it to Tawheed al Elohiya a part of Islamic Monotheism. I would then go and ask major Rabbis questions about the Jewish creed and always got 60000 different answers. The Jews can’t even tell you where there God is based on text; rather they say God is everywhere! (authubilah) One day I decided to go to the Arab souk and buy a translation of the meaning of the Holy Quran in the English language. Subahanallah!!!!! I could not put it down!! Every problem I had with Jews and Judaism was being addressed by Allah the Most High, in the 1st 3 chapters of the Quran Allah swt answered most of my doubts about Judaism. The Quran is firm with the Jews and invites them to a just truth (Islam) to save them from the hellfire their ancestors are currently in.

    When I finished reading the entire Quran,I could no longer associate with Jews any longer, thus I was obliged to tell my wife I am a Muslim. Alhumdulilah within 2 weeks my wife decided to read the Quran and became a Muslimah!!! Then the kids after her alhumdulilah.

    Today 2006 alhumdulilah I live in Morocco with my wife Qamar and kids. My kids no longer remember Hebrew and there 1st language is Arqbic. All the kids are learning in Islamic Arabic Schools alhumdulilah we thank Allah subhana w tala for blessing us with islam.

    http://www.jews-for-allah.org/Jewish-Converts-to-Islam/Yousef-al-Khatab.htm

  201. Shalom

    G-d created Jewish people and gentiles, to enter olam habba a gentiles doesnt need convert to Judaism, they just can become “bnai noach”. the problem in Indonesia and other part of World many gentiles want to become jews just because they active in “messianic” activity, actually thats not recoqnize as part of Judaism.

  202. Coba saja muncul ke permukaan. Buka topeng-topeng kalian. Kalian sudah ditakdirkan tak akan rela hidup berdampingan dengan umat lain termasuk Kristen dan Islam. Yakinlah begitu kalian muncul kalian akan diperlakukan sama seperti saudara-saudara kami di Palestina dibantai oleh saudara-saudara kalian yang terkutuk di Israel.
    ALLAH SWT tidak bodoh kalian lah yang bodoh yang menganggap ALLAH bisa dibodohi. Tunggu kehendak-Nya…Tunggu kehancuran kalian…!!!

  203. Aku ada satu pertanyaan untuk umat yahudi mengapa kalian umat yahudi tidak ada tempat bernanung di muka bumi ini? Apakah Tuhan kalian lupa dengan kalian atau agama kalian palsu.
    Satu lagi pertanyaan dari saya mengapa Nabi kalian tidak pernah mengaku beragama Yahudi (Coba kalian lihat di kitab kalian) lalu darimana nama Yahudi?
    Terima Kasih.
    Apabila kalian bingung maka bertaubatlah kalian dari agama palsu ini
    Semoga Tuhan yang menciptakan aku dan kalian memberikan petunjuk

  204. terus terang saya merasa kecewa melihat ucapan ARIEL dan RERI..yang sok mengeksploitisir yahudi2 yang masuk islam..bagaimana anda tahu bahwa justru banyak orang islamnya yang masuk agama lain tanpa banyak publikasi??..apakah anda tahu berapa banyak prosentasenya orang arab/islam yang masuk agama lain??..anda hanya mengutip dari situs teroris/islam jalur keras!!…sekedar info buat semuannya..berita2 yang ada di http://www.swramuslim.com, http://www.hidayatullah.com. termasuk majalah2 sabili dll..sebenarnya banyak propaganda daripada faktanya!!..lihat saja isinya yang selalu menjelek-jelekkan agama lain!!.

    Mengenai yahudi yang beragama islam..apakah anda tahu bila banyak orang “arab” dan”india” indonesia ataupun yang diasalnya ternyata adalah yahudi??..orang-orang ini banyak sekali bahkan setahu saya..mereka termasuk keluarga “arab”terpandang di indonesia..namun mereka telah terjebak dalam proses arabisasi yang begitu kuat!
    sejak kecil saya pernah mendengar selentingan itu..namun saya berhasil menanyakan pada mereka dan mereka mengakuinya..namun anda tahu sendiri kan “hebatnya” propagandis arab..sehingga orang yahudi..yang jelas2 berdarah yahudi diaku-akui sebagai arab!! selama berabad-abad..
    jangankan yahudinya..orang2 jawa dan melayu saja sudah lupa akarnya dan bangga atas identitas palsunya sebagai “arab!/muslim?”..cari apa sih??

    mungkin yaakov serta komunitas yahudi indonesia sendiri tak mengetahui hal ini..namun memang hal itu benar2 ada, namun menjadi”rahasia umum”!

    terus terang dengan akal sehat pula ..keyahudian adalah fakta menurut darah dari orang tua..entah bapak-ataupun ibu!.

    sekali lagi saya menghimbau, janganlah membawa2 urusan kefanatikan anda pada agama sehingga memberitakan berita2 yang sebenarnya hanya debu kecil hanya untuk membuatnya seperti batu gunung!!..

    ketuhanan nggak ada sangkut pautnya dengan “agama”..namun ketuhanan jelas terkait dengan “kesadaran diri”!!

  205. salam damai, ketika ada orang indonesia yang sangat antusias untuk mengetahui keberadaan komunitas yahudi di indonesia, muncul pertanyaan:
    1. apakah orang ini termasuk orang yang sedang mencari jati diri?
    2. apakah orang ini adalah bagian dari kelompok anti yahudi yang ingin melaksanakan agendanya?

    kemudian, saya akan lebih bangga jika keberadaan saya berguna bagi banyak orang dan tidak pernah mempunyai niat untuk membasmi/membunuh/menghabisi/memusnahkan/membenci orang lain, sejelek apapun dia. sebab ukuran yang anda gunakan untuk mengukur orang lain, juga akan diukurkan kepada anda.

  206. judaism is a fake religion? all prophet in Judaism called they are Israeli, after the Kingdom of David split, the south kingdom (mostly tribe of judah) called “jewish” because they still worship G-d of Abraham, Isaac and Jacob then in the north called “israeli” but later became “samaritan” since they not worship G-d in Holy Temple of Jerusalem.

  207. Assalam……

    Pak Saya Tertarik dengan artikel bpk tentang yahudi di indonesia, boleh saya minta alamat alamat orang orang yahudi khususnya di jakarta? saya pengen belajar tentang agamanya.

  208. The Truth About the Talmud

    A Documented Exposé of Supremacist Hate Literature
    By Warrant of John 18:37, Galatians 4:16

    Copyright ©2000 by Michael A. Hoffman II and Alan R. Critchley
    All Rights Reserved
    Independent History & Research, Box 849, Coeur d’Alene, Idaho 83816

    http://www.hoffman-info.com/talmudtruth.html

    If you have determined that you have now become a Judeo Christian, read this, and throw the Gospel of Christ Jesus, away.

    1 John 2:22-23

    22: Who is a liar but he that denieth that Jesus is the Christ? He is antichrist, that denieth the Father and the Son.
    23: Whosoever denieth the Son, the same hath not the Father: (but) he that acknowledgeth the Son hath the Father also.

    Introduction
    The Talmud is Judaism’s holiest book (actually a collection of books). Its authority takes precedence over the Old Testament in Judaism. Evidence of this may be found in the Talmud itself, Erubin 21b (Soncino edition): “My son, be more careful in the observance of the words of the Scribes than in the words of the Torah (Old Testament).”

    The supremacy of the Talmud over the Bible in the Israeli state may also be seen in the case of the black Ethiopian Jews. Ethiopians are very knowledgeable of the Old Testament. However, their religion is so ancient it pre-dates the Scribes’ Talmud, of which the Ethiopians have no knowledge. According to the N.Y. Times of Sept. 29, 1992, p.4:

    “The problem is that Ethiopian Jewish tradition goes no further than the Bible or Torah; the later Talmud and other commentaries that form the basis of modern traditions never came their way.”

    Because they are not traffickers in Talmudic tradition, the black Ethiopian Jews are discriminated against and have been forbidden by the Zionists to perform marriages, funerals and other services in the Israeli state.

    Rabbi Joseph D. Soloveitchik is regarded as one of the most influential rabbis of the 20th century, the “unchallenged leader” of Orthodox Judaism and the top international authority on halakha (Jewish religious law). Soloveitchik was responsible for instructing and ordaining more than 2,000 rabbis, “an entire generation” of Jewish leadership.

    N.Y. Times religion reporter Ari Goldman described the basis of the rabbi’s authority:

    “Soloveitchik came from a long line of distinguished Talmudic scholars…Until his early 20s, he devoted himself almost exclusively to the study of the Talmud…He came to Yeshiva University’s Elchanan Theological Seminary where he remained the pre-eminent teacher in the Talmud…He held the title of Leib Merkin professor of Talmud…sitting with his feet crossed in front of a table bearing an open volume of the Talmud.” (N.Y. Times, April 10, 1993, p. 38).

    Nowhere does Goldman refer to Soloveitchik’s knowledge of the Bible as the basis for being one of the leading authorities on Jewish law.

    The rabbi’s credentials are all predicated upon his mastery of the Talmud. Other studies are clearly secondary. Britain’s Jewish Chronicle of March 26, 1993 states that in religious school (yeshiva), Jews are “devoted to the Talmud to the exclusion of everything else.”

    The Talmud Nullifies the Bible

    The Jewish Scribes claim the Talmud is partly a collection of traditions Moses gave them in oral form. These had not yet been written down in Jesus’ time. Christ condemned the traditions of the Mishnah (early Talmud) and those who taught it (Scribes and Pharisees), because the Talmud nullifies the teachings of the Holy Bible.

    Shmuel Safrai in The Literature of the Sages Part One (p.164), points out that in chapters 4 and 5 of the Talmud’s Gittin Tractate, the Talmud nullifies the Biblical teaching concerning money-lending: “Hillel decreed the prozbul for the betterment of the world. The prozbul is a legal fiction which allows debts to be collected after the Sabbatical year and it was Hillel’s intention thereby to overcome the fear that money-lenders had of losing their money.”

    The famous warning of Jesus Christ about the tradition of men that voids Scripture (Mark 7:1-13), is in fact, a direct reference to the Talmud, or more specifically, the forerunner of the first part of it, the Mishnah, which existed in oral form during Christ’s lifetime, before being committed to writing. Mark chapter 7, from verse one through thirteen, represents Our Lord’s pointed condemnation of the Mishnah.

    Unfortunately, due to the abysmal ignorance of our day, the widespread “Judeo-Christian” notion is that the Old Testament is the supreme book of Judaism. But this is not so. The Pharisees teach for doctrine the commandments of rabbis, not God.

    The Talmudic commentary on the Bible is their supreme law, and not the Bible itself. That commentary does indeed, as Jesus said, void the laws of God, not uphold them. As students of the Talmud, we know this to be true.

    Jewish scholar Hyam Maccoby, in Judaism on Trial, quotes Rabbi Yehiel ben Joseph: “Further, without the Talmud, we would not be able to understand passages in the Bible…God has handed this authority to the sages and tradition is a necessity as well as scripture. The Sages also made enactments of their own…anyone who does not study the Talmud cannot understand Scripture.”

    There is a tiny Jewish sect which makes considerable effort to eschew Talmud and adhere to the Old Testament alone. These are the Karaites, a group which, historically, has been most hated and severely persecuted by orthodox Jewish rabbinate.

    To the Mishnah the rabbis later added the Gemara (rabbinical commentaries). Together these comprise the Talmud. There are two versions, the Jerusalem Talmud and the Babylonian Talmud.

    The Babylonian Talmud is regarded as the authoritative version: “The authority of the Babylonian Talmud is also greater than that of the Jerusalem Talmud. In cases of doubt the former is decisive.” (R.C. Musaph-Andriesse, From Torah to Kabbalah: A Basic Introduction to the Writings of Judaism, p. 40).

    This study is based on the Jewish-authorized Babylonian Talmud. We have published herein the authenticated sayings of the Jewish Talmud. Look them up for yourself.

    We publish the following irrefutable documentation in the hope of liberating all people, including Jewish people, from the corrosive delusions and racism of this Talmudic hate literature, which is the manual of Orthodox and Hasidic Jews the world over.

    The implementation by Jewish supremacists of Talmudic hate literature has caused untold suffering throughout history and now, in occupied Palestine, it is used as a justification for the mass murder of Palestinian civilians. The Talmud specifically defines all who are not Jews as non-human animals.

    Some Teachings of the Jewish Talmud
    Where a Jew Should Do Evil

    Moed Kattan 17a: If a Jew is tempted to do evil he should go to a city where he is not known and do the evil there.

    Penalty for Disobeying Rabbis

    Erubin 21b. Whosoever disobeys the rabbis deserves death and will be punished by being boiled in hot excrement in hell.

    Hitting a Jew is the same as hitting God

    Sanhedrin 58b. If a heathen (gentile) hits a Jew, the gentile must be killed.

    O.K. to Cheat Non-Jews

    Sanhedrin 57a . A Jew need not pay a gentile (”Cuthean”) the wages owed him for work.

    Jews Have Superior Legal Status

    Baba Kamma 37b. “If an ox of an Israelite gores an ox of a Canaanite there is no liability; but if an ox of a Canaanite gores an ox of an Israelite…the payment is to be in full.”

    Jews May Steal from Non-Jews

    Baba Mezia 24a . If a Jew finds an object lost by a gentile (”heathen”) it does not have to be returned. (Affirmed also in Baba Kamma 113b). Sanhedrin 76a. God will not spare a Jew who “marries his daughter to an old man or takes a wife for his infant son or returns a lost article to a Cuthean…”

    Jews May Rob and Kill Non-Jews

    Sanhedrin 57a . When a Jew murders a gentile (”Cuthean”), there will be no death penalty. What a Jew steals from a gentile he may keep.

    Baba Kamma 37b. The gentiles are outside the protection of the law and God has “exposed their money to Israel.”

    Jews May Lie to Non-Jews

    Baba Kamma 113a. Jews may use lies (”subterfuges”) to circumvent a Gentile.

    Non-Jewish Children are Sub-Human

    Yebamoth 98a. All gentile children are animals.

    Abodah Zarah 36b. Gentile girls are in a state of niddah (filth) from birth.

    Abodah Zarah 22a-22b . Gentiles prefer sex with cows.

    Insults Against Blessed Mary

    Sanhedrin 106a . Says Jesus’ mother was a whore: “She who was the descendant of princes and governors played the harlot with carpenters.” Also in footnote #2 to Shabbath 104b of the Soncino edition, it is stated that in the “uncensored” text of the Talmud it is written that Jesus mother, “Miriam the hairdresser,” had sex with many men.

    Gloats over Christ Dying Young

    A passage from Sanhedrin 106 gloats over the early age at which Jesus died: “Hast thou heard how old Balaam (Jesus) was?–He replied: It is not actually stated but since it is written, Bloody and deceitful men shall not live out half their days it follows that he was thirty-three or thirty-four years old.”

    Jesus in the Talmud:

    Horrible Blasphemies Against Jesus Christ

    While it is the standard disinformation practice of apologists for the Talmud to deny that it contains any scurrilous references to Jesus Christ, certain Orthodox Jewish organizations are more forthcoming and admit that the Talmud not only mentions Jesus but disparages him (as a sorcerer and a demented sex freak). These orthodox Jewish organizations make this admission perhaps out of the belief that Jewish supremacy is so well-established in the modern world that they need not concern themselves with adverse reactions.

    For example, on the website of the Orthodox Jewish Hasidic Lubavitch group–one of the largest in the world–we find the following statement, complete with Talmudic citations:

    “The Talmud (Babylonian edition) records other sins of ‘Jesus the Nazarene’:

    1) He and his disciples practiced sorcery and black magic, led Jews astray into idolatry, and were sponsored by foreign, gentile powers for the purpose of subverting Jewish worship (Sanhedrin 43a).

    2) He was sexually immoral, worshipped statues of stone (a brick is mentioned), was cut off from the Jewish people for his wickedness, and refused to repent (Sanhedrin 107b; Sotah 47a).

    3) He learned witchcraft in Egypt and, to perform miracles, used procedures that involved cutting his flesh, which is also explicitly banned in the Bible (Shabbos 104b).

    End quote from http://www.noahide.com/yeshu.htm (Lubavitch website) June 20, 2000.

    [Note: we have printed and preserved in our files a hard copy of this statement from the Lubavitch”Noah’s Covenant Website,” as it appeared on their website at http://www.noahide.com on June 20, 2000, in the event that denials are later issued and the statement itself suppressed].

    Let us examine further some of these anti-Christ Talmud passages:

    Gittin 57a. Says Jesus is in hell, being boiled in “hot excrement.”

    Sanhedrin 43a. Says Jesus (”Yeshu” and in Soncino footnote #6, Yeshu “the Nazarene”) was executed because he practiced sorcery: “It is taught that on the eve of Passover Jesus was hung, and forty days before this the proclamation was made: Jesus is to be stoned to death because he has practiced sorcery and has lured the people to idolatry…He was an enticer and of such thou shalt not pity or condone.”

    Kallah 51a.”The elders were once sitting in the gate when two young lads passed by; one covered his head and the other uncovered his head. Of him who uncovered his head Rabbi Eliezer remarked that he is a bastard. Rabbi Joshua remarked that he is the son of a niddah (a child conceived during a woman’s menstrual period). Rabbi Akiba said that he is both a bastard and a son of a niddah.

    “They said, ‘What induced you to contradict the opinion of your colleagues?’ He replied, “I will prove it concerning him.” He went to the lad’s mother and found her sitting in the market selling beans.

    “He said to her, ‘My daughter, if you will answer the question I will put to you, I will bring you to the world to come.’ (eternal life). She said to him, ‘Swear it to me.’

    “Rabbi Akiba, taking the oath with his lips but annulling it in his heart, said to her, ‘What is the status of your son?’ She replied, ‘When I entered the bridal chamber I was niddah (menstruating) and my husband kept away from me; but my best man had intercourse with me and this son was born to me.’ Consequently the child was both a bastard and the son of a niddah.

    “It was declared, ‘..Blessed be the God of Israel Who Revealed His Secret to Rabbi Akiba…”

    In addition to the theme that God rewards clever liars, the preceding Talmud discussion is actually about Jesus Christ (the bastard boy who “uncovered his head” and was conceived in the filth of menstruation). The boy’s adulterous mother in this Talmud story is the mother of Christ, Blessed Mary (called Miriam and sometimes, Miriam the hairdresser, in the Talmud).

    “The Editio Princeps of the complete Code of Talmudic Law, Maimonides’ Mishneh Torah — replete not only with the most offensive precepts against all Gentiles but also with explicit attacks on Christianity and on Jesus (after whose name the author adds piously, ‘May the name of the wicked perish’)… –Dr. Israel Shahak, Jewish History, Jewish Religion, p. 21.

    “The Talmud contains a few explicit references to Jesus…These references are certainly not complimentary…There seems little doubt that the account of the execution of Jesus on the eve of Passover does refer to the Christian Jesus…The passage in which Jesus’ punishment in hell is described also seems to refer to the Christian Jesus. It is a piece of anti-Christian polemic dating from the post-70 CE period…” –Hyam Maccoby, Judaism on Trial, pp. 26-27.

    “According to the Talmud, Jesus was executed by a proper rabbinical court for idolatry, inciting other Jews to idolatry, and contempt of rabbinical authority. All classical Jewish sources which mention his execution are quite happy to take responsibility for it; in the talmudic account the Romans are not even mentioned.

    “The more popular accounts–which were nevertheless taken quite seriously–such as the notorious Toldot Yeshu are even worse, for in addition to the above crimes they accuse him of witchcraft. The very name ‘Jesus’ was for Jews a symbol of all that is abominable and this popular tradition still persists…

    “The Hebrew form of the name Jesus–Yeshu–was interpreted as an acronym for the curse, ‘may his name and memory be wiped out,’ which is used as an extreme form of abuse. In fact, anti-zionist Orthodox Jews (such as Neturey Qarta) sometimes refer to Herzl as ‘Herzl Jesus’ and I have found in religious zionist writings expressions such as “Nasser Jesus” and more recently ‘Arafat Jesus.” –Dr. Israel Shahak, Jewish History, Jewish Religion, pp. 97- 98, 118.

    Talmud Attacks Christians and Christian Books

    Rosh Hashanah 17a. Christians (minnim) and others who reject the Talmud will go to hell and be punished there for all generations.

    Sanhedrin 90a. Those who read the New Testament (”uncanonical books”) will have no portion in the world to come.

    Shabbath 116a. Jews must destroy the books of the Christians, i.e. the New Testament.

    Dr. Israel Shahak of Hebrew University reports that the Israelis burned hundreds of New Testament Bibles in occupied Palestine on March 23, 1980 (cf. Jewish History, Jewish Religion, p. 21).

    Sick and Insane Teachings of the Talmud

    Gittin 69a . To heal his flesh a Jew should take dust that lies within the shadow of an outdoor toilet, mix with honey and eat it.

    Shabbath 41a. The law regulating the rule for how to urinate in a holy way is given.

    Yebamoth 63a. States that Adam had sexual intercourse with all the animals in the Garden of Eden.

    Yebamoth 63a. Declares that agriculture is the lowest of occupations.

    Sanhedrin 55b. A Jew may marry a three year old girl (specifically, three years “and a day” old).

    Sanhedrin 54b. A Jew may have sex with a child as long as the child is less than nine years old.

    Kethuboth 11b. “When a grown-up man has intercourse with a little girl it is nothing.”

    Yebamoth 59b. A woman who had intercourse with a beast is eligible to marry a Jewish priest. A woman who has sex with a demon is also eligible to marry a Jewish priest.

    Abodah Zarah 17a. States that there is not a whore in the world that the Talmudic sage Rabbi Eleazar has not had sex with. On one of his whorehouse romps, Rabbi Eleazar leanred that there was one particular prostitute residing in a whorehouse near the sea, who would receive a bag of money for her services. He took a bag of money and went to her, crossing seven rivers to do so. During their intercourse the prostitute farted. After this the whore told Rabbi Eleazar: “Just as this gas will never return to my anus, Rabbi Eleazar will never get to heaven.”

    Hagigah 27a. States that no rabbi can ever go to hell.

    Baba Mezia 59b. A rabbi debates God and defeats Him. God admits the rabbi won the debate.

    Gittin 70a. The Rabbis taught: “On coming from a privy (outdoor toilet) a man should not have sexual intercourse till he has waited long enough to walk half a mile, because the demon of the privy is with him for that time; if he does, his children will be epileptic.”

    Gittin 69b. To heal the disease of pleurisy (”catarrh”) a Jew should “take the excrement of a white dog and knead it with balsam, but if he can possibly avoid it he should not eat the dog’s excrement as it loosens the limbs.”

    Pesahim 111a. It is forbidden for dogs, women or palm trees to pass between two men, nor may others walk between dogs, women or palm trees. Special dangers are involved if the women are menstruating or sitting at a crossroads.

    Menahoth 43b-44a. A Jewish man is obligated to say the following prayer every day: Thank you God for not making me a gentile, a woman or a slave.

    Tall Tales of a Roman Holocaust

    Here are two early “Holocaust” tales from the Talmud: Gittin 57b. Claims that four billion Jews were killed by the Romans in the city of Bethar. Gittin 58a claims that 16 million Jewish children were wrapped in scrolls and burned alive by the Romans. (Ancient demography indicates that there were not 16 million Jews in the entire world at that time, much less 16 million Jewish children or four billion Jews).

    A Revealing Admission

    Abodah Zarah 70a. The question was asked of the rabbi whether wine stolen in Pumbeditha might be used or if it was defiled, due to the fact that the thieves might have been gentiles (a gentile touching wine would make the wine unclean). The rabbi says not to worry, that the wine is permissible for Jewish use because the majority of the thieves in Pumbeditha, the place where the wine was stolen, are Jews. (Also cf. Gemara Rosh Hashanah 25b).

    Pharisaic Rituals

    Erubin 21b. “Rabbi Akiba said to him, “Give me some water to wash my hands.”

    “It will not suffice for drinking,” the other complained, “will it suffice for washing your hands?”

    “What can I do?’ the former replied, “when for neglecting the words of the Rabbis one deserves death? It is better that I myself should die than that I transgress against the opinion of my colleagues.” [This is the ritual hand washing condemned by Jesus in Matthew 15: 1-9].

    Genocide Advocated by the Talmud

    Minor Tractates. Soferim 15, Rule 10. This is the saying of Rabbi Simon ben Yohai: Tob shebe goyyim harog (”Even the best of the gentiles should all be killed”).

    This passage is from the original Hebrew of the Babylonian Talmud as quoted by the 1907 Jewish Encyclopedia, published by Funk and Wagnalls and compiled by Isidore Singer, under the entry, “Gentile,” (p. 617).

    This original Talmud passage has been concealed in translation. The Jewish Encyclopedia states that, “…in the various versions the reading has been altered, ‘The best among the Egyptians’ being generally substituted.” In the Soncino version: “the best of the heathens” (Minor Tractates, Soferim 41a-b].

    Israelis annually take part in a national pilgrimage to the grave of Simon ben Yohai, to honor this rabbi who advocated the extermination of non-Jews. (Jewish Press, June 9, 1989, p. 56B).

    On Purim, Feb. 25, 1994, Israeli army officer Baruch Goldstein, an orthodox Jew from Brooklyn, massacred 40 Palestinian civilians, including children, while they knelt in prayer in a mosque. Goldstein was a disciple of the late Brooklyn Rabbi Meir Kahane, who told CBS News that his teaching that Arabs are “dogs” is derived “from the Talmud.” (CBS 60 Minutes, “Kahane”).

    University of Jerusalem Prof. Ehud Sprinzak described Kahane and Goldstein’s philosophy: “They believe it’s God’s will that they commit violence against goyim, a Hebrew term for non-Jews.” (NY Daily News, Feb. 26, 1994, p. 5).

    Rabbi Yitzhak Ginsburg declared, “We have to recognize that Jewish blood and the blood of a goy are not the same thing.” (NY Times, June 6, 1989, p.5).

    Rabbi Yaacov Perrin said, “One million Arabs are not worth a Jewish fingernail.” (NY Daily News, Feb. 28, 1994, p.6).

    Talmudic Doctrine: Non-Jews are not Human

    The Talmud specifically defines all who are not Jews as non-human animals, and specifically dehumanizes Gentiles as not being descendants of Adam. Here are some of the Talmud passages which relate to this topic.

    Kerithoth 6b: Uses of Oil of Anointing. “Our Rabbis have taught: He who pours the oil of anointing over cattle or vessels is not guilty; if over gentiles (goyim) or the dead, he is not guilty. The law relating to cattle and vessels is right, for it is written: “Upon the flesh of man (Adam), shall it not be poured (Exodus 30:32]); and cattle and vessels are not man (Adam).

    “Also with regard to the dead, [it is plausible] that he is exempt, since after death one is called corpse and not a man (Adam). But why is one exempt in the case of gentiles (goyim); are they not in the category of man (Adam)? No, it is written: ‘And ye my sheep, the sheep of my pasture, are man” (Adam); [Ezekiel 34:31]: Ye are called man (Adam) but gentiles (goyim) are not called man (Adam).”

    In the preceding passage, the rabbis are discussing the portion of the Mosaic law which forbids applying the holy oil to men.

    The Talmud states that it is not a sin to apply the holy oil to Gentiles, because Gentiles are not human beings (i.e. are not of Adam).

    Another example from tractate Yebamoth 61a: “It was taught: And so did R. Simeon ben Yohai state (61a) that the graves of gentiles (goyim) do not impart levitical uncleanness by an ohel [standing or bending over a grave], for it is said, ‘And ye my sheep the sheep of my pasture, are men (Adam), [Ezekiel 34:31]; you are called men (Adam) but the idolaters are not called men (Adam).”

    The Old Testament Mosaic law states that touching a human corpse or the grave of a human imparts uncleanness to those who touch it. But the Talmud teaches that if a Jew touches the grave of a Gentile, the Jew is not rendered unclean, since Gentiles are not human (not of Adam).

    From Baba Mezia 114b: “”A Jewish priest was standing in a graveyard. When asked why he was standing there in apparent violation of the Mosaic law, he replied that it was permissible, since the law only prohibits Jews from coming into contact with the graves of humans (Adamites), and he was standing in a gentile graveyard. For it has been taught by Rabbi Simon ben Yohai: ‘The graves of gentiles [goyim] do not defile. For it is written, ‘And ye my flock, the flock of my pastures, are men (Adam)’ (Ezekiel 34:31); only ye are designated men (Adam).”

    Ezekiel 34:31 is the alleged Biblical proof text repeatedly cited in the preceding three Talmud passages. But Ezekiel 34:31 does not in fact support the Talmudic notion that only Israelites are human. What these rabbinical, anti-Gentile racists and ideologues have done in asserting the preceding absurdities about Gentiles is distort an Old Testament passage in order to justify their bigotry.

    In Berakoth 58a the Talmud uses Ezekiel 23:20 as proof of the sub-human status of gentiles. It also teaches that anyone (even a Jewish man) who reveals this Talmudic teaching about non-Jews deserves death, since revealing it makes Gentiles wrathful and causes the repression of Judaism.

    The Talmudic citation of this scripture from Ezekiel as a “proof-text” is specious, since the passage does not prove that Gentiles are animals. The passage from Ezekiel only says that some Egyptians had large genital organs and copious emissions. This does not in any way prove or even connote that the Egyptians being referred to in the Bible were considered animals. Once again, the Talmud has falsified the Bible by means of distorted interpretation.

    Other Talmud passages which expound on Ezekiel 23:20 in this racist fashion are: Arakin 19b, Berakoth 25b, Niddah 45a, Shabbath 150a, Yebamoth 98a. Moreover, the original text of Sanhedrin 37a applies God’s approval only to the saving of Jewish lives (cf. the Hesronot Ha-shas, Cracow, 1894).

    from:
    http://www.samliquidation.com/talmud.htm

  209. quote from yakob borot keplinger eh yakov baruh palingan:
    Tentu bisa demplon, sebab dalam “halacha” (Jewish Law) yg disebut sebagai “Yahudi” ialah mereka yang :
    1. Lahir dari Ibu Yahudi dan
    2. Orang yang memeluk agama Yahudi (Convertion)

    Ini tradisi Rabbinik Orthodoc judaism bung, bukan keselurahannya. Bagaimana tradisi Reform Judaism yang menerapkan kembalinya ke Patrilineal, en Karaite Judaism, dan bagaimana Tradisi kuno bangsa Samaria – Samaritan Judaism (yang ada di alkitab dimana Yesus beri perumpamaan antara orang yahudi dan Samaria). Mereka, bangsa Samaria justru lebih ancient, kuno dan menerapkan sistem Patrilineal.

    Asal tahu aje nih, keturunan Yahudi Kaifeng justru mengikut garis Patrilineal, tetapi ketika mau Aliyah ke Israel, justru ditolak pemerintah Israel Modern. Karena Israel modern itu dikuasai keturunan ULAR BELUDAK, yakni Tradisi Farisi yang notabene nenek moyangnya Rabbinic Orthodoc Judaism toh….

  210. YAHUDI DAN ZIONISME

    Musim panas tahun 1982 menjadi saksi atas kebiadaban luar biasa yang menyebabkan seluruh dunia berteriak dan mengutuknya dengan keras. Tentara Isrel memasuki wilayah Lebanon dalam suatu serbuan mendadak, dan bergerak maju sambil menghancurkan sasaran apa saja yang nampak di hadapan mereka. Pasukan Israel ini mengepung kamp-kamp pengungsi yang dihuni warga Palestina yang telah melarikan diri akibat pengusiran dan pendudukan oleh Israel beberapa tahun sebelumnya. Selama dua hari, tentara Israel ini mengerahkan milisi Kristen Lebanon untuk membantai penduduk sipil tak berdosa tersebut. Dalam beberapa hari saja, ribuan nyawa tak berdosa telah terbantai.

    Terorisme biadab bangsa Israel ini telah membuat marah seluruh masyarakat dunia. Tapi, yang menarik adalah sejumlah kecaman tersebut justru datang dari kalangan Yahudi, bahkan Yahudi Israel sendiri. Profesor Benjamin Cohen dari Tel Aviv University menulis sebuah pernyataan pada tanggal 6 Juni 1982:

    Saya menulis kepada anda sambil mendengarkan radio transistor yang baru saja mengumumkan bahwa ‘kita’ sedang dalam proses ‘pencapaian tujuan-tujuan kita’ di Lebanon: yakni untuk menciptakan ‘kedamaian’ bagi penduduk Galilee. Kebohongan ini sungguh membuat saya marah. Sudah jelas bahwa ini adalah peperangan biadab, lebih kejam dari yang pernah ada sebelumnya, tidak ada kaitannya dengan upaya yang sedang dilakukan di London atau keamanan di Galilee…Yahudi, keturunan Ibrahim…. Bangsa Yahudi, mereka sendiri menjadi korban kekejaman, bagaimana mereka dapat menjadi sedemikian kejam pula? … Keberhasilan terbesar bagi Zionisme adalah de-Yahudi-isasi bangsa Yahudi. (”Professor Leibowitz calls Israeli politics in Lebanon Judeo-Nazi” Yediot Aharonoth, 2 Juli 1982)

    Benjamin Cohen bukanlah satu-satunya warga Israel yang menentang pendudukan Israel atas Lebanon. Banyak kalangan intelektual Yahudi yang tinggal di Israel yang mengutuk kebiadaban yang dilakukan oleh negeri mereka sendiri.

    Pensikapan ini tidak hanya tertuju pada pendudukan Israel atas Lebanon. Kedzaliman Israel atas bangsa Palestina, keteguhan dalam menjalankan kebijakan penjajahan, dan hubungannya dengan lembaga-lembaga semi-fasis di bekas rejim rasis Apartheid di Afrika Selatan telah dikritik oleh banyak tokoh intelektual terkemuka di Israel selama bertahun-tahun. Kritik dari kalangan Yahudi sendiri ini tidak terbatas hanya pada berbagai kebijakan Israel, tetapi juga diarahkan pada Zionisme, ideologi resmi negara Israel.

    Ini menyatakan apa yang sesungguhnya terjadi: kebijakan pendudukan Israel atas Palestina dan terorisme negara yang mereka lakukan sejak tahun 1967 hingga sekarang berpangkal dari ideologi Zionisme, dan banyak Yahudi dari seluruh dunia yang menentangnya.

    Oleh karena itu, bagi umat Islam, yang hendaknya dipermasalahkan adalah bukan agama Yahudi atau bangsa Yahudi, tetapi Zionisme. Sebagaimana gerakan anti-Nazi tidak sepatutnya membenci keseluruhan masyarakat Jerman, maka seseorang yang menentang Zionisme tidak sepatutnya menyalahkan semua orang Yahudi.

    Asal Mula Gagasan Rasis Zionisme

    Setelah orang-orang Yahudi terusir dari Yerusalem pada tahun 70 M, mereka mulai tersebar di berbagai belahan dunia. Selama masa ‘diaspora’ ini, yang berakhir hingga abad ke-19, mayoritas masyarakat Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas kesamaan agama mereka. Sepanjang perjalanan waktu, sebagian besar orang Yahudi membaur dengan budaya setempat, di negara di mana mereka tinggal. Bahasa Hebrew hanya tertinggal sebagai bahasa suci yang digunakan dalam berdoa, sembahyang dan kitab-kitab agama mereka. Masyarakat Yahudi di Jerman mulai berbicara dalam bahasa Jerman, yang di Inggris berbicara dengan bahasa Inggris. Ketika sejumlah larangan dalam hal kemasyarakatan yang berlaku bagi kaum Yahudi di negara-negara Eropa dihapuskan di abad ke-19, melalui emansipasi, masyarakat Yahudi mulai berasimilasi dengan kelompok masyarakat di mana mereka tinggal. Mayoritas orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah ‘kelompok agamis’ dan bukan sebagai sebuah ‘ras’ atau ‘bangsa’. Mereka menganggap diri mereka sebagai masyarakat atau orang ‘Jerman Yahudi’, ‘Inggris Yahudi, atau ‘Amerika Yahudi’.

    Namun, sebagaimana kita pahami, rasisme bangkit di abad ke-19. Gagasan rasis, terutama akibat pengaruh teori evolusi Darwin, tumbuh sangat subur dan mendapatkan banyak pendukung di kalangan masyarakat Barat. Zionisme muncul akibat pengaruh kuat badai rasisme yang melanda sejumlah kalangan masyarakat Yahudi.

    Kalangan Yahudi yang menyebarluaskan gagasan Zionisme adalah mereka yang memiliki keyakinan agama sangat lemah. Mereka melihat “Yahudi” sebagai nama sebuah ras, dan bukan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas suatu keyakinan agama. Mereka mengemukakan bahwa Yahudi adalah ras tersendiri yang terpisah dari bangsa-bangsa Eropa, sehingga mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan oleh karenanya, mereka perlu mendirikan tanah air mereka sendiri. Orang-orang ini tidak mendasarkan diri pada pemikiran agama ketika memutuskan wilayah mana yang akan digunakan untuk mendirikan negara tersebut. Theodor Herzl, bapak pendiri Zionisme, pernah mengusulkan Uganda, dan rencananya ini dikenal dengan nama ‘Uganda Plan’. Kaum Zionis kemudian menjatuhkan pilihan mereka pada Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai ‘tanah air bersejarah bangsa Yahudi’, dan bukan karena nilai relijius wilayah tersebut bagi mereka.

    Para pengikut Zionis berusaha keras untuk menjadikan orang-orang Yahudi lain mau menerima gagasan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama mereka ini. Organisasi Yahudi Dunia, yang didirikan untuk melakukan propaganda masal, melakukan kegiatannya di negara-negara di mana terdapat masyarakat Yahudi. Mereka mulai menyebarkan gagasan bahwa orang-orang Yahudi tidak dapat hidup secara damai dengan bangsa-bangsa lain dan bahwa mereka adalah suatu ‘ras’ tersendiri; dan dengan alasan ini mereka harus pindah dan bermukim di Palestina. Sejumlah besar masyarakat Yahudi saat itu mengabaikan seruan ini.

    Dengan demikian, Zionisme telah memasuki ajang politik dunia sebagai sebuah ideologi rasis yang meyakini bahwa masyarakat Yahudi tidak seharusnya hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Di satu sisi, gagasan keliru ini memunculkan beragam masalah serius dan tekanan terhadap masyarakat Yahudi yang hidupnya tersebar di seluruh dunia. Di sisi lain, bagi masyarakat Muslim di Timur Tengah, hal ini memunculkan kebijakan penjajahan dan pencaplokan wilayah oleh Israel, pertumpahan darah, kematian, kemiskinan dan teror.

    Banyak kalangan Yahudi saat ini yang mengecam ideologi Zionisme. Rabbi Hirsch, salah seorang tokoh agamawan Yahudi terkemuka, mengatakan:

    ‘Zionisme berkeinginan untuk mendefinisikan masyarakat Yahudi sebagai sebuah bangsa …. ini adalah sesuatu yang menyimpang (dari ajaran agama)’. (Washington Post, 3 Oktober 1978)

    Seorang pemikir terkemuka, Roger Garaudy, menulis tentang masalah ini:

    Musuh terbesar bagi agama Yahudi adalah cara berpikir nasionalis, rasis dan kolonialis dari Zionisme, yang lahir di tengah-tengah (kebangkitan) nasionalisme, rasisme dan kolonialisme Eropa abad ke-19. Cara berpikir ini, yang mengilhami semua kolonialisme Barat dan semua peperangannya melawan nasionalisme lain, adalah cara berpikir bunuh diri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada perdamaian di Timur Tengah kecuali jika Israel telah mengalami “de-Zionisasi” dan kembali pada agama Ibrahim, yang merupakan warisan spiritual, persaudaraan dan milik bersama dari tiga agama wahyu: Yahudi, Nasrani dan Islam. (Roger Garaudy, “Right to Reply: Reply to the Media Lynching of Abbe Pierre and Roger Garaudy”, Samizdat, Juni 1996)

    Dengan alasan ini, kita hendaknya membedakan Yahudi dengan Zionisme. Tidak setiap orang Yahudi di dunia ini adalah seorang Zionis. Kaum Zionis tulen adalah minoritas di dunia Yahudi. Selain itu, terdapat sejumlah besar orang Yahudi yang menentang tindakan kriminal Zionisme yang melanggar norma kemanusiaan. Mereka menginginkan Israel menarik diri secara serentak dari semua wilayah yang didudukinya, dan mengatakan bahwa Israel harus menjadi sebuah negara bebas di mana semua ras dan masyarakat dapat hidup bersama dan mendapatkan perlakuan yang sama, dan bukan sebagai ‘negara Yahudi’ rasis.

    Kaum Muslimin telah bersikap benar dalam menentang Israel dan Zionisme. Tapi, mereka juga harus memahami dan ingat bahwa permasalahan utama bukanlah terletak pada orang Yahudi, tapi pada Zionisme.

    sumber harunyahya.com

    dan:

    1. YAHUDI DAN ZIONISME

  211. Mengapa Hitler membenci Yahudi?

    Kebencian terhadap Yahudi di zaman pemerintahan NAZI Jerman dicetuskan oleh rasa kebangsaan yang sempit. Hitler yang sejak kecil benci kepada orang Yahudi mengobarkan kecemburuan sosial dan ekonomi dengan menunjuk kenyataan bahwa orang Yahudi menguasai perekonomian Jerman dalam persentase yang jauh melebihi jumlah mereka. Hitler juga menuduh orang-orang Yahudi menjadi penggerak Revolusi Bolshewik di Rusia dan bermaksud melancarkannya di Jerman. Tuduhan ini dipercaya rakyat Jerman karena memang banyak keturunan Yahudi yang menjadi pemimpin revolusi yang mendirikan negara komunis Sovyet itu, diantaranya Leon Trotsky. Dan mereka tentu saja tidak lupa bahwa Karl Marx juga Yahudi.

    Tetapi yang paling parah adalah: Hitler berhasil membangkit-bangkitkan kembali kebencian lama terhadap Yahudi di kalangan rakyat luas, yang bersumber dari perbedaan agama.

    Kebencian terhadap orang Yahudi di Eropa sebenarnya mempunyai sejarah ratusan tahun, dan penindasan serta pembantaian terhadap mereka bukan hanya terjadi di zaman Hitler saja. Sejak lama di berbagai negara Eropa, bangsa Yahudi mengalami diskriminasi. Penolakan mereka untuk beralih menjadi Kristen menyebabkan mereka dipencilkan dan tidak diterima sebagai warganegara. Mereka dipandang sebagai bangsa ingkar yang sudah dibuang Tuhan, dan dicerca sebagai pembunuh Kristus. Penolakan mereka untuk memuliakan raja menyebabkan patriotisme mereka diragukan. (Kalau raja lewat dan semua orang diharuskan berlutut atau membungkuk, mereka lemparkan sesuatu ke tanah, misalnya uang lalu membungkuk mengambilnya. Yang disembah hanya Tuhan, kata mereka, bukan manusia). Tidak heran kalau mereka dilarang memiliki tanah dan banyak pekerjaan tertutup bagi mereka.

    Di abad pertengahan, orang Yahudi hanya boleh tinggal di bagian-bagian khusus kota yang disebut ghetto, perkampungan yang dikelilingi tembok dan gerbangnya dikunci malam hari. Penghuni ghetto dilarang keluar pada hari-hari tertentu, misalnya pada hari wafat Isa Almasih.

    Dongeng-dongeng rakyat di berbagai tempat di Eropa juga menyudutkan orang Yahudi. Mereka sering digambarkan sebagai penjelmaan iblis dan tukang tenung yang sangat jahat, yang menggunakan darah anak-anak Kristen untuk upacara korban Paskah.

    Selain itu banyaknya orang Yahudi yang hidup dari memperbungakan uang semakin memperdalam kebencian kaum petani miskin dan para bangsawan yang bangkrut. Kebencian yang tertanam ini sewaktu-waktu meledak menjadi kerusuhan luas berupa penjarahan dan pembantaian.

    Pada masa Perang Salib pertama tahun 1096, bangsa Yahudi mengalami pembantaian besar-besaran di Lembah Rhein. Pada akhir abad ke-13 orang Yahudi diusir secara besar-besaran dari Inggris, dan pada akhir abad ke-14 dari Prancis. Tahun 1492 pengusiran terbesar terjadi di Spanyol. Kepada orang Yahudi diberi dua pilihan, beralih memeluk agama Kristen atau angkat kaki. Hampir 150 ribu orang meninggalkan Spanyol, pindah ke negara-negara Islam di sekitar Laut Tengah.

    Yang tinggal mengalami penindasan karena ternyata hanya berpura-pura memeluk agama Kristen. Banyak diantara mereka yang dihukum bakar. Di abad ke-17 bangsa Yahudi mengalami zaman gelap penuh kesengsaraan di Eropa Timur. Penindasan pemerintah menyebabkan mereka jatuh melarat. Pergolakan politik seperti pemberontakan suku Kozak di Ukraina mengancam kelangsungan hidup mereka. Anarki yang menyertai perpecahan di Polandia pada abad ke-18 menyebabkan aksi-aksi pembantaian yang hampir menyebabkan mereka punah.

    Keadaan pemeluk Yahudi pernah membaik seiring dengan revolusi dan kebangkitan kapitalisme di Eropa. Tahun 1743 pemeluk Yahudi di Inggris diakui sebagai warganegara. Bahkan di masa Ratu Victoria, seorang Yahudi, Benjamin Disraeli menjadi perdana menteri. Revolusi Perancis mengubah kehidupan orang Yahudi. Untuk pertama kali setelah seribu tahun mereka diakui sebagai warga negara tempat mereka tinggal.

    Tetapi pada akhir abad ke-19, perasaan anti-Yahudi bangkit kembali di Jerman, Austria dan Russia yang ditandai dengan yang disebut dengan pogroms, aksi-aksi pembantaian besar-besaran. Saat inilah muncul untuk pertama kalinya gerakan Zionisme, dengan hasrat untuk membentuk sebuah negara merdeka bagi bangsa Yahudi di tanah asal mereka, Kanaan, Tanah Suci dimana Daud dan Sulaiman mendirikan kerajaan Israel 3 ribu tahun yang lalu.

    dari:

    http://tausyiah275.blogsome.com/2005/11/15/tentang-yahudi-01

  212. Shallom,

    Halo perkenalkan nama saya Ezekiel, saya ada turunan Yahudi dari Indonesia sedangkan ibu saya berasal dari Timur Tengah dan juga pernah tinggal di Indonesia. Dulunya ibu saya muslim, tetapi semenjak ibu saya menikah dengan ayah saya, ibu saya mengikuti tradisi Yahudi dan pindah keyakinan menjadi Yahudi.
    Meskipun kami banyak dibenci tetapi kami bangga menjadi Yahudi. Semoga saya bisa bertemu dengan sesama garis keturunan kami di Indonesia. Saya rindu untuk pulang juga ke Indonesia untuk bertemu dengan sahabat2 saya di sana.

  213. bagiku tiada ras,semua manusia sama,semua turunan adam.Manusia yg mulia adalah yg bisa memberikan kebaikan bagi sesama dan lingkungannya.

  214. Wake up or die, White people!
    “To see what is in front of one’s nose requires constant struggle.”
    -– George Orwell, 1946

    NOTE! All the Jewish Supremacists and Zionists spoken about here are mostly from the Khazar tribe originating from southern Russia (also called the Ashkenazi), who converted in the 8th-9th century, AD. Not the true Israelites of the Bible nor the Torah Jews (Neturei Karta). These KHAZAR interlopers donned the cloak of Judaism, yet retained ancient criminal and parasitic functions among host nations. Over the centuries, their behavior has caused the Gentile populations to rise up and throw them bodily out or worse. This has happened about 79 times. Now, Zionistic elements of them have control of important and powerful parts of America and other White, European nations, as well as having their own stolen country in the Mideast that we’re now completely beholden to — no matter what they do to us or what they make us do to the world for them. According to their Talmud, we are nothing but “Goyim” or cattle to them.

    http://incogman.wordpress.com/about/

  215. THE TRUTH ABOUT KHAZARS “Facts Are Facts” A facsimile reproduction of a letter addressed to Dr. David Goldstein, LLD., of Boston, Mass by its author Benjamin H. Freedman of New York City. A little patience with the early pages will be rewarded with the startling truths revealed herein. 960 Park Avenue New York City October Tenth1954. SPECIAL DELIVERY Dr. David Goldstein LL.D., Astor Post Office Station, Boston, Massachusetts. My Dear Dr. Goldstein, Your very outstanding achievements as a convert to Catholicism impress me as without a comparable parallel in modern history. Your devotion to the doctrine and the dogmas of the Roman Catholic Church defy any attempt at description by me only with words. Words fail me for that. As a vigorous protagonist persevering so persistently in propagating the principles of the Roman Catholic Church, – its purposes, its policies, its programs, your dauntless determination is the inspiration for countless others who courageously seek to follow in your footsteps. In view of this fact it requires great courage for me to write to you as I am about to do. So I pray when you receive this communication from me you will try to keep in mind Galatians 4:16, “Am I therefore become your enemy, because I tell you the truth?” I hope you will so favor me. It is truly a source of great pleasure and genuine gratification to greet you at long last although of necessity by correspondence. It is quite a disappointment for me to make your acquaintance in this manner. It would now afford me a far greater pleasure and a great privilege also if instead I could greet you on this occasion in person. Our very good mutual friend has for long been planning a meeting with you in person for me. I still wish to do that. I look forward with pleasant anticipation to doing this in the not too distant future at a time agreeable with you. You will discover in the contents of this long letter valid evidence for the urgency on my part to communicate with you without further delay. You will further discover this reflected in the present gravity of the crisis which now jeopardizes an uninterrupted continuance of the Christian faith in its struggle as the world’s most effective spiritual and social force the Divine mission of promoting the welfare of mankind without regard for their diversified races, religions, and nationalities. Your most recent article coming to my attention appeared the September issue of The A.P.J. Bulletin, the official publication of the organization calling themselves The Archconfraternity of Prayer for Peace and Goodwill to Israel. The headline of article, News and Views of Jews and the purpose of the organization stated in the masthead of the publication, “To Promote Interest in the Apostolate to Israel” prompts me to take Father Time by his forelock and promptly offer my comments. I beg your indulgence accordingly. It is with reluctance that I place my comments in letter form. I hesitated to do so but I find it the only expedient thing under the circumstances. I beg to submit them to you now without reservations of any nature for your immediate and earnest consideration. It is my very sincere wish that you accept the in the friendly spirit in which they are submitted. It is also my hope that you will give your consideration to them and favor me with your early reply in the same friendly spirit for which I thank you in advance. In the best interests of that worthy objective to which you are continuing to dedicate the years ahead as you have so diligently done for many past decades, I most respectfully and sincerely urge you to analyze and to study carefully the data submitted to here. I suggest also that you then take whatever steps you consider appropriate and necessary as a result of your conclusions. In the invisible and intangible ideological war being waged in defense the great Christian heritage against its dedicated enemies your positive attitude is vital to victory. Your passive attitude will make a negative contribution to the total effort. You assuredly subscribe fully to that sound and sensible sentiment that “it is better to light one candle than to sit in darkness.” My solitary attempts to date “to give light to them that sit in darkness, and in the shadow” may prove no more successful with you now than they have in so many other instances where I have failed during the past thrifty years. In your case I feel rather optimistic at the moment. Although not completely in vain I still live in the hope that one day one of these “candles” will burst into flame like a long smoldering spark and start a conflagration that will sweep across the nation like a prairie fire and illuminate vast new horizons for the first time. That unyielding hope is the source of the courage which aids me in my struggle against the great odds to which I am subjected for obvious reasons. It has been correctly contended for thousands of years that “In the end Truth always prevails.” We all realize that Truth in action can prove itself a dynamic power of unlimited force. But alas Truth has no self-starter. Truth cannot get off dead-center unless a worthy apostle gives Truth a little push to overcome its inertia. Without that start Truth will stand still and will never arrive at its intended destination. Truth has often died aborning for that most logical reason. Your help in this respect will prove of great value. On the other hand Truth has many times been completely “blacked out” by repeating contradictory and conflicting untruths over and over again, and again, and again. The world’s recent history supplies sober testimony of the dangers to civilization inherent in that technique. That form of treason to Truth is treachery to mankind. You must be very careful, my dear Dr. Goldstein, not to become unwittingly one of the many accessories before and after the fact who have appeared upon the scene of public affairs in recent years. Whether unwittingly, unwillingly or unintentionally many of history’s most noted characters have misrepresented the truth to the world and they have been so believed that it puzzles our generation. As recently as 1492 the world was misrepresented as flat by all the best alleged authorities on the subject. In 1492 Christopher Columbus was able to demonstrate otherwise. There are countless similar other instances in the history of the world. Whether these alleged authorities were guilty of ignorance or indifference is here beside the point. It is not important now. They were either totally ignorant of the facts or they knew the facts but chose to remain silent on the subject for reasons undisclosed by history. A duplication of this situation exists today with respect to the crisis which confronts the Christian faith. It is a vital factor today in the struggle for survival or the eventual surrender of the Christian faith to its enemies. The times in which we are living appear to be the “zero hour” for the Christian faith. As you have observed no institution in our modern society can long survive if its structure is not from its start erected upon a foundation of Truth. The Christian faith was first erected upon a very solid foundation of Truth by its Founder. To survive it must remain so. The deterioration, the disintegration, and finally the destruction of the structure of the Christian faith today will be accelerated in direct ratio to the extent that misrepresentation and distortion of Truth become the substitutes of Truth. Truth is an absolute quality. Truth can never be relative. There can be no degrees to Truth. Truth either exists or it does not exist. To be half-true is as incredible as to be half-honest or to be half- loyal. As you have undoubtedly also learned, my dear Dr. Goldstein, in their attempt to do an “ounce” of good in one direction many well-intentioned persons do a “ton” of harm in another direction. We all learn that lesson sooner or later in life. Today finds you dedicating your unceasing efforts and your untiring energy to the task of bringing so-called or self-styled “Jews” into the Roman Catholic Church as converts. It must recall to you many times the day so many years ago when you embraced Catholicism yourself as a convert. More power to you, and the best of luck. May your efforts be rewarded with great success. Without you becoming aware of the fact, the methods you employ contribute in no small degree to dilution of the devotion of countless Christians for their Christian faith. For each “ounce” of so-called good you accomplish by conversion of so-called or self-styled “Jews” to the Christian faith at the same time you do a “ton” of harm in another direction by diluting the devotion of countless Christians for their Christian faith. This bold conclusion on my part is asserted by me with the firm and fair conviction that the facts will support my contention. In addition it is a well-known fact that many “counterfeit” recent conversions reveal that conversions have often proved to be but “infiltrations” by latent traitors with treasonable intentions. The attitudes you express today and your continued activity in this work require possible revision in the light of the facts submitted to you in this letter. Your present philosophy and theology on this subject seriously merit, without any delay, reconsideration on your part. What you say or write may greatly influence a “boom” or a “bust” for the Christian faith in the very near future far beyond your ability to accurately evaluate sitting in your high “white ivory tower.” The Christians implicitly believe whatever you write. So do the so-called or self-styled “Jews” whom you seek to convert. This influence you wield can become a danger. I must call it to your attention. Your reaction to the facts called to your attention in this letter can prove to be one of the most crucial verdicts ever reached bearing upon the security of the Christian faith in recent centuries. In keeping with this great responsibility I sincerely commend this sentiment to you hoping that you will earnestly study the contents of this letter from its first word to its very last word. All who know you well are in the fortunate position to know how close this subject is to your heart. By your loyalty to the high ideals you have observed during the many years you have labored so valiantly on behalf of the Christian faith you have earned the admiration you enjoy. The Christian faith you chose of your own free will in the prime of life is very proud of you in more ways than as a convert. Regardless of what anyone anywhere and anytime in this whole wide world may say to the contrary, events of recent years everywhere establish beyond any question of a doubt that the Christian faith today stands with one foot in the grave and the other on a banana peel figuratively speaking of course. Only those think otherwise who deliberately shut their eyes to realities or who do not chose to see even with their eves wide open. I believe you to be too realistic to indulge yourself in the futile folly of fooling yourself. It is clear that the Christian faith today stands at the cross-roads of its destiny. The Divine and sacred mission of Christian faith is in jeopardy today to a degree never witnessed before in its long history of almost 2000 years. The Christian faith needs loyal friends now as never before!. I somehow feel that you can always be counted upon as one of its loyal friends. You cannot over-simplify the present predicament of the Christian faith. The problem it faces is too self-evident to mistake. It is in a critical situation. When the day arrives that Christians can no longer profess their Christian faith as they profess it today in the free world Christian faith will have seen the beginning of its “last days.” What already applies to 50% of the world’s total population can shortly apply equally to 100% of the world’s total population. It is highly conceivable judging from present trends. The malignant character of this malady is just as progressive as cancer. It will surely prove as fatal also unless steps are taken now to reverse its course. What is now being done toward arresting its progress or reversing its trend? My dear Dr. Goldstein, can you recall the name of the philosopher who is quoted as saying that “Nothing in this world is permanent except change”? That philosophy must be applied to the Christian faith also. The $64. question remains whether the change will be for the better or for the worse. The problem is that simple. If the present trend continues for another 37 years in same direction and at the same rate traveled for the past 37 years the Christian faith as it is professed today by Christians will have disappeared from the face of the earth. In what form or by what instrumentality the mission of Jesus Christ will thereupon and thereafter continue to make itself manifest here on earth is as unpredictable as it is inevitable. In the existing crisis it is neither logical nor realistic to drive Christians out of the Christian “fold” in relatively large numbers for the dubious advantage to be obtained by bringing a comparatively small number of so-called or self-styled “Jews” into the Christian “fold”. It is useless to try to deny the fact that today finds the Christian faith on the defensive throughout the world. This realization staggers the imagination of the few Christians who understand the situation. This status of the Christian faith exists in spite of the magnificent contributions of the Christian faith to the progress of humanity and civilization for almost 2000 years. It is not my intention in this letter to expose the conspirators who are dedicating themselves to the destruction of the Christian faith nor to the nature and extent of the conspiracy itself. That exposure would fill many volumes. The history of the world for the past several centuries and current events at home and abroad confirm the existence of such a conspiracy. The world-wide network of diabolical conspirators implement this plot against the Christian faith while Christians appear to be sound asleep. The Christian clergy appear to be more ignorant or more indifferent about this conspiracy than other Christians. They seem to bury their heads in the sands of ignorance or indifference like the legendary ostrich. This ignorance or indifference on the part of the Christian clergy has dealt a blow to the Christian faith already from which it may never completely recover, if at all. It seems so sad. Christians deserve to be blessed in this crisis with a spiritual Paul Revere to ride across the nation warning Christians that their enemies are moving in on them fast. My dear Dr. Goldstein, will you volunteer to be that Paul Revere? Of equal importance to pin-pointing the enemies who are making war upon the Christian faith from the outside is the necessity to discover the forces at work inside the Christian faith which make it so vulnerable to its enemies on the outside. Applying yourself to this specific phase of the problem can prove of tremendous value in rendering ineffective the forces responsible for this dangerous state of affairs. The souls of millions of Christians who are totally unknown to you are quite uneasy about the status of the Christian faith today. The minds of countless thousands among the Christian clergy are troubled by the mysterious “pressure” from above which prevents them exercising their sound judgment in this situation. If the forces being manipulated against the Christian faith from the inside can be stopped the Christian faith will be able to stand upon its feet against its enemies as firmly as the Rock of Gibraltar. Unless this can be done soon the Christian faith appears destined to crumble and to eventually collapse. An ounce of prevention is far preferable to a pound of cure you can be sure in this situation as in all others. With all the respect rightly due to the Christian clergy and in all humility I have an unpleasant duty to perform. I wish to go on record with you here that the Christian clergy are primarily if not solely responsible for the internal forces within the Christian faith inimical to its best interests. This conclusion on my part indicates the sum total of all the facts in my book which add up to just that. If you truly desire to be realistic and constructive you must “hew to the line and let the chips fall where they may”. That is the only strategy that can save the Christian faith from a fate it does not deserve. You cannot pussy-foot with the truth any longer simply because you find that now “the truth hurts”, – someone you know or like. At this late hour very little time is left in which to mend our fences if I can call it that. We are not in a position to waste any of our limited time. “Beating it around the bush” now will get us exactly nowhere. The courageous alone will endure the present crisis when all the chips are down. Figuratively and possibly literally there will be live heroes and dead cowards when the dust of this secular combat settles and not dead heroes and live cowards as sometimes occurs under other circumstances. The Christian faith today remains the only “anchor to windward” against universal barbarism. The dedicated enemies of the Christian faith have sufficiently convinced the world by this time of the savage methods they will adopt in their program to erase the Christian faith from the face of the earth. Earlier in this letter I stated that in my humble opinion the apathy of the Christian clergy might be charged with sole responsibility for the increasing dilution of the devotion of countless Christians for the Christian faith. This is the natural consequence of the confusion created by the Christian clergy in the minds of Christians concerning certain fundamentals of the Christian faith. The guilt for this confusion rests exclusively upon Christian leadership not upon Christians generally. Confusion creates doubt. Doubt creates loss of confidence. Loss of confidence creates loss of interest. As confusion grows more, and more, and more, confidence grows less, and less, and less. The result is complete loss of all interest. You can hardly disagree with that, my dear Dr. Goldstein, can you? The confusion in the minds of Christians concerning fundamentals of the Christian faith is unwarranted and unjustified. It need not exist. It would not exist if the Christian clergy did not aid and abet the deceptions responsible for it. The Christian clergy may be shocked to learn that they have been aiding and abetting the dedicated enemies of the Christian faith. Many of the Christian clergy are actually their allies but may not know it. This phase of the current worldwide campaign of spiritual sabotage is the most negative factor in the defense of the Christian faith. Countless Christians standing on the sidelines in this struggle see their Christian faith “withering on the vine” and about ripe enough to “drop into the lap” of its dedicated enemies. They can do nothing about it. Their cup is made more bitter for them as they observe this unwarranted and this unjustified ignorance and indifference on the part of the Christian clergy. This apathetic attitude by the Christian clergy offers no opposition to the aggressors against the Christian faith. Retreat can only bring defeat. To obviate surrender to their dedicated enemies the Christian clergy must “about face” immediately if they expect to become the victors in the invisible and intangible ideological war now being so subversively waged against the Christian faith under their very noses. When will they wake up? If I were asked to recite in this letter the many manners in which the Christian clergy are confusing the Christian concept of the fundamentals of the Christian faith it would require volumes rather than pages to tell the whole story. Space alone compels me here to confine myself to the irreducible minimum. I will limit myself here to the most important reasons for this confusion. Brevity will of necessity limit the references cited to support the matters presented in this letter. I will do my best under the circumstances to establish the authenticity of the incontestable historic facts I call to your attention here. In my opinion the most important reason is directly related to your present activities. Your responsibility for this confusion is not lessened by your good intentions. As you have heard said so many times “Hell is paved with good intentions”. The confusion your articles create is multiplied a thousand-fold by the wide publicity given to them as a result of the very high regard in which you personally are held by editors and readers across the nation, Christian and non-Christian alike. Your articles constantly are continually reprinted and quoted from coast to coast. The utterance by the Christian clergy which confuses Christians the most is the constantly repeated utterance “Jesus was a Jew”. That also appears to be your favorite theme. That misrepresentation and distortion of an incontestable historic fact is uttered by the Christian clergy upon the slightest pretext. They utter it constantly, also without provocation. They appear to be “trigger happy” to utter it. They never miss an opportunity to do so. Informed intelligent Christians cannot reconcile this truly unwarranted misrepresentation and distortion of an incontestable historic fact by the Christian clergy with information known by them now to the contrary which comes to them from sources believed by them to be equally reliable. This poses a serious problem today for the Christian clergy. They can extricate themselves from their present predicament now only by resorting to “the truth, the whole truth, and nothing the truth”. That is the only formula by which the Christian clergy can recapture the lost confidence of Christians. As effective spiritual leaders they cannot function without this lost confidence. They should make that their first order of business. My dear Dr. Goldstein, you are a theologian of high rank and a historian of note. Of necessity you also should agree with other outstanding authorities on the subject of whether “Jesus was Jew”. These leading authorities agree today that there is no foundation in fact for the implications, inferences and the innuendoes resulting from the incorrect belief that “Jesus was a Jew”. Incontestable historic facts and an abundance of other proofs establish beyond the possibility of any doubt the incredibility of the assertion so often heard today that “Jesus was a Jew”. Without any fear of contradiction based upon fact the most competent and best qualified authorities all agree today that Jesus Christ was not a so-called or self-styled “Jew”, They now confirm that during His lifetime Jesus was known as a “Judean” by His contemporaries and not as a “Jew”, and that Jesus referred to Himself as a “Judean” and not as a “Jew”. During His lifetime here on earth Jesus was referred to by contemporary historians as a “Judean” and not as a “Jew”. Contemporary ‘theologians of Jesus whose competence to pass upon this subject cannot be challenged by anyone today also referred to Jesus during his lifetime here on earth as a “Judean” and not as a “Jew”. Inscribed upon the Cross when Jesus was Crucified were the Latin words “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”. Pontius Pilate was the author of that infamous inscription. Latin was Pontius Pilate’s mother-tongue. No one will question the fact that Pontius Pilate was well able to accurately express his own ideas in his own mother-tongue. The authorities competent to pass upon the correct translation into English of the Latin “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum” agree that it is “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans”. There is no disagreement upon that by them. During His lifetime here on earth Jesus was not regarded by Pontius Pilate nor by the Judeans among whom He dwelt as “King of the Jews”. The inscription on the Cross upon which Jesus was Crucified has been incorrectly translated into the English language only since the 18th century. Pontius Pilate was ironic and sarcastic when he ordered inscribed upon the Cross the Latin words “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”. About to be Crucified, with the approval of Pontius Pilate, Jesus was being mocked by Pontius Pilate. Pontius Pilate was well aware at that time that Jesus had been denounced, defied and denied by the Judeans who alas finally brought about His Crucifixion as related by history. Except for His few followers at that time in Judea all other Judeans abhorred Jesus and detested His teachings and the things for which He stood. That deplorable fact cannot be erased from history by time. Pontius Pilate was himself the “ruler” of the Judeans at the time he ordered inscribed upon the Cross the Latin words “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”, in English “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans”. But Pontius Pilate never referred to himself as “ruler” of the Judeans. The ironic and sarcastic reference of Pontius Pilate to Jesus as “Ruler of the Judeans” can hardly be accepted as recognition by Pontius Pilate of Jesus as “Ruler of the Judeans”. That is inconceivable by any interpretation. At the time of the Crucifixion of Jesus Pontius Pilate was the administrator in Judea for the Roman Empire. At that time in history the area of the Roman Empire included a part of the Middle East. As far as he was concerned officially or personally the inhabitants of Judea were “Judeans” to Pontius Pilate and so- called “Jews” as they have been styled since the 18th century. In the time of Pontius Pilate in history there was no religious, racial or national group in Judea known as “Jews” nor had there been any group so identified anywhere else in the world prior that time. Pontius Pilate expressed little interest as the administrator of the Roman Empire officially or personally in the wide variety of forms of religious worship then practiced in Judea. These forms of religious worship extended from phallic worship and other forms of idolatry to the emerging spiritual philosophy of an eternal omnipotent and invisible Divine deity, the emerging (Jehovah) concept which predated Abraham of Bible fame approximately 2000 years. As the administrator for the Roman Empire in Judea it was the official policy of Pontius Pilate never to interfere in the spiritual affairs of the local population. Pontius Pilate’s primary responsibility was the collection of taxes to be forwarded home to Rome, not the forms of religious worship practiced: by the Judeans from whom those taxes were collected. As you well know, my dear Dr. Goldstein, the Latin word “rex” means “ruler, leader” in English. During the lifetime Jesus in Judea the Latin word “rex” meant only that to Judeans familiar with the Latin language. The Latin word “rex” is the Latin verb “rego, regere, rexi, rectus” in English means as you also well know “to rule, to lead”. Latin was of course the official language in all the provinces administered by a local administrator of the Roman Empire. This fact accounts for the inscription on the Cross in Latin. With the invasion of the British Isles by the Anglo-Saxons, the English language substituted the Anglo-Saxon “king” for the Latin equivalent “rex” used before the Anglo-Saxon invasion. The adoption of “king” for “rex” at this late date in British history did not retroactively alter the meaning of the Latin “rex” to the Judeans in the time of Jesus. The Latin “rex” to them then meant only “ruler, leader” as it still means in Latin. Anglo-Saxon “king” was spelled differently when first used but at all times meant the same as “rex” in Latin, “leader” of a tribe. During the lifetime of Jesus it was very apparent to Pontius Pilate that Jesus was the very last Person in Judea the Judeans would select as their “ruler” or their “leader”. In spite of this situation in Judea Pontius Pilate did not hesitate to order the inscription of the Cross “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”. By the wildest stretch of the imagination it is not conceivable that this sarcasm and irony by Pontius Pilate at the time of the Crucifixion was not solely mockery of Jesus by Pontius Pilate and only mockery. After this reference to “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans” the Judeans forthwith proceeded to Crucify Jesus upon that very Cross. In Latin in the lifetime of Jesus the name of the political subdivision in the Middle East known in modern history as Palestine was “Iudaea”. It was then administered by Pontius Pilate as administrator for the Roman Empire of which it was then a part. The English for the Latin “Iudaea” is “Judea”. English “Judean” is the adjective for the noun “Judea”. The ancient native population of the subdivision in the Middle East known in modern history as Palestine was then called “Iudaeus” in Latin and “Judean” in English. Those words identified the indigenous population of Judea in the lifetime of Jesus. Who can deny that Jesus was a member of the indigenous population of Judea in His lifetime? And of course you know, my dear Dr. Goldstein, in Latin the Genetive Plural of “Iudaeus” is “Iudaeorum”. The English translation of the Genetive Plural of “Iudaeorum” is “of the Judeans” It is utterly impossible to give any other English translation to “Iudaeorum” than “of the Judeans’: Qualified and competent theologians and historians regard as incredible any other translation into English of “Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum” than “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans”. You must agree that this is literally correct. At the time Pontius Pilate was ordering the “Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum” inscribed upon the Cross the spiritual leaders of Judea were protesting to Pontius Pilate “not to write that Jesus was the ruler of the Judeans” but to inscribe instead that Jesus “had said that He was the ruler of the Judeans”. The spiritual leaders of Judea made very strong protests to Pontius Pilate against his reference to Jesus as “Rex Iudaeorum” insisting that Pontius Pilate was not familiar with or misunderstood the status of Jesus in Judea. These protests are a matter of historical record, as you know. The spiritual leaders in Judea protested in vain with Pontius Pilate. They insisted that Jesus “had said that He was the ruler of the Judeans” but that Pontius Pilate was “not to write that Jesus was the ruler of the Judeans”. For after all Pontius Pilate was a foreigner in Judea who could not understand the local situations as well as the spiritual leaders. The intricate pattern of the domestic political, social and economic cross- currents in Judea interested Pontius Pilate very little as Rome’s administrator. The Gospel by John was written originally in the Greek language according to the best authorities. In the Greek original there is no equivalent for the English that Jesus “had said that He was the ruler of the Judeans”. The English translation of the Greek original of the Gospel by John, XIX, 19, reads “Do not inscribe ‘the monarch (basilcus) of the Judeans (Ioudaios), but that He Himself said I am monarch (basileus) of the Judeans (Ioudaios)\'”. “Ioudaia” is the Greek for the Latin “Iudea” and the English “Judea”. “Basileus” is the Greek “monarch” in English. “Rex” is the nearest word in Latin for “basileus” in Greek. The English “ruler”, or its alternative “leader”, define the sense of Latin “rex” and Greek “basileus” as they were used in the Greek and Latin Gospel by John. Pontius Pilate “washed his hands” of the protests by the spiritual leaders in Judea who demanded of him that the inscription on the Cross authored by Pontius Pilate be corrected in the manner they insisted upon. Pontius Pilate very impatiently replied to their demands “What I have written, I have written”. The inscription on the Cross remained what it had been, “Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum”, or “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans” in English. The Latin quotations and words mentioned in this letter are verbatim quotations and the exact words which appear in the 4th century translation of the New Testament into Latin by St. Jerome. This translation is referred to as the Vulgate Edition of the New Testament. It was the first official translation of the New Testament into Latin made by the Christian Church. Since that time it has remained the official New Testament version used by the Catholic Church. The translation of the Gospel by John into Latin by St. Jerome was made from the Greek language in which the Gospel of John was originally written according to the best authorities on this subject. The English translation of the Gospel by John XIX, 19, from the original text in the Greek language reads as follows, “Pilate wrote a sign and fastened it to the Cross and the writing was ‘Jesus the Nazarene the monarch of the Judeans\'”. In the original Greek manuscript there is mention also made of the demands upon Pontius Pilate by the spiritual leaders in Judea that Pontius Pilate alter the reference on the Cross to Jesus as “Ruler of the Judeans”. The Greek text of the original manuscript of the Gospel by John establishes beyond any question or doubt that the spiritual leaders in Judea at that time had protested to Pontius Pilate that Jesus was “not the ruler of the Judeans” but only “had said that He was the ruler of the Judeans”. There is no factual foundation in history or theology today for the implications, inferences and innuendoes that the Greek “Ioudaios”, the Latin “Iudaeus”, or the English “Judean” ever possessed a valid religious connotation. In their three respective languages these three words have only indicated a strictly topographical or geographic connotation. In their correct sense these three words in their respective languages were used to identify the members of the indigenous native population of the geographic area known as Judea in the lifetime of Jesus. During the lifetime of Jesus there was not a form of religious worship practiced in Judea or elsewhere in the known world which bore a name even remotely resembling the name of the political subdivision of the Roman Empire; i.e., “Judaism” from “Judea”. No cult or sect existed by such a name. It is an incontestable fact that the word “Jew” did not come into existence until the year 1775. Prior to 1775 the word “Jew” did not exist in any language. The word “Jew” was introduced into the English for the first time in the 18th century when Sheridan used it in his play “The Rivals”, II,i, “She shall have a skin like a mummy, and the beard of a Jew”. Prior to this use of the word “Jew” in the English language by Sheridan in 1775 the word “Jew” had not become a word in the English language. Shakespeare never saw the word “Jew” as you will see. Shakespeare never used the word “Jew” in any of his works, the common general belief to the contrary notwithstanding. In his “Merchant of Venice”, V.III.i.61, Shakespeare wrote as follows: “what is the reason? I am a Iewe, hath not a Iewe eyes?” In the Latin St. Jerome 4th century Vulgate Edition of the New Testament Jesus is referred to by the Genitive Plural of “Iudaeus” in the Gospel by John reference to the inscription on the Cross,”Iudaeorum”. It was in the 4th century that St. Jerome translated into Latin the manuscripts of the New Testament from the original languages in which they were written. This translation by St. Jerome is referred to still today as the Vulgate Edition by the Roman Catholic Church authorities, who use it today. Jesus is referred as a so-called “Jew” for the first time in the New Testament in the 18th century. Jesus is first referred to as a so-called “Jew” in the revised 18th century editions in the English language of the 14th century first translations of the New Testament into English. The history of the origin of the word “Jew” in the English language leaves no doubt that the 18th century “Jew” is the 18th century contracted and corrupted English word for the 4th century Latin “Iudaeus” found in St. Jerome’s Vulgate Edition. Of that there is no longer doubt. The available original manuscripts from the 4th century to the 18th century accurately trace the origin and give the complete history of the word “Jew” in the English language. In these manuscripts are to be found all the many earlier English equivalents extending through the 14 centuries from the 4th to the 18th century. From the Latin “Iudaeus” to the English “Jew” these English forms included successively: “Gyu”, “Giu”, “Iu”, “Iuu”, “Iuw”, “Ieuu”, “Ieuy”, “Iwe”, “low”, “Iewe”, “Ieue”, “Iue”, “Ive”, “lew”, and then finally in the 18th century, “Jew”. The many earlier English equivalents for “Jews” through the 14 centuries are “Giwis”, “Giws”, “Gyues”, “Gywes”, “Giwes”, “Geus”, “Iuys”, “Iows”, “Iouis”, “Iews”, and then also finally in the 18th century, “Jews”. With the rapidly expanding use in England in the 18th century for the first time in history of the greatly improved printing presses unlimited quantities of the New Testament were printed. These revised 18th century editions of the earlier 14th century first translations into the English language were then widely distributed throughout England and the English speaking world among families who had never possessed a copy of the New Testament in any language. In these 18th century editions with revisions the word “Jew” appeared for the first time in any English translations. The word “Jew” as it was used in the 18th century editions has since continued in use in all editions of the New Testament in the English language. The use of the word “Jew” thus was stabilized. As you know, my dear Dr. Goldstein, the best known 18th century editions of the New Testament in English are the Rheims (Douai) Edition and the King James Authorized Edition. The Rheims (Douai) translation of the New Testament into English was first printed in 1582 but the word “Jew” did not appear in it. The King James Authorized translation of the New Testament into English was begun in 1604 and first published in 1611. The word “Jew” did not appear in it either. The word “Jew” appeared in both these well known editions in their 18th century revised versions for the first times. Countless copies of the revised 18th century editions of the Rheims (Douai) and the King James translations of the New Testament into English were distributed to the clergy and the laity throughout the English speaking world. They did not know the history of the origin of the English word “Jew” nor did they care. They accepted the English word “Jew” as the only and as the accepted form of the Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios”. How could they be expected to have known otherwise? The answer is they could not and they did not. It was a new English word to them. When you studied Latin in your school days you were taught that the letter “I” in Latin when used as the first letter in a word is pronounced like the letter “Y” in English when it is the first letter in words like “yes”, “youth” and “yacht”. The “I” in “Iudaeus” is pronounced like the “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht” in English. In all the 4th century to 18th century forms for the 18th century “Jew” the letter “I” was pronounced like the English “Y” in “yes”, “young”, and “yacht”. The same is true of the “Gi” or the “Gy” where it was used in place of the letter “I”. The present pronunciation of the word “Jew” in modern English is a development of recent times. In the English language today the “J” in “Jew” is pronounced like the “J” in the English “justice”, “jolly”, and “jump”. This is the case only since the 18th century. Prior to the 18th century the “J” in “Jew” was pronounced exactly like the “Y” in the English “yes”, “youth”, and “yacht”. Until the 18th century and perhaps even later than the 18th century the word “Jew” in English was pronounced like the English “you” or “hew”, and the word “Jews” like “youse” or “hews”. The present pronunciation of “Jew” in English is a new pronunciation acquired after the 18th century. The German language still retains the Latin original pronunciation. The German “Jude” is the German equivalent of the English “Jew”. The “J” in the German “Jude” is pronounced exactly like the English “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht”. The German “J” is the equivalent of the Latin “I” and both are pronounced exactly like the English “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht”. The German “Jude” is virtually the first syllable of the Latin “ludaeus” and is pronounced exactly like if. The German “Jude” is the German contraction and corruption of the Latin “ludaeus” just as the English “Jew” is the contraction and corruption of the Latin “ludaeus”. The German “J” is always pronounced like the English “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht” when it is the first letter of a word. The pronunciation of the “J” in German “Jude” is not an exception to the pronunciation of the “J” in German. The English language as you already know, my dear Dr. Goldstein, is largely made up of words adopted from foreign languages. After their adoption by the English language foreign words were then adapted by contracting their spelling and corrupting their foreign pronunciation to make them more easily pronounced in English from their English spelling. This process of first adopting foreign words and then adapting them by contracting their spelling and corrupting their pronunciation resulted in such new words in the English language as “cab” from the French “cabriolet” and many thousands of other words similarly from their original foreign spelling. Hundreds of others must come to your mind. By this adopting-adapting process the Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios” finally emerged in the 18th century as “Jew” in the English language. The English speaking peoples struggled through 14 centuries seeking to create for the English language an English equivalent for the Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios” which could be easily pronounced in English from its English spelling. The English “Jew” was the resulting 18th century contracted and corrupted form of the Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios”. The English “Jew” is easily pronounced in English from its English spelling. The Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios” cannot be as easily pronounced in English from the Latin and Greek spelling. They were forced to coin a word. The earliest version of the New Testament in English from the Latin Vulgate Edition is the Wiclif, or Wickliffe Edition published in 1380. In the Wiclif Edition Jesus is there mentioned as One of the “iewes”. That was the 14-th century English version of the Latin “Iudaeus” and was pronounced “hew-weeze”, in the plural, and “iewe” pronounced “hew-wee” in the singular. In the 1380 Wiclif Edition in English the Gospel by John, XIX.19, reads “ihesus of nazareth kyng of the iewes”. Prior to the 14th century the English language adopted the Anglo-Saxon “kyng” together with many other Anglo-Saxon words in place of the Latin “rex” and the Greek “basileus”. The Anglo-Saxon also meant “tribal leader”. In the Tyndale Edition of the New Testament in English published in 1525 Jesus was likewise described as One of the “lewes”. In the Coverdale Edition published in 1535 Jesus was also described as One of the “lewes”. In the Coverdale Edition the Gospel by John, XIX.19, reads “Iesus of Nazareth, kynge of the Iewes”. In the Cranmer Edition published in 1539 Jesus was again described as One of the “Iewes”. In the Geneva Edition published in 1540-1557 Jesus was also described as One of the “Iewes”. In the Rheims Edition published in 1582 Jesus was described as One of the “Ievves”. In the King James Edition published in 1604-1611 also known as the Authorized Version Jesus was described again as one of the “Iewes”. The forms of the Latin “Iudaeus” were used which were current at the time these translations were made. The translation into English of the Gospel by John, XIX.19, from the Greek in which it was originally written reads “Do not inscribe ‘the monarch of the Judeans’ but that He Himself said ‘I am monarch\'”. In the original Greek manuscript the Greek “basileus” appears for “monarch” in the English and the Greek “Ioudaios” appears for “Judeans” in the English. “Ioudaia” in Greek is “Judea” in English. “Ioudaios” in Greek is “Judeans” in English. There is no reason for any confusion. My dear Dr. Goldstein, if the generally accepted understanding today of the English “Jew” and “Judean” conveyed the identical implications, inferences and innuendoes as both rightly should, it would make no difference which of these two words was used when referring to Jesus in the New Testament or elsewhere. But the implications, inferences, and innuendoes today conveyed by these two words are as different as black is from white. The word “Jew” today is never regarded as a synonym for “Judean” nor is “Judean” regarded as a synonym for “Jew”. As I have explained, when the word “Jew” was first introduced into the English language in the 18th century its one and only implication, inference and innuendo was “Judean.” However during the 18th, 19th and 20th centuries a well-organized and well-financed international “pressure group” created a so-called “secondary meaning” for the word “Jew” among the English-speaking peoples of the world. This so-called “secondary meaning” for the word “Jew” bears no relation whatsoever to the 18th century original connotation of the word “Jew”. It is a misrepresentation. The “secondary meaning” of the word “Jew” today bears as little relation to its original and correct meaning as the “secondary meaning” today for the word “camel” bears to the original and correct meaning of the word “camel”, or the “secondary meaning” today for the word “ivory” bears to the original and correct meaning of the word “ivory”. The “secondary meaning” today for the word “camel” is a cigarette by that name but its original and correct meaning is a desert animal by that ancient name. The “secondary meaning” of the word “ivory” today is a piece of soap but its original and correct meaning is the tusk off a male elephant. The “secondary meanings” of words often become the generally accepted meanings of words formerly having entirely different meanings. This is accomplished by the expenditure of great amounts of money for well-planned publicity. Today if you ask for a “camel” someone will hand you a cigarette by that name. Today if you ask for a piece of “ivory” someone will hand you a piece of soap by that name. You will never receive either a desert animal or a piece of the tusk of a male elephant. That must illustrate the extent to which these “secondary meanings” are able to practically eclipse the original and correct meanings of words in the minds of the general public. The “secondary meaning” for the word “Jew” today has practically totally eclipsed the original and correct meaning of the word “Jew” when it was introduced as a word in the English language. This phenomena is not uncommon. The United States Supreme Court has recognized the “secondary meaning” of words. The highest court in the land has established as basic law that “secondary meanings” can acquire priority rights to the use of any dictionary word. Well-planned and well-financed world-wide publicity through every available media by well-organized groups of so-called or self-styled “Jews” for three centuries has created a “secondary meaning” for the word “Jew” which has completely “blacked out” the original and correct meaning of the word “Jew”. There can be no doubt about that. There is not a person in the whole English-speaking world today who regards a “Jew” as a “Judean” in the literal sense of the word. That was the correct and only meaning in the 18th century. The generally accepted “secondary meaning” of the word “Jew” today with practically no exceptions is made up of our almost universally-believed theories. These four theories are that a so-called or self-styled “Jew” is (1) a person who today professes the form of religious worship known as “Judaism”, (2) a person who claims to belong to a racial group associated with the ancient Semites, (3) a person directly the descendant of an ancient nation which thrived in Palestine in Bible history, (4) a person blessed by Divine intentional design with certain superior cultural characteristics denied to other racial, religious or national groups, all rolled into one. The present generally accepted “secondary meaning” of the word “Jew” is fundamentally responsible for the confusion in the minds of Christians regarding elementary tenets of the Christian faith. It is likewise responsible today to a very great extent for the dilution of the devotion of countless Christians for their Christian faith. The implications, inferences and innuendoes of the word “Jew” today, to the preponderant majority of intelligent and informed’ Christians, is contradictory and in complete conflict with incontestable historic fact. Christians who cannot be fooled any longer are suspect of the Christian clergy who continue to repeat, and repeat, and repeat ad nauseam their pet theme song “Jesus was a Jew”. It actually now approaches a psychosis. Countless Christians know today that they were “brain washed” by the Christian clergy on the subject “Jesus was a Jew”, The resentment they feel is not yet apparent to the Christian clergy. Christians now are demanding from the Christian clergy “the truth, the whole truth, and nothing but the truth”. It is now time for the Christian clergy to tell Christians what they should have told them long ago. Of all religious groups in the world Christians appear to be the least informed of any on this subject. Have their spiritual leaders been reckless with the truth? Countless intelligent and informed Christians no longer accept unchallenged assertions by the Christian clergy that Jesus in His lifetime was a Member of a group in Judea which practiced a religious form of worship then which is today called “Judaism”, or that Jesus in His lifetime here on earth was a Member of the racial group which today includes the preponderant majority of all so-called or self-styled “Jews” in the world, or that the so- called or self-styled “Jews” throughout the world today are the lineal descendants of the nation in Judea of which Jesus was a national in His lifetime here on earth, or that the cultural characteristics of so-called or self-styled “Jews” throughout the world today correspond with the cultural characteristics of Jesus during His lifetime here on earth and His teachings while He was here on earth for a brief stay. Christians will no longer believe that the race, religion, nationality and culture of Jesus and the race, religion, nationality and culture of so- called or self-styled “Jews” today or their ancestors have a common origin or character. The resentment by Christians is more ominous than the Christian clergy suspect. Under existing conditions the Christian clergy will find that ignorance is not bliss, nor wisdom folly. Christians everywhere today are seeking to learn the authentic relationship between the so-called or self-styled “Jews” throughout the world today and the “Judeans” who populated “Judea” before, during and after the time of Jesus. Christians now insist that they he told correctly by the Christian clergy about the racial, religious, national and cultural background of the so- called or self-styled “Jews” throughout the world today and the basis for associating these backgrounds with the racial, religious, national and cultural background of Jesus in His lifetime in Judea. The intelligent and informed Christians are alerted to the exploded myth that the so-called or self-styled “Jews” throughout the world today are the direct descendants of the “Judeans” amongst whom Jesus lived during His lifetime on earth. Christians today are also becoming more and more alerted day by day why the so-called or self-styled “Jews” throughout the world for three centuries have spent uncounted sums of money to manufacture the fiction that the “Judeans” in the time of Jesus were “Jews” rather than “Judeans”, and that “Jesus was a Jew”. Christians are becoming more and more aware day by day of all the economic and political advantages accruing to the so-called or self-styled “Jews” as a direct result of their success in making Christians believe that “Jesus was a Jew” in the “secondary meaning” they have created for the 18th century word “Jew”. The so-called or self-styled “Jews” throughout the world today represent themselves to Christians as “Jews” only in the “secondary meaning” of the word “Jew”. They seek to thereby prove their kinship with Jesus. They emphasize this fiction to Christians constantly. That fable is fast fading and losing its former grip upon the imaginations of Christians. To allege that “Jesus was a Jew” in the sense that during His lifetime Jesus professed and practiced the form of religious worship known and practiced under the modern name of “Judaism” is false and fiction of the most blasphemous nature. If to be a so-called or self-styled “Jew” then or now the practice of “Judaism” was a requirement then Jesus certainly was not a so-called “Jew”. Jesus abhorred and denounced the form of religious worship practiced in Judea in His lifetime and which is known and practiced today under its new name “Judaism”. That religious belief was then known as “Pharisaism”. The Christian clergy learned that in their theological seminary days but they have never made any attempt to make that clear to Christians. The eminent Rabbi Louis Finkelstein, the head of The Jewish Theological Seminary of America, often referred to as “The Vatican of Judaism”, in his Foreword to his First Edition of his world-famous classic “The Pharisees, The Sociological Background of Their Faith”, on page XXI states: “… Judaism . . . Pharisaism became Talmudism, Talmudism became Medieval Rabbinism, and Medieval Rabbinism became Modern Rabbinism. But throughout these changes in name … the spirit of the ancient Pharisees survives, unaltered … From Palestine to Babylonia; from Babylonia to North Africa, Italy, Spain, France and Germany; from these to Poland, Russia, and eastern Europe generally, ancient Pharisaism has wandered “demonstrates the enduring importance which attaches to Pharisaism as a religious movement …” The celebrated Rabbi Louis Finkelstein in his great classic quoted from above traces the origin of the form of religious worship practiced today under the present name “Judaism,” to its origin as “Pharisaism” in Judea in the time of Jesus. Rabbi Louis Finkelstein confirms what the eminent Rabbi Adolph Moses states in his great classic “Yahvism, and Other Discourses,” in collaboration with the celebrated Rabbi H.G. Enlow, published in 1903 by the Louisville Section of the Council of Jewish Women, in which Rabbi Adolph Moses, on page 1, states: “Among the innumerable misfortunes which have befallen … the most fatal in its consequences is the name Judaism… Worse still, the Jews themselves, who have gradually come to call their religion Judaism … Yet, neither in biblical nor post-biblical, neither in talmudic, nor in much later times, is the term Judaism ever heard … the Bible speaks of the religion …. as ‘Torath Yahve’, the instruction, or the moral law revealed by Yahve… in other places… as ‘Yirath Yahve’, the fear and reverence of Yahve. These and other appellations CONTINUED FOR MANY AGES TO STAND FOR THE RELIGION… To distinguish it from Christianity and Islam, the Jewish philosophers sometimes designate it as the faith or belief of the Jews … IT WAS FLAVIUS JOSEPHUS, WRITING FOR THE INSTRUCTION OF GREEKS AND ROMANS, WHO COINED THE TERM JUDAISM, in order to pit it against Hellenism … by Hellenism was understood the civilization, comprising language, poetry, religion, art, science, manners, customs, institutions, which… had spread from Greece, its original home, over vast regions of Europe, Asia and Africa … The Christians eagerly seized upon the name… The Jews themselves, who intensely detested the traitor Josephus, refrained from reading his works … HENCE THE TERM JUDAISM COINED BY JOSEPHUS REMAINED ABSOLUTELY UNKNOWN TO THEM … IT WAS ONLY IN COMPARATIVELY RECENT TIMES, AFTER THE JEWS BECAME FAMILIAR WITH MODERN CHRISTIAN LITERATURE, THAT THEY BEGAN TO NAME THEIR RELIGION JUDAISM.” (emphasis supplied). This statement by the world’s two leading authorities on this subject clearly establishes beyond any question or any doubt that so-called “Judaism” was not the name of any form of religious worship practiced in Judea in the time of Jesus. The Flavius Josephus referred to in the above quotation lived in the 1st century. It was he who coined the word “Judaism” in the 1st century explicitly for the purpose recited clearly above. Religious worship known and practiced today under the name “Judaism” by so-called or self-styled “Jews” throughout the world was known and practiced in Judea in the time of Jesus under the name “Pharisaism” according to Rabbi Louis Finkelstein, head of The Jewish Theological Seminary of America, and all the other most competent and qualified recognized authorities on the subject. The form of religious worship known as “Pharisaism” in Judea in the time of Jesus was a religious practice based exclusively upon the Talmud. The Talmud in the time of Jesus was the Magna Charta, the Declaration of Independence, the Constitution, and the Bill of Rights, all rolled into one, of those who practiced “Pharisaism”. The Talmud today occupies the same relative position with respect to those who profess “Judaism”. The Talmud today virtually exercises totalitarian dictatorship over the lives of so-called or self-styled “Jews” whether they are aware of that fact or not. Their spiritual leaders make no attempt to conceal the control they exercise over the lives of so-called or self-styled “Jews”. They extend their authority far beyond the legitimate limits of spiritual matters. Their authority has no equal outside religion. facts.htm
  216. Assalamualaikum we wb
    Orang-orang Yahudi memang dilebihkan dari bangsa lain terutama karena kecerdasan. Setau gue Bangsa Yahudi merupakan pelopor Agama Tauhid / Agama Samawiyah di planet ini. Mengenai pendapat yang menyatakan orang-orang Yahudi JAHAT(?) wong para Nabi juga (selain Nabi Muhammad SAW) banyak yang orang Yahudi (Bani Israel). Yang jahat . . . yha jahat, yang baik gak tangung-tanggung keshalehannya (Yha para Nabi contohnya).
    Kalo ada kesamaan antara Islam dan Yahudi . . .yha memang ada kesamaan, karena Tuhan yang disembah sama (Walaupun menurut kami Orang Islam semua agama2 Ibrahimic,seharusnya, sudah disatukan pada ajaran Islam lewat turunnya Al Quran).
    Cuma yang pengin gw tanyakan kepada orang Yahudi:
    1. Kenapa Kitab yang dipake koq Talmud, bukannya Taurat?
    2. Sebagai Ajaran agama Tauhid, koq Agama Yahudi memakai guna2 / magic (melalui Karballa). Ataukah Karballa bisa diumpamakan Dengan seorang Muslim tetapi percaya pada Nyi Roro Kidul misalnya?
    Mohon penjelasan lebih lanjut?

  217. Salah satu hal yang sangat penting dan perlu dibuktikan oleh orang Batak atau apapun suku bangsanya itu untuk diakui menjadi orang Yahudi di perantauan adalah penggunaan bahasa Ibrani maupun aksara Ibrani yang dipelihara dengan ketat turun temurun berabad-abad sejak jaman Israel kuno seperti suku bangsa Falasha (konon suku bangsa ini yang menyembunyikan tabut perjanjian Musa di Axum Etiophia) yang terdapat di Etiophia ataupun salah satu suku bangsa di China yang beberapa tahun lalu diterbangkan ke Israel dengan pesawat El-Al sebagai salah satu the lost tribes of Israel. Pembuktian lain adalah penggunaan Taurat Musa maupun Talmud yang juga dipakai turun temurun dalam peribadatan Yahudi dalam Sinagoge mereka. Sedangkan menurut sejarah dan penelitian Anthropology sebagian besar suku bangsa di Indonesia salah satunya di Sumatera Utara menganut paham animisme dan dinamisme (palbegu) yang berlangsung berabad-abad dan berangsur mengikis sejak masuknya kekristenan saat Nomensen memberitakan Injil di Sumatera Utara setelah beliau gagal memberitakan injil di tanah Dayak Kalimantan sekitar tahun 1800an. Suku bangsa Israel sangat ketat memelihara tradisi ritual peribadatan Yahudi mereka dari jaman Musa sampai dengan sekarang kurang lebih 3000 tahun dibandingkan suku bangsa yang ada di Indonesia yang pada dasarnya animisme. Jadi tidak usah banggalah mengklaim sebagai salah satu suku bangsa Israel yang hilang dan menjadi warga kelas dua di Israel tetapi banggalah dan berlombalah menjadi murid Yesus Kristus karena kasih penyelamatan Yesus bersifat universal untuk segala bangsa untuk bangsa-bangsa yang buka Yahudi pula!!! Kita sudah ada di ujung akhir jaman, tanda-tanda jaman sudah dan akan digenapi, Yesus Kristus akan datang pada kali yang ke dua. Pembangunan bait Allah yang ketiga di Yerusalem tidak berguna seperti yang direncanakan oleh imam-imam Yahudi karena karya penyelamatan Kristus yang sudah sangat sempurna sejak 2000 tahun yang lalu.

  218. Jews of Khazaria, brief history and other resources
    April 3, 2002

    According to an article published at the World Zionist Organization’s (WZO) website:

    “REMARKABLY, the Khazars, a people of Turkic origin, converted to the Jewish religion sometime in the 9th century, beginning with the royal house and spreading gradually among the general populace. Judaism is now known to have been more widespread among the Khazar inhabitants of the Khazar kingdom than was previously thought. In 1999, Russian archaeologists announced that they had successfully reconstructed a Khazarian vessel from the Don River region, revealing 4 inscriptions of the word “Israel” in Hebrew lettering. It is now the accepted opinion among most scholars in the field that the conversion of the Khazars to Judaism was widespread, and not limited merely to the royal house and nobility. Ibn al-Faqih, in fact, wrote “All of the Khazars are Jews.” Christian of Stavelot wrote in 864 that “all of them profess the Jewish faith in its entirety.” Click here to view the full article and links to the original source.

  219. I recently listened to the 1961 lecture by ex-Zionist Benjamin Freedman.

    I was astonished when he said 90% of people who call themselves Jews today are descendents of Khazars.

    It would seem that Jews have perpetrated the biggest ever con on the world.

    If they are not descended from the tribes of Israel, they have no right being there. Their whole identity is a fraud.

    http://azeripolitics.blogspot.com/2006/10/following-report-shows-that-azeris-from.html

  220. Jews of Khazaria, brief history and other resources

    Posted on April 3, 2002

    According to an article published at the World Zionist Organization’s (WZO) website:

    “REMARKABLY, the Khazars, a people of Turkic origin, converted to the Jewish religion sometime in the 9th century, beginning with the royal house and spreading gradually among the general populace. Judaism is now known to have been more widespread among the Khazar inhabitants of the Khazar kingdom than was previously thought. In 1999, Russian archaeologists announced that they had successfully reconstructed a Khazarian vessel from the Don River region, revealing 4 inscriptions of the word “Israel” in Hebrew lettering. It is now the accepted opinion among most scholars in the field that the conversion of the Khazars to Judaism was widespread, and not limited merely to the royal house and nobility. Ibn al-Faqih, in fact, wrote “All of the Khazars are Jews.” Christian of Stavelot wrote in 864 that “all of them profess the Jewish faith in its entirety.”

    The Khazars

    By: Kevin Brook

    A thousand years before the establishment of the Modern State of Israel, there existed a Jewish kingdom in the eastern fringes of Europe, astride the Don and Volga rivers, presided over by two Jewish monarchs and inhabited by a mixed population that included many Jews.

    A thousand years before the establishment of the Modern State of Israel, there existed a Jewish kingdom in the eastern fringes of Europe, astride the Don and Volga rivers, presided over by two Jewish monarchs and inhabited by a mixed population that included many Jews. Their kings had names like Yosef and Aharon and one of their generals was named Pesach after the Jewish holiday that was celebrated around his birth. This kingdom, called Khazaria, was one of the most interesting and influential countries of the medieval world, wielding great power over economic and diplomatic affairs. Its influence was so great that a 10th-century emperor of the Byzantines, Constantine Porphyrogenitus, sent correspondence to the Khazars marked with a gold seal worth 3 solidi – more than the 2 solidi that always accompanied letters to the Pope of Rome, the Prince of the Rus, and the Prince of the Hungarians. Its power was so great that it had the ability to finance a permanent paid army. Khazaria was “the most significant attempt at the establishment of an independent Jewish state in the Diaspora”, according to former Israeli President Itzhak Ben-Zvi in his book The Exiled and the Redeemed.

    The Khazars played a major role in principal wars in the Caucasus region. First, in the early 7th century, they joined with Turks and Byzantines to defeat the Persian state. Then, in the 7th and 8th centuries, they defended the southeastern frontier of Europe from invasion by the Arabs, indirectly allowing Christianity to survive in Byzantium and subsequently thrive in Ukraine. As one of the principal authorities on the Khazars, Professor Peter Golden of Rutgers University, wrote in his book Khazar Studies: “Every schoolchild in the West has been told that if not for Charles Martel and the battle of Poitiers there might be a mosque where Notre Dame now stands. What few schoolchildren are aware of is that if not for the Khazars… Eastern Europe might well have become a province of Islam.” The subsequent peaceful period in the eastern European steppes has been named the “pax khazarica” since it was the Khazars who enabled various tribes, like Slavs, to expand their settlements and engage in productive activities, free from the threat of warfare and strife.

    The remarkable country of the Khazars first entered the Jewish orbit when it allowed Jews to settle in their land free from persecution. Jewish refugees from Byzantium, Persia, Mesopotamia, and elsewhere flooded into the Khazar realm from the 8th through the 10th centuries, bringing with them Hebrew literacy, a love for Israel, the Jewish religion, and technological skill. The Cambridge Document, translated by Norman Golb in his co-authored book Khazarian Hebrew Documents of the Tenth Century, stated that immigrant Armenian Jews “intermarried with the inhabitants of the land, intermingled with the gentiles, learned their practices, and would continually go out with them to war; [and] they [Mideastern Jews and Khazarians] became one people….”
    Remarkably, the Khazars, a people of Turkic origin, converted to the Jewish religion sometime in the 9th century, beginning with the royal house and spreading gradually among the general populace. Judaism is now known to have been more widespread among the Khazar inhabitants of the Khazar kingdom than was previously thought. In 1999, Russian archaeologists announced that they had successfully reconstructed a Khazarian vessel from the Don River region, revealing 4 inscriptions of the word “Israel” in Hebrew lettering. It is now the accepted opinion among most scholars in the field that the conversion of the Khazars to Judaism was widespread, and not limited merely to the royal house and nobility. Ibn al-Faqih, in fact, wrote “All of the Khazars are Jews.” Christian of Stavelot wrote in 864 that “all of them profess the Jewish faith in its entirety.” A Persian work, Denkart, represented Judaism as the principal religion of the Khazars. How sincere was their Judaism? Abd al-Jabbar ibn Muhammad al-Hamdani, writing in the early 11th century, pointed out that “they took upon themselves the difficult obligations enjoined by the law of the Torah, such as circumcision, the ritual ablutions, washing after a discharge of the semen, the prohibition of work on the Sabbath and during the feasts, the prohibition of eating the flesh of forbidden animals according to this religion, and so on.” (translation by Shlomo Pines) The common writing system among the Khazars was Hebrew script, according to Muhammad ibn Ishaq an-Nadim, writing in 987 or 988.

    A large portion of those Khazars who later adopted a script related to the Cyrillic of the Rus were Jews, according to Tárikh-i Fakhr ad-Din Mubarak Shah, a Persian work composed in 1206.

    In the early 10th century, the Khazarian Jews of Kiev wrote a Hebrew-language letter of recommendation on behalf of one of the members of their community, whose name was Yaakov bar Hanukkah. The letter is known as the Kievan Letter and was discovered in 1962 by Norman Golb of the University of Chicago. The names of the Kievan Jews are of Turkic, Slavic, and Hebrew origins, such as Hanukkah, Yehudah, Gostata, and Kiabar. Scholars disagree as to whether these Jews were Israelites who had merely adopted local names, or whether their local names were a sign of their Turkic Khazarian origin. But we do know that there was an entire district in Kievan Podol named after the Khazars, called “Kozare”, which points to the residency of Turkic Khazars in Kiev. The Khazars apparently played an important role in the economic vitality of the city, importing caviar, fish, and salt into Kiev. The Khazars also traded in silverware, wine, coins, glassware, and other useful goods throughout Europe and Asia, reaching as far northwest as Sweden and as far southeast as what is now Uzbekistan. There is no doubt that Khazaria exhibited a high level of civilization and that Jews contributed to its success.

    In the capital city, the Khazars established a supreme court composed of 7 members, and every major religion (Christianity, Islam, Judaism, and Slavic paganism) was represented on this judicial panel. The Khazars thus sponsored religious tolerance in a time when surrounding countries persecuted those who refused to follow the faith of the rulers.
    The story of the Khazars came to the attention of a famous Spanish Jewish diplomat and physician named Hasdai ibn Shaprut. He was amazed and inspired by what he learned about this people. Upon learning from Byzantine messengers that Khazaria was ruled by a king named Yosef and that they are a powerful military and commercial center, Hasdai ibn Shaprut wrote “…I was filled with power, my hands became strong, and my hope gained courage.” Seeking contact with Yosef, Hasdai had his literary secretary pen a special letter to be delivered to the Khazar king himself. Towards the end of Hasdai’s letter, he remarked: “We live in the Diaspora and there is no power in our hands. They say to us every day, ‘Every nation has a kingdom, but you have no memory of such in all the land.’ But when we heard about our master the King, the might of his monarchy, and his mighty army, we were amazed. We lifted our heads, our spirits returned, our hands were strengthened, and my master’s kingdom was our response in defense. Were it that this news would gain added strength, for through it we will be elevated further.” (translation by Rabbi N. Daniel Korobkin in the 1998 edition of The Kuzari) As Raymond Scheindlin remarked in his book The Chronicles of the Jewish People: “To the oppressed Jews of the world, the Khazars were a source of pride and hope, for their existence seemed to prove that God had not completely abandoned His people.”

    Hasdai’s letter, and Yosef’s reply to it, were preserved due in large part to the work of the scholar Yitzhak Aqrish (1489-1578?), a Spanish Jew who later lived in Egypt. Aqrish discovered copies of the Hasdai and Yosef letters in Cairo. In 1577 he published these letters in Constantinople in a Hebrew pamplet called Kol Mebasser (“Voice of the Messenger of Good News”). Aqrish’s publication of these valuable letters was designed to raise the spirits of oppressed Jews around the world.

    But Hasdai wrote to Yosef just before events began to unfold that ultimately crushed the Khazar kingdom. The Pechenegs, Rus, Oghuz, and Byzantines descended upon the kingdom from the 960s to the 1010s and overwhelmed them. After the fall of Khazaria references to the Judaized Turkic Khazars become much more sparse. But even after the final fall of Khazaria in the 11th century, there remained many Khazars who remained Jews. Abraham Ibn Daud, writing Sefer ha-Qabbalah in the year 1161, said that he met Khazar students in person while in Toledo, Spain and that they were rabbinical Jews.

    The ultimate fate of the Khazars is still somewhat of a mystery, even though some clues point to their continuance among various Jewish, Muslim, and Christian communities. Some have speculated that the Mountain Jews of the eastern Caucasus are descended in part from the Khazars. Various Turkic groups living in the North Caucasus today may be descended from Khazars who adopted Islam. Abba Eban, Israel’s foreign minister from 1966 to 1974, argued in his 1968 book My People that it is likely that “…Khazar progeny reached the various Slavic lands where they helped to build the great Jewish centers of Eastern Europe.”
    Serious scholarship into the Khazars only began in the 19th century, and throughout the 20th century many important discoveries were made. In modern Israel, there is considerable interest in the grand history of the Khazar Jewish people. Several Israeli novels include Khazarian themes and characters. In 1997 the Israeli journalist Ehud Ya’ari broadcast a fascinating 3-part documentary on the Khazars entitled Memlekhet ha-Kuzarim. Israeli media such as The Jerusalem Report and The Jerusalem Post have covered Khazarian history from time to time. In 1999 the first international Khazar Symposium was held in Jerusalem, bringing together many of the brightest scholars in modern Khazar studies from Russia, the United States, and Israel.
    For more information about the history of the Jewish Khazars, visit Khazaria.com or read the book The Jews of Khazaria by Kevin Alan Brook.

    This article belongs to the following subjects:
    •Jewish History » 0600 – 1789: Middle Ages
    http://www.wzo.org.il/en/resources/view.asp?id=140

  221. Jews of Khazaria, brief history and other resources

    Posted on April 3, 2002

    According to an article published at the World Zionist Organization’s (WZO) website:

    “REMARKABLY, the Khazars, a people of Turkic origin, converted to the Jewish religion sometime in the 9th century, beginning with the royal house and spreading gradually among the general populace. Judaism is now known to have been more widespread among the Khazar inhabitants of the Khazar kingdom than was previously thought. In 1999, Russian archaeologists announced that they had successfully reconstructed a Khazarian vessel from the Don River region, revealing 4 inscriptions of the word “Israel” in Hebrew lettering. It is now the accepted opinion among most scholars in the field that the conversion of the Khazars to Judaism was widespread, and not limited merely to the royal house and nobility. Ibn al-Faqih, in fact, wrote “All of the Khazars are Jews.” Christian of Stavelot wrote in 864 that “all of them profess the Jewish faith in its entirety.”

    The Khazars

    By: Kevin Brook

    A thousand years before the establishment of the Modern State of Israel, there existed a Jewish kingdom in the eastern fringes of Europe, astride the Don and Volga rivers, presided over by two Jewish monarchs and inhabited by a mixed population that included many Jews.

    A thousand years before the establishment of the Modern State of Israel, there existed a Jewish kingdom in the eastern fringes of Europe, astride the Don and Volga rivers, presided over by two Jewish monarchs and inhabited by a mixed population that included many Jews. Their kings had names like Yosef and Aharon and one of their generals was named Pesach after the Jewish holiday that was celebrated around his birth. This kingdom, called Khazaria, was one of the most interesting and influential countries of the medieval world, wielding great power over economic and diplomatic affairs. Its influence was so great that a 10th-century emperor of the Byzantines, Constantine Porphyrogenitus, sent correspondence to the Khazars marked with a gold seal worth 3 solidi – more than the 2 solidi that always accompanied letters to the Pope of Rome, the Prince of the Rus, and the Prince of the Hungarians. Its power was so great that it had the ability to finance a permanent paid army. Khazaria was “the most significant attempt at the establishment of an independent Jewish state in the Diaspora”, according to former Israeli President Itzhak Ben-Zvi in his book The Exiled and the Redeemed.

    The Khazars played a major role in principal wars in the Caucasus region. First, in the early 7th century, they joined with Turks and Byzantines to defeat the Persian state. Then, in the 7th and 8th centuries, they defended the southeastern frontier of Europe from invasion by the Arabs, indirectly allowing Christianity to survive in Byzantium and subsequently thrive in Ukraine. As one of the principal authorities on the Khazars, Professor Peter Golden of Rutgers University, wrote in his book Khazar Studies: “Every schoolchild in the West has been told that if not for Charles Martel and the battle of Poitiers there might be a mosque where Notre Dame now stands. What few schoolchildren are aware of is that if not for the Khazars… Eastern Europe might well have become a province of Islam.” The subsequent peaceful period in the eastern European steppes has been named the “pax khazarica” since it was the Khazars who enabled various tribes, like Slavs, to expand their settlements and engage in productive activities, free from the threat of warfare and strife.

    The remarkable country of the Khazars first entered the Jewish orbit when it allowed Jews to settle in their land free from persecution. Jewish refugees from Byzantium, Persia, Mesopotamia, and elsewhere flooded into the Khazar realm from the 8th through the 10th centuries, bringing with them Hebrew literacy, a love for Israel, the Jewish religion, and technological skill. The Cambridge Document, translated by Norman Golb in his co-authored book Khazarian Hebrew Documents of the Tenth Century, stated that immigrant Armenian Jews “intermarried with the inhabitants of the land, intermingled with the gentiles, learned their practices, and would continually go out with them to war; [and] they [Mideastern Jews and Khazarians] became one people….”
    Remarkably, the Khazars, a people of Turkic origin, converted to the Jewish religion sometime in the 9th century, beginning with the royal house and spreading gradually among the general populace. Judaism is now known to have been more widespread among the Khazar inhabitants of the Khazar kingdom than was previously thought. In 1999, Russian archaeologists announced that they had successfully reconstructed a Khazarian vessel from the Don River region, revealing 4 inscriptions of the word “Israel” in Hebrew lettering. It is now the accepted opinion among most scholars in the field that the conversion of the Khazars to Judaism was widespread, and not limited merely to the royal house and nobility. Ibn al-Faqih, in fact, wrote “All of the Khazars are Jews.” Christian of Stavelot wrote in 864 that “all of them profess the Jewish faith in its entirety.” A Persian work, Denkart, represented Judaism as the principal religion of the Khazars. How sincere was their Judaism? Abd al-Jabbar ibn Muhammad al-Hamdani, writing in the early 11th century, pointed out that “they took upon themselves the difficult obligations enjoined by the law of the Torah, such as circumcision, the ritual ablutions, washing after a discharge of the semen, the prohibition of work on the Sabbath and during the feasts, the prohibition of eating the flesh of forbidden animals according to this religion, and so on.” (translation by Shlomo Pines) The common writing system among the Khazars was Hebrew script, according to Muhammad ibn Ishaq an-Nadim, writing in 987 or 988.

    A large portion of those Khazars who later adopted a script related to the Cyrillic of the Rus were Jews, according to Tárikh-i Fakhr ad-Din Mubarak Shah, a Persian work composed in 1206.

    In the early 10th century, the Khazarian Jews of Kiev wrote a Hebrew-language letter of recommendation on behalf of one of the members of their community, whose name was Yaakov bar Hanukkah. The letter is known as the Kievan Letter and was discovered in 1962 by Norman Golb of the University of Chicago. The names of the Kievan Jews are of Turkic, Slavic, and Hebrew origins, such as Hanukkah, Yehudah, Gostata, and Kiabar. Scholars disagree as to whether these Jews were Israelites who had merely adopted local names, or whether their local names were a sign of their Turkic Khazarian origin. But we do know that there was an entire district in Kievan Podol named after the Khazars, called “Kozare”, which points to the residency of Turkic Khazars in Kiev. The Khazars apparently played an important role in the economic vitality of the city, importing caviar, fish, and salt into Kiev. The Khazars also traded in silverware, wine, coins, glassware, and other useful goods throughout Europe and Asia, reaching as far northwest as Sweden and as far southeast as what is now Uzbekistan. There is no doubt that Khazaria exhibited a high level of civilization and that Jews contributed to its success.

    In the capital city, the Khazars established a supreme court composed of 7 members, and every major religion (Christianity, Islam, Judaism, and Slavic paganism) was represented on this judicial panel. The Khazars thus sponsored religious tolerance in a time when surrounding countries persecuted those who refused to follow the faith of the rulers.
    The story of the Khazars came to the attention of a famous Spanish Jewish diplomat and physician named Hasdai ibn Shaprut. He was amazed and inspired by what he learned about this people. Upon learning from Byzantine messengers that Khazaria was ruled by a king named Yosef and that they are a powerful military and commercial center, Hasdai ibn Shaprut wrote “…I was filled with power, my hands became strong, and my hope gained courage.” Seeking contact with Yosef, Hasdai had his literary secretary pen a special letter to be delivered to the Khazar king himself. Towards the end of Hasdai’s letter, he remarked: “We live in the Diaspora and there is no power in our hands. They say to us every day, ‘Every nation has a kingdom, but you have no memory of such in all the land.’ But when we heard about our master the King, the might of his monarchy, and his mighty army, we were amazed. We lifted our heads, our spirits returned, our hands were strengthened, and my master’s kingdom was our response in defense. Were it that this news would gain added strength, for through it we will be elevated further.” (translation by Rabbi N. Daniel Korobkin in the 1998 edition of The Kuzari) As Raymond Scheindlin remarked in his book The Chronicles of the Jewish People: “To the oppressed Jews of the world, the Khazars were a source of pride and hope, for their existence seemed to prove that God had not completely abandoned His people.”

    Hasdai’s letter, and Yosef’s reply to it, were preserved due in large part to the work of the scholar Yitzhak Aqrish (1489-1578?), a Spanish Jew who later lived in Egypt. Aqrish discovered copies of the Hasdai and Yosef letters in Cairo. In 1577 he published these letters in Constantinople in a Hebrew pamplet called Kol Mebasser (“Voice of the Messenger of Good News”). Aqrish’s publication of these valuable letters was designed to raise the spirits of oppressed Jews around the world.

    But Hasdai wrote to Yosef just before events began to unfold that ultimately crushed the Khazar kingdom. The Pechenegs, Rus, Oghuz, and Byzantines descended upon the kingdom from the 960s to the 1010s and overwhelmed them. After the fall of Khazaria references to the Judaized Turkic Khazars become much more sparse. But even after the final fall of Khazaria in the 11th century, there remained many Khazars who remained Jews. Abraham Ibn Daud, writing Sefer ha-Qabbalah in the year 1161, said that he met Khazar students in person while in Toledo, Spain and that they were rabbinical Jews.

    The ultimate fate of the Khazars is still somewhat of a mystery, even though some clues point to their continuance among various Jewish, Muslim, and Christian communities. Some have speculated that the Mountain Jews of the eastern Caucasus are descended in part from the Khazars. Various Turkic groups living in the North Caucasus today may be descended from Khazars who adopted Islam. Abba Eban, Israel’s foreign minister from 1966 to 1974, argued in his 1968 book My People that it is likely that “…Khazar progeny reached the various Slavic lands where they helped to build the great Jewish centers of Eastern Europe.”
    Serious scholarship into the Khazars only began in the 19th century, and throughout the 20th century many important discoveries were made. In modern Israel, there is considerable interest in the grand history of the Khazar Jewish people. Several Israeli novels include Khazarian themes and characters. In 1997 the Israeli journalist Ehud Ya’ari broadcast a fascinating 3-part documentary on the Khazars entitled Memlekhet ha-Kuzarim. Israeli media such as The Jerusalem Report and The Jerusalem Post have covered Khazarian history from time to time. In 1999 the first international Khazar Symposium was held in Jerusalem, bringing together many of the brightest scholars in modern Khazar studies from Russia, the United States, and Israel.
    For more information about the history of the Jewish Khazars, visit Khazaria.com or read the book The Jews of Khazaria by Kevin Alan Brook.

    This article belongs to the following subjects:
    •Jewish History » 0600 – 1789: Middle Ages

    http://www.wzo.org.il/en/resources/view.asp?id=140

  222. Ex-Zionist Benjamin Freedman Ex-Zionist Benjamin Freedman speaks at the Willard Hotel, Washington D.C., in 1961 He left the Zionist movement, changed his name from the Jewish spelling (Friedman), and exposed some of the diabolical plots that helped set the stage for the wars in Europe and the Mideast He does not give the complete story, but when we make the same accusations, we are referred to as “anti-Semites”, so let people hear hear it from a Jew, and then they will be more receptive to what we say. Benjamin Freedman’s explanation of Khazarian Jews Benjamin Freedman wrote the following in 1954 for Dr David Goldstein, LL.D. of Boston, Massachusetts, to explain the history of Khazarian Jews. It has been printed as a booklet with the title Facts are Facts THE TRUTH ABOUT KHAZARS by Benjamin H. Freedman My Dear Dr. Goldstein, Your very outstanding achievements as a convert to Catholicism impress me as without a comparable parallel in modern history. Your devotion to the doctrine and the dogmas of the Roman Catholic Church defy any attempt at description by me only with words. Words fail me for that. As a vigorous protagonist preserving so persistently in propagating the principles of the Roman Catholic Church, -its purposes, its policies, its programs,- your dauntless determination is the inspiration for countless others who courageously seek to follow in your footsteps. In view of this fact it requires great courage for me to write to you as I am about to do. So I pray you receive this communication from me you will try to keep in mind Galatians 4:16 “Am I therefor become you enemy, because I tell you the truth?” I hope you will so favor me. It is truly a source of great pleasure and genuine gratification to greet you at long last although of necessity by correspondence. It is quite a disappointment for me to make your acquaintance in this manner. It would now afford me a far greater pleasure and a great privilege also if instead I could greet you on this occasion in person. Our very good mutual friend has for long been planning a meeting with you in person for me. I still wish to do that. I look forward with pleasant anticipation to doing this in the not too distant future at a time agreeable with you. You will discover in the contents of this long letter valid evidence for the urgency on my part to communicate with you without further delay. You will further discover this urgency reflected in the present gravity of the crisis which now jeopardizes an uninterrupted continuance of the Christian faith in its long struggle as the world’s most effective spiritual and social force in the Divine mission of promoting the welfare of all mankind without regard for their diversified races, religions, and nationalities. Your most recent article coming to my attention appeared in the September issue of ‘The A.P.J. Bulletin’, the official publication of the organization calling themselves The Archconfraternity of Prayer for Peace and Goodwill to Israel. The headline of your article, ‘News and Views of Jews’, and the purpose of the organization stated in the masthead of the publication, “To Promote Interest in the Apostalate to Israel” prompts me to take Father Time by his forelock and promptly offer my comments. I beg your indulgence accordingly. It is with reluctance that I place my comments in letter form. I hesitate to do so but I find it the only expedient thing to do under the circumstances. I beg to submit them to you now without reservations of any nature for your immediate and earnest consideration. It is my very sincere wish that you accept them in the friendly spirit in which they are submitted. It is also my hope that you will give your consideration to them and favor me with your early reply in the same friendly spirit for which I thank you in advance. In the best interests of that worthy objective to which you are continuing to dedicate the years ahead as you have so diligently done for many past decades, I most respectfully and sincerely urge you to analyze and to study carefully the data submitted to you here. I suggest also that you then take whatever steps you consider appropriate and necessary as a result of your conclusions. In the invisible and intangible ideological war being waged in defense of the great Christian heritage against its dedicated enemies your positive attitude is vital to victory. Your passive attitude will make a negative contribution to the total effort. You assuredly subscribe fully to that sound and sensible sentiment that “it is better to light one candle than to sit in darkness.” My solitary attempts to date “to give light to them that sit in darkness, and in the shadow” may prove no more successful with you now than they have in so many other instances where I have failed during the past thirty years. In your case I feel rather optimistic at the moment. Although not completely in vain I still live in the hope that one day on of these “candles” will burst into flame like a long smoldering spark and start a conflagration that will sweep across the nation like a prairie fire and illuminate vast new horizons for the first time. That unyielding hope is the source of the courage which aids me in my struggle against the great odds to which I am subjected for obvious reasons. It has been correctly contended for thousands of years that “In the end Truth always prevails.” We all realize that Truth in action can prove itself a dynamic power of unlimited force. But alas Truth has no self-starter. Truth cannot get off dead-center unless a worthy apostle gives Truth a little push to overcome its inertia. Without that start Truth will stand still and will never arrive at its intended destination. Truth has often died aborning for that most logical reason. Your help in this respect will prove of great value. On the other hand Truth has many times been completely “blacked out” by repeating contradictory and conflicting untruths over and over again, and again, and again. The world’s recent history supplies sober testimony of the dangers to civilization inherent in that technique. That form of treason to Truth is treachery to mankind. You must be very careful, my dear Dr. Goldstein, not to become unwittingly one of the many accessories before and after the fact who have appeared upon the scene of public affairs in recent years. Whether unwittingly, unwillingly or unintentionally many of history’s most noted characters have misrepresented the truth to the world and they have been so believed that it puzzles our generation. As recently as 1492 the world was misrepresented as flat by all the best alleged authorities on the subject. In 1492 Christopher Columbus was able to demonstrate otherwise. There are countless similar instances in the history of the world. Whether these alleged authorities were guilty of ignorance or indifference is here beside the point. It is not important now. They were either totally ignorant of the facts or they knew the facts but chose to remain silent on the subject for reasons undisclosed by history. A duplication of this situation exists today with respect to the crisis which confronts the Christian faith. It is a vital factor today in the struggle for survival or the eventual surrender of the Christian faith to its enemies. The times in which we are living appear to be the “zero hour” for the Christian faith. As you have observed, no institution in our modern society can long survive if its structure is not from its start erected upon a foundation of Truth. The Christian faith was first erected upon a very solid foundation of Truth by its Founder. To survive it must remain so. The deterioration, the disintegration, and finally the destruction of the structure of the Christian faith today will be accelerated in direct ratio to the extent that misrepresentation and distortion of Truth become the substitutes of Truth. Truth is an absolute quality. Truth can never be relative. There can be no degrees to Truth. Truth either exists or it does not exist. To be half-true is as incredible as to be half-honest or to be half-loyal. As you have undoubtedly also learned, my dear Dr. Goldstein, in their attempt to do an “ounce” of good in one direction many well-intentioned persons do a “ton” of harm in another direction. We all learn that lesson sooner or later in life. Today finds you dedicating your unceasing efforts and your untiring energy to the task of bringing so-called or self-styled “Jews” into the Roman Catholic Church as converts. It must recall to you many times the day so many years ago when you embraced Catholicism yourself as a convert. More power to you, and the best of luck. May your efforts be rewarded with great success. Without you becoming aware of the fact, the methods you employ contribute in no small degree to dilution of the devotion of countless Christians for their Christian faith. For each “ounce” of so- called good you accomplish by conversion of so-called or self- styled “Jews” to the Christian faith at the same time you do a “ton” of harm in another direction by diluting the devotion of countless Christians for their Christian faith. This bold conclusion on my part is asserted by me with the firm and fair conviction that the facts will support my contention. In addition it is a well-known fact that many “counterfeit” recent conversions reveal that conversions have often proved to be but “infiltrations” by latent traitors with treasonable intentions. The attitudes you express today and your continued activity in this work require possible revision in the light of the facts submitted to you in this letter. Your present philosophy and theology on this subject seriously merit, without any delay, reconsideration on your part. What you say or write may greatly influence a “boom” or a “bust” for the Christian faith in the very near future far beyond your ability to accurately evaluate sitting in your high “white ivory tower.” The Christians implicitly believe whatever you write. So do the so-called or self-styled “Jews” whom you seek to convert. This influence you wield can become a danger. I must call it to your attention. Your reaction to the facts called to your attention in this letter can prove to be one of the most crucial verdicts ever reached bearing upon the security of the Christian faith in recent centuries. In keeping with this great responsibility I sincerely commend this sentiment to you hoping that you will earnestly study the contents of this letter from its first word to its very last word. All who know you will are in the fortunate position to know how close this subject is to your heart. By your loyalty to the high ideals you have observed during the many years you have labored so valiantly on behalf of the Christian faith you have earned the admiration you enjoy. The Christian faith you chose of your own free will in the prime of life is very proud of you in more ways than as a convert. Regardless of what anyone anywhere and anytime in this whole wide world may say to the contrary, events of recent years everywhere establish beyond any question of a doubt that the Christian faith today stands with one foot in the grave and the other on a banana peel figuratively speaking of course. Only those think otherwise who deliberately shut their eyes to realities or who do not chose to see even with their eyes wide open. I believe you to be too realistic to indulge yourself in the futile folly of fooling yourself. It is clear that the Christian faith today stands at the cross- roads of its destiny. The Divine and sacred mission of the Christian faith is in jeopardy today to a degree never witnessed before in its long history of almost 2000 years. The Christian faith needs loyal friends now as never before. I somehow feel that you can always be counted upon as one of its loyal friends. You cannot over-simplify the present predicament of the Christian faith. The problem it faces is too self-evident to mistake. It is in a critical situation. When the day arrives that Christians can no longer profess their Christian faith as they profess it today in the free world the Christian faith will have seen the beginning of its “last days.” What already applies to 50% of the world’s total population can shortly apply equally to 100% of the world’s total population. It is highly conceivable judging from present trends. The malignant character of this malady is just as progressive as cancer. It will surely prove as fatal also unless steps are taken now to reverse its course. What is now being done toward arresting its progress or reversing its trend? My dear Dr. Goldstein, can you recall the name of the philosopher who is quoted as saying that “Nothing in this world is permanent except change?” That philosophy must be applied to the Christian faith also. The $64 question remains whether the change will be for the better or for the worse. The problem is that simple. If the present trend continues for another 37 years in the same direction and at the same rate traveled for the past 37 years the Christian faith as it is professed today by Christians will have disappeared from the face of the earth. In what form or by what instrumentality the mission of Jesus Christ will thereupon and thereafter continue to make itself manifest here on earth is as unpredictable as it is inevitable. In the existing crisis it is neither logical nor realistic to drive Christians out of the Christian “fold” in relatively large numbers for the dubious advantage to be obtained by bringing a comparatively small number of so-called or self-styled “Jews” into the Christian “fold”. It is useless to try to deny the fact that today finds the Christian faith on the defense throughout the world. This realization staggers the imagination of the few Christians who understand the situation. This status of the Christian faith exists in spite of the magnificent contributions of the Christian faith to the progress of humanity and civilization for almost 2000 years. It is not my intention in this letter to expose the conspirators who are dedicating themselves to the destruction of the Christian faith nor to the nature and extent of the conspiracy itself. That exposure would fill many volumes. The history of the world for the past several centuries and current events at home and abroad confirm the existence of such a conspiracy. The world-wide network of diabolical conspirators implement this plot against the Christian faith while Christians appear to be sound asleep. The Christian clergy appear to be more ignorant or more indifferent about this conspiracy than other Christians. They seem to bury their heads in the sands of ignorance or indifference like the legendary ostrich. This ignorance or indifference on the part of the Christian clergy has dealt a blow to the Christian faith already from which it may never completely recover, if at all. It seems so sad. Christians deserve to be blessed in this crisis with a spiritual Paul Revere to ride across the nation warning Christians that their enemies are moving in on them fast. My dear Dr. Goldstein, will you volunteer to be that Paul Revere? Of equal importance to pin-pointing the enemies who are making war upon the Christian faith from the outside is the necessity to discover the forces at work inside the Christian faith which make it so vulnerable to its enemies on the outside. Applying yourself to this specific phase of the problem can prove of tremendous value in rendering ineffective the forces responsible for this dangerous state of affairs. The souls of millions of Christians who are totally unknown to you are quite uneasy about the status of the Christian faith today. The minds of countless thousands among the Christian clergy are troubled by the mysterious “pressure” from above which prevents them exercising their sound judgment in this situation. If the forces being manipulated against the Christian faith from the inside can be stopped the Christian faith will be able to stand upon its feet against its enemies as the Rock of Gibraltar. Unless this can be done soon the Christian faith appears destined to crumble and to eventually collapse. An ounce of prevention is far preferable to a pound of cure you can be sure in this situation as in all others. With all the respect due to the Christian clergy and in all humility I have an unpleasant duty to perform. I wish to go on record with you here that the Christian clergy are primarily if not solely responsible for the internal forces within the Christian faith inimical to its best interests. This conclusion on my part indicates the sum total of all the facts in my book which add up to just that. If you truly desire to be realistic and constructive you must “hew to the line and let the chips fall where they may.” That is the only strategy that can save the Christian faith from a fate it does not deserve. You cannot pussy-foot with the truth any longer simply because you find that now “the truth hurts”, -someone you know or like. At this late hour very little time is left in which to mend our fences if I can call it that. We are not in a position to waste any of our limited time. “Beating it around the bush” now will get us exactly nowhere. The courageous alone will endure the present crisis when all the chips are down. Figuratively and possibly literally there will be live heroes and dead cowards when the dust of this secular combat settles and not dead heroes and live cowards as sometimes occurs under other circumstances. The Christian faith today remains the only “anchor to windward” against universal barbarism. The dedicated enemies of the Christian faith have sufficiently convinced the world by this time of the savage methods they will adopt in their program to erase the Christian faith from the face of the earth. Earlier in this letter I stated that in my humble opinion the apathy of the Christian clergy might be charged with sole responsibility for the increasing dilution of the devotion of countless Christians for the Christian faith. This is the natural consequence of the confusion created by the Christian clergy in the minds of Christians concerning certain fundamentals of the Christian faith. The guilt for this confusion rests exclusively upon Christian leadership not upon Christians generally. Confusion creates doubt. Doubt creates loss of confidence. Loss of confidence creates loss of interest. As confusion grows more, and more, and more confidence grows less, and less, and less. The result is complete loss of all interest. You can hardly disagree with that, my dear Dr. Goldstein, can you? The confusion in the minds of Christians concerning fundamentals of the Christian faith is unwarranted and unjustified. It need not exist. It would not exist if the Christian clergy did not aid and abet the deceptions responsible for it. The Christian clergy may be shocked to learn that they have been aiding and abetting the dedicated enemies of the Christian faith. Many of the Christian clergy are actually their allies but may not know it. This phase of the current world-wide campaign of spiritual sabotage is the most negative factor in the defense of the Christian faith. Countless Christians standing on the sidelines in this struggle see their Christian faith “withering on the vine” and about ripe enough to “drop into the lap” of its dedicated enemies. They can do nothing about it. Their cup is made more bitter for them as they observe this unwarranted and this unjustified ignorance and indifference on the part of the Christian clergy. This apathetic attitude by the Christian clergy offers no opposition to the aggressors against the Christian faith. Retreat can only bring defeat. To obviate surrender to their dedicated enemies the Christian clergy must “about face” immediately if they expect to become the victors in the invisible and intangible ideological war now being so subversively waged against the Christian faith under their very noses. When will they wake up? If I were asked to recite in this letter the many manners in which the Christian clergy are confusing the Christian concept of the fundamentals of the Christian faith it would require volumes rather than pages to tell the whole story. Space alone compels me here to confine myself to the irreducible minimum. I will limit myself here to the most important reasons for this confusion. Brevity will of necessity limit the references cited to support the matters presented in this letter. I will do my best under the circumstances to establish the authenticity of the incontestable historical facts I call to your attention here. In my opinion the most important reason is directly related to your present activities. Your responsibility for this confusion is not lessened by your good intentions. As you have heard said so many times “Hell is paved with good intentions.” The confusion your articles create is multiplied a thousand-fold by the wide publicity given to them as a result of the very high regard in which you personally are held by editors and readers across the nation, Christian and non-Christian alike. Your articles constantly are continually reprinted and quoted from coast to coast. The utterance by the Christian clergy which confuses Christians the most is the constantly repeated utterance that “Jesus was a Jew.” That also appears to be your favorite theme. That misrepresentation and distortion of an incontestable historic fact is uttered by the Christian clergy upon the slightest pretext. They utter it constantly, also without provocation. They appear to be “trigger happy” to utter it. They never miss an opportunity to do so. Informed intelligent Christians cannot reconcile this truly unwarranted misrepresentation and distortion of an incontestable historic fact by the Christian clergy with information known by them now to the contrary which comes to them from sources believed by them to be equally reliable. This poses a serious problem today for the Christian clergy. They can extricate themselves from their present predicament now only be resorting to “the truth, the whole truth, and nothing but the truth”. That is the only formula by which the Christian clergy can recapture the lost confidence of Christians. As effective spiritual leaders they cannot function without this lost confidence. They should make that their first order of business. My dear Dr. Goldstein, you are a theologian of high rank and a historian of note. Of necessity you also should agree with other outstanding authorities on the subject of whether “Jesus was a Jew.” These leading authorities agree today that there is no foundation in fact for the implications, inferences and the innuendoes resulting from the incorrect belief that “Jesus was a Jew”. Incontestable historic facts and an abundance of other proofs establish beyond the possibility of any doubt the incredibility of the assertion so often heard today that “Jesus was a Jew”. Without any fear of contradiction based upon fact the most competent and best qualified authorities all agree today that Jesus Christ was not a so-called or self-styled “Jew”. They do confirm that during His lifetime Jesus was known as a “Judean” by His contemporaries and not as a “Jew”, and that Jesus referred to Himself as a “Judean” and not as a “Jew”. During His lifetime here on earth Jesus was referred to by contemporary historians as a “Judean” and not as a “Jew.” Contemporary theologians of Jesus whose competence to pass upon this subject cannot challenge by anyone today also referred to Jesus during his lifetime here on earth as a “Judean” and not as a “Jew”. Inscribed upon the Cross when Jesus was Crucified were the Latin words “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”. Pontius Pilate’s mother-tongue. No one will question the fact that Pontius Pilate was well able to accurately express his own ideas in his own mother-tongue. The authorities competent to pass upon the correct translation into English of the Latin “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum” agree that it is “Jesus of Nazarene Ruler of the Judeans.” There is no disagreement upon that by them. During His lifetime here on earth Jesus was not regarded by Pontius Pilate nor by the Judeans among whom He dwelt as “King of the Jews”. The inscription on the Cross upon which Jesus was Crucified has been incorrectly translated into the English language only since the 18th century. Pontius Pilate was ironic and sarcastic when he ordered inscribed upon the Cross the Latin words “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”. About to be Crucified, with the approval of Pontius Pilate, Jesus was being mocked by Pontius Pilate. Pontius Pilate was well aware at that time that Jesus had been denounced, defied and denied by the Judeans who alas finally brought about His Crucifixion as related by history. Except for His few followers at that time in Judea all other Judeans abhorred Jesus and detested His teachings and the things for which He stood. That deplorable fact cannot be erased from history by time. Pontius Pilate was himself the “ruler” of the Judeans at the time he ordered inscribed upon the Cross in Latin words “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”, In English “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans”. But Pontius Pilate never referred to himself as “ruler” of the Judeans. The ironic and sarcastic reference of Pontius Pilate to Jesus as “Ruler of the Judeans” can hardly be accepted as recognition by Pontius Pilate of Jesus as “Ruler of the Judeans”. That is inconceivable by any interpretation. At the time of the Crucifixion of Jesus Pontius Pilate was the administrator in Judea for the Roman Empire. At that time in history the area of the Roman Empire included a part of the Middle East. As far as he was concerned officially or personally the inhabitants of Judea were “Judeans” to Pontius Pilate and not so- called “Jews” as they have been styled since the 18th century. In the time of Pontius Pilate and not so-called “Jews” as they have been styled since the 18th century. In the time of Pontius Pilate in history there was no religious, racial or national group in Judea known as “Jews” nor had there been any group so identified anywhere else in the world prior to that time. Pontius Pilate expressed little interest as the administrator of the Roman Empire officially or personally in the wide variety of forms of religious worship then practiced in Judea. These forms of religious worship extended from phallic worship and other forms of idolatry to the emerging spiritual philosophy of an eternal, omnipotent and invisible Divine deity, the emerging Yahve (Jehovah) concept which predated Abraham of Bible fame by approximately 2000 years. As the administrator for the Roman Empire in Judea it was the official policy of Pontius Pilate never to interfere in the spiritual affairs of the local population. Pontius Pilate’s primary responsibility was the collection of taxes to be forwarded home to Rome, not the forms of religious worship practiced by the Judeans from whom those taxes were collected. As you well know, my dear Dr. Goldstein, the Latin word “rex” means “ruler, leader” in English. During the lifetime of Jesus in Judea the Latin word “rex” meant only that to Judeans familiar with the Latin language. The Latin word “rex” is the Latin verb “rego, regere, rexi, rectus” in English means as you also well know “to rule, to lead”. Latin was of course the official language in all the provinces administered by a local administrator of the Roman Empire. This fact accounts for the inscription on the Cross in Latin. With the invasion of the British Isles by the Anglo-Saxons, the English language substituted the Anglo-Saxon “king” for the Latin equivalent “rex” used before the Anglo-Saxon invasion. The adoption of “king” for “rex” at this late date in British history did not retroactively alter the meaning of the Latin “rex” to the Judeans in the time of Jesus. The Latin “rex” to them then meant only “ruler, leader” as it still means in Latin. Anglo-Saxon “king” was spelled differently when first used but at all times meant the same as “rex” in Latin, “leader” of a tribe. During the lifetime of Jesus it was very apparent to Pontius Pilate that Jesus was the very last Person in Judea the Judeans would select as their “ruler” or their “leader”. In spite of this situation in Judea Pontius Pilate did not hesitate to order the inscription of the Cross “Iesus Nazarenus Rex Iudeorum”. By the wildest stretch of the imagination it is not conceivable that this sarcasm and irony by Pontius Pilate at the time of the Crucifixion was not solely mockery of Jesus by Pontius Pilate and only mockery. After this reference to “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans” the Judeans forthwith proceeded to Crucify Jesus upon that very Cross. In Latin in the lifetime of Jesus the name of the political subdivision in the Middle East known in modern history as Palestine was “Iudaea”. It was then administered by Pontius Pilate as administrator for the Roman Empire of which it was then a part. The English for the Latin “Iudaea” is “Judea”. English “Judean” is the adjective for the noun “Judea”. The ancient native population of the subdivision in the Middle East known in modern history as Palestine was then called “Iudaeus” in Latin and “Judean” in English. Those words identified the indigenous population of Judea in the lifetime of Jesus. Who can deny that Jesus was a member of the indigenous population of Judea in His lifetime? And of course you know, my dear Dr. Goldstein, in Latin the Genitive Plural of “Iudaeus” is “Iudaeorum”. The English translation of the Genitive Plural of “Iudaeorum” is “of the Judeans”. It is utterly impossible to give any other English translation to “Iudaeorum” than “of the Judeans”. Qualified and competent theologians and historians regard as incredible any other translation into English of “Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum” than “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans”. You must agree that this is literally correct. At the time Pontius Pilate was ordering the “Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum” inscribed upon the Cross the spiritual leaders of Judea were protesting to Pontius Pilate “not to write that Jesus was the ruler of the Judeans” but to inscribe instead that Jesus “had said that He was the ruler of the Judeans”. The spiritual leaders of Judea made very strong protests to Pontius Pilate against his reference to Jesus as “Rex Iudaeorum” insisting that Pontius Pilate was not familiar with or misunderstood the status of Jesus in Judea. These protests are a matter of historical record, as you know. The spiritual leaders in Judea protested in vain with Pontius Pilate. They insisted that Jesus “had said that He was the ruler of the Judeans” but that Pontius Pilate was “not to write that Jesus was the ruler of the Judeans”. For after all Pontius Pilate was a foreigner in Judea who could not understand the local situations as well as the spiritual leaders. The intricate pattern of the domestic political, social and economic cross-currents in Judea interested Pontius Pilate very little as Rome’s administrator. The Gospel by John was written originally in the Greek language according to the best authorities. In the Greek original there is no equivalent for the English that Jesus “had said that He was the ruler of the Judeans”. The English translation of the Greek original of the Gospel by John, XIX, 19, reads “Do not inscribe ‘the monarch (basileus) of the Judeans (Ioudaios), but that He Himself said I am monarch (basileus) of the Judeans (Ioudaios)’ “. “Ioudaia” is the Greek for the Latin for “basileus” in Greek. The English “ruler”, or its alternative “leader”, define the sense of Latin “rex” and Greek “basileus” as they were used in the Greek and Latin Gospel of John. Pontius Pilate “washed his hands” of the protests by the spiritual leaders in Judea who demanded of him that the inscription on the Cross authored by Pontius Pilate be corrected in the manner they insisted upon. Pontius Pilate be corrected in the manner they insisted upon. Pontius Pilate very impatiently replied to their demands “What I have written, I have written.” The inscription on the Cross remained what it had been, “Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum”, or “Jesus the Nazarene Ruler of the Judeans” in English. The Latin quotations and words mentioned in this letter are verbatim quotations and the exact words which appear in the 4th century translation of the New Testament into Latin by St. Jerome. This translation is referred to as the Vulgate Edition of the New Testament. It was the first official translation of the New Testament into Latin made by the Christian Church. Since that time it has remained the official New Testament version used by the Catholic Church. The translation of the Gospel of John into Latin by St. Jerome was made from the Greek language in which the Gospel of John was originally written according to the best authorities on this subject. The English translation of the gospel by John XIX, 19, from the original text in the Greek language reads as follows, “Pilate wrote a sign and fastened it to the Cross and the writing was “Jesus the Nazarene the monarch of the Judeans’ “. In the original Greek manuscript there is mention also made of the demands upon Pontius Pilate by the spiritual leaders in Judea that Pontius Pilate alter the reference on the Cross to Jesus as “Ruler of the Judeans”. The Greek text of the original manuscript of the Gospel by John establishes beyond any question or doubt that the spiritual leaders in Judea at that time had protested to Pontius Pilate that Jesus was “not the ruler of the Judeans” but only “had said that He was the ruler of the Judeans”. There is no factual foundation in history or theology today for the implications, inferences and innuendoes that the Greek “Ioudaios”, the Latin “Iudaeus”, or the English “Judean:” ever possessed a valid religious connotation. In their three respective languages these three words have only indicated a strictly topographical or geographical connotation. In their correct sense these three words in their respective languages were used to identify the members of the indigenous native population of the geographic area known as Judea in the lifetime of Jesus. During the lifetime of Jesus there was not a form of religious worship practiced in Judea or elsewhere in the known world which bore a name even remotely resembling the name of the political subdivision of the Roman Empire; i.e., “Judaism” from “Judea”. No cult or sect existed by such a name. It is an incontestable fact that the word “Jew” did not come into existence until the year 1775. Prior to 1775 the word “Jew” did not exist in any language. The word “Jew” was introduced into the English for the first time in the 18th century when Sheridan used it in his play “The Rivals”, II,i, “She shall have a skin like a mummy, and the beard of a Jew”. Prior to this use of the word “Jew” in the English language by Sheridan in 1775 the word “Jew” had not become a word in the English language. Shakespeare never saw the word “Jew” as you will see. Shakespeare never used the word “Jew” in any of his works, the common general belief to the contrary notwithstanding. In his “Merchant of Venice”, V.III.i.61, Shakespeare wrote as follows: “what is the reason? I am a Iewe; hath not a Iewe eyes?”. In the Latin St. Jerome 4th century Vulgate Edition of the New Testament Jesus is referred to by the Genitive Plural of “Iudaeus” in the Gospel of John reference to the inscription on the Cross, – “Iudaeorum”. It was in the 4th century that St. Jerome translated into Latin the manuscripts of the New Testament from the original languages in which they were written. This translation by St. Jerome is referred to still today as the Vulgate Edition by the Roman Catholic Church authorities, who use it today. Jesus is referred as a so-called “Jew” for the first time in the New Testament in the 18th century. Jesus is first referred to as a so-called “Jew” in the revised 18th century editions in the English language of the 14th century first translations of the New Testament into English. The history of the origin of the word “Jew” in the English language leaves no doubt that the 18th century “Jew” is the 18th century contracted and corrupted English word for the 4th century Latin “Iudaeus” found in St. Jerome’s Vulgate Edition. Of that there is no longer doubt. The available manuscripts from the 4th century to the 18th century accurately trace the origin and give the complete history of the word “Jew” in the English language. In these manuscripts are to be found all the many earlier English equivalents extending through the 14 centuries from the 4th to the 18th century. From the Latin “Iudaeus” to the English “Jew” these English forms included successively: “Gyu”, “Giu”, “Iu”, “Iuu”, “Iuw”, “Ieuu”, “Ieuy”, “Iwe”, “Iow”, “Iewe”, “leue”, “Iue”, “Ive”, “lew”, and then finally in the 18th century, “Jew”. The many earlier English equivalents for “Jews” through the 14 centuries are “Giwis”, “Giws”, “Gyues”, “Gywes”, “Giwes”, “Geus”, “Iuys”, “Iows”, “Iouis”, “Iews”, and then also finally in the 18th century, “Jews”. With the rapidly expanding use in England in the 18th century for the first time in history of the greatly improved printing presses unlimited quantities of the New Testament were printed. These revised 18th century editions of the earlier 14th century first translations into the English language were then widely distributed throughout England and the English speaking world among families who had never possessed a copy of the New Testament in any language. In these 18th century editions with revisions the word “Jew” appeared for the first time in any English translations. The word “Jew” as it was used in the 18th century editions has since continued in use in all elections of the New Testament in the English language. The use of the word “Jew” thus was stabilized. As you know, my dear Dr. Goldstein, the best known 18th century editions of the New Testament in English are the Rheims (Douai) Edition and the King James Authorized Edition. The Rheims (Douai) translation of the New Testament into English was first printed in 1582 but the word “Jew” did not appear in it. The King James Authorized translation of the New Testament into English was begun in 1604 and first published in 1611. The word “Jew” did not appear in it either. The word “Jew” appeared in both these well known editions in their 18th century revised versions for the first times. Countless copies of the revised 18th century editions of the Rheims (Douai) and the King James translations of the New Testament into English were distributed to the clergy and the laity throughout the English speaking world. They did not know the history of the origin of the English word “Jew” nor did they care. They accepted the English word “Jew” as the only and as the accepted form of the Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios”. How could they be expected to have known otherwise? The answer is they could not and they did not. It was a new English word to them. When you studied Latin in your school days you were taught that the letter “I” in Latin when used as the first letter in a word is pronounced like the letter “Y” in English when it is the first letter in words like “yes”, “youth” and “yacht”. The “I” in “Iudaeus” is pronounced like the “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht” in English. In all the 4th century to 18th century forms for the 18th century “Jew” the letter “I” was pronounced like the English “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht”. The same is true of the “Gi” or the “Gy” where it was used in place of the letter “I”. The present pronunciation of the word “Jew” in modern English is a development of recent times. In the English language today the “J” in “Jew” is pronounced like the “J” in the English “justice”, “jolly”, and “jump”. This is the case only since the 18th century. Prior to the 18th century the “J” in “Jew” was pronounced exactly like the “Y” in the English “yes”, “youth”, and “yacht”. Until the 18th century and perhaps even later than the 18th century the word “Jew” in English was pronounced like the English “you” or “hew”, and the word “Jews” like “youse” or “hews”. The present pronunciation of “Jew” in English is a new pronunciation acquired after the 18th century. The German language still retains the Latin original pronunciation. The German “Jude” is the German equivalent of the English “Jew”. The “J” in the German “Jude” is pronounced exactly like the English “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht”. The German “J” is the equivalent of the Latin “I” and both are pronounced exactly like the English “Y” in “yes”, “youth” and “yacht”. The German “Jude” is virtually the first syllable of the Latin “Iudaeus” and is pronounced exactly like it. The German “Jude” is the German contraction and corruption of the Latin “Iudaeus” just as the English “Jew” is the contraction and corruption of the Latin “Iudaeus”. The German “J” is always pronounced like the English “Y” in “yes”, “youth”, and “yacht” when it is the first letter of a word. The pronunciation of the “J” in German “Jude” is not an exception to the pronunciation of the “J” in German. The English language as you already know, my dear Dr. Goldstein, is largely made up of words adopted from foreign languages. After their adoption by the English language foreign words were then adapted by contracting their spelling and corrupting their foreign pronunciation to make them more easily pronounced in English from their English spelling. This process of first adopting foreign words and then adapting them by contracting their spelling and corrupting their pronunciation resulted in such new words in the English language as “cab” from the French “cabriolet” and many thousands of other words similarly from their original foreign spelling. Hundreds of others must come to your mind. By this adopting-adapting process the Latin “Iudacus” and the Greek “Ioudaios” finally emerged in the 18th century as “Jew” in the English language. The English speaking peoples struggled through 14 centuries seeking to create for the English language an English equivalent for the Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios” which could be easily pronounced in English from its English spelling. The English “Jew” was the resulting 18th century contracted and corrupted form of the Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios”. The English “Jew” is easily pronounced in English from its English spelling. The Latin “Iudaeus” and the Greek “Ioudaios” cannot be as easily pronounced in English from the Latin and Greek spelling. They were forced to coin a word. The earliest version of the New Testament in English from the Latin Vulgate Edition is the Wyclif, or Wickliffe Edition published in 1380. In the Wyclif Edition Jesus is there mentioned as One of the “iewes”. That was the 14th century English version of the Latin “Iudaeus” and was pronounced “hew-weeze”, in the plural, and “iewe” pronounced “hew-wee” in the singular. In the 1380 Wyclif Edition in English the Gospel by John, XIX.19, reads “Ihesus of nazareth kyng of the iewes”. Prior to the 14th century the English language adopted the Anglo-Saxon “kyng” together with many other Anglo-Saxon words in place of the Latin “rex” and the Greek “basileus”. The Anglo-Saxon also meant “tribal leader”. In the Tyndale Edition of the New Testament in English published in 1525 Jesus was likewise described as One of the “Iewes”. In the Coverdale Edition published in 1535 Jesus was also described as One of the “Iewes”. In the Coverdale Edition the Gospel by John, XIX.19, reads “Iesus the Nazareth, kynge of the “Iewes”. In the Cranmer Edition published in 1539 Jesus was again described as One of the “Iewes”. In the Geneva Edition published in 1540-1557 Jesus was also described as One of the “Iewes”. In the Rheims Edition published in 1582 Jesus was described as One of the “Ievves”. In the King James Edition published in 1604-1611 also known as the Authorized Version Jesus was described again as one of the “Iewes”. The forms of the Latin “Iudaeus” were used which were current at the time these translations were made. The translation into English of the Gospel by John, XIX.19, from the Greek in which it was originally written reads “Do not inscribe `the monarch of the Judeans’ but that He Himself said `I am monarch’ “. In the original Greek manuscript the Greek “basileus” appears for “monarch” in the English and the Greek “Ioudaios” appears for “Judeans” in the English. “Ioudaia” in Greek is “Judea” in English. “Ioudaios” in Greek is “Judeans” in English. There is no reason for any confusion. My dear Dr. Goldstein, if the generally accepted understanding today of the English “Jew” and “Judean” conveyed the identical implications, inferences and innuendoes as both rightly should, it would make no difference which of these two words was used when referring to Jesus in the New Testament or elsewhere. But the implications, inferences, and innuendoes today conveyed by these two words are as different as black is from white. The word “Jew” today is never regarded as a synonym for “Judean” nor is “Judean” regarded as a synonym for “Jew”. As I have explained, when the word “Jew” was first introduced into the English language in the 18th century its one and only implication, inference and innuendo was “Judean”. However during the 18th, 19th and 20th centuries a well-organized and well- financed international “pressure group” created a so-called “secondary meaning” for the word “Jew” among the English- speaking peoples of the world. This so-called “secondary meaning” for the word “Jew” bears no relation whatsoever to the 18th century original connotation of the word “Jew”. It is a misrepresentation. The “secondary meaning” of the word “Jew” today bears as little relation to its original and correct meaning as the “secondary meaning” today as for the word “camel” bears to the original and correct meaning of the word “camel”, or the “secondary meaning” for the word “ivory” bears to the original and correct meaning of the word “ivory”. The “secondary meaning” today for the word “camel” is a cigarette by that name but its original and correct meaning is a desert animal by that ancient name. The “secondary meaning” of the word “ivory” today is a piece of soap but its original and correct meaning is the tusk of a male elephant. The “secondary meaning” of words often become the generally accepted meanings of words formerly having entirely different meanings. This is accomplished by the expenditure of great amounts of money for well-planned publicity. Today if you ask for a “camel” someone will hand you a cigarette by that name. Today if you ask for a piece of “ivory” someone will hand you a piece of soap by that name. You will never receive either a desert animal or a piece of the tusk of a male elephant. That must illustrate the extent to which these “secondary meanings” are able to practically eclipse the original and correct meanings of words in the minds of the general public. The “secondary meaning” for the word “Jew” today has practically totally eclipsed the original and correct meaning of the word “Jew” when it was introduced as a word in the English language. This phenomena is not uncommon. The United States Supreme Court has recognized the “secondary meaning” of words. The highest court in the land has established as basic law that “secondary meanings” can acquire priority rights to the use of any dictionary word. Well-planned and well-financed world-wide publicity through every available media by well-organized groups of so-called or self-styled “Jews” for three centuries has created a “secondary meaning” for the word “Jew” which has completely “blacked out” the original and correct meaning of the word “Jew”. There can be no doubt about that. There is not a person in the whole English-speaking world today who regards a “Jew” as a “Judean” in the literal sense of the word. That was the correct and only meaning in the 18th century. The generally accepted “secondary meaning” of the word “Jew” today with practically no exceptions is made up of four almost universally-believed theories. These four theories are that a so- called or self-styled “Jew” is (1) a person who today professes the form of religious worship known as “Judaism”, (2) a person who claims to belong to a racial group associated with the ancient Semites, (3) a person directly the descendant of an ancient nation which thrived in Palestine in Bible history, (4) a person blessed by Divine intentional design with certain superior cultural characteristics denied to other racial, religious or national groups, all rolled into one. The present generally accepted “secondary meaning” of the word “Jew” is fundamentally responsible for the confusion in the minds of Christians regarding elementary tenets of the Christian faith. It is likewise responsible today to a very great extent for the dilution of the devotion of countless Christians for their Christian faith. The implications, inferences and innuendoes of the word “Jew” today, to the preponderant majority of intelligent and informed Christians, is contradictory and in complete conflict with incontestable historic fact. Christians who cannot be fooled any longer are suspect of the Christian clergy who continue to repeat, and repeat, and repeat ad nauseam their pet theme song “Jesus was a Jew”. It actually now approaches a psychosis. Countless Christians know today that they were “brain washed” by the Christian clergy on the subject “Jesus was a Jew”. The resentment they feel is not yet apparent to the Christian clergy. Christians now are demanding from the Christian clergy, “the truth, the whole truth, and nothing but the truth”. It is now time for the Christian clergy to tell Christians what they should have told them long ago. Of all religious groups in the world Christians appear to be the least informed of any on the subject. Have their spiritual leaders been reckless with the truth? Countless intelligent and informed Christians no longer accept unchallenged assertions by the Christian clergy that Jesus in His lifetime was a Member of a group in Judea which practiced a religious form of worship then which is today called “Judaism”, or that Jesus in His lifetime here on earth was a Member of the racial group which today includes the preponderant majority of all so- called or self-styled “Jews” in the world, or that the so-called or self-styled “Jews” throughout the world today are the lineal descendants of the nation in Judea of which Jesus was a national in His lifetime here on earth, or that the cultural characteristics of so- called or self-styled “Jews” throughout the world today correspond with the cultural characteristics of Jesus during His lifetime here on earth and His teachings while He was here on earth for a brief stay. Christians will no longer believe that the race, religion, nationality and culture of Jesus and the race, religion, nationality and culture of so-called or self-styled “Jews” today or their ancestors have a common origin or character. The resentment by Christians is more ominous than the Christian clergy suspect. Under existing conditions the Christian clergy will find that ignorance is not bliss, nor wisdom folly. Christians everywhere today are seeking to learn the authentic relationship between the so-called or self-styled “Jews” through-out the world today and the “Judeans” who populated “Judea” before, during and after the time of Jesus. Christians now insist that they be told correctly by the Christian clergy about the racial, religious, national and cultural background of the so-called or self-styled “Jews” throughout the world today and the basis for associating these backgrounds with the racial, religious, national and cultural background of Jesus in His lifetime in Judea. The intelligent and informed Christian are alerted to the exploded myth that the so- called or self-styled “Jews” throughout the world today are the direct descendants of the “Judeans” amongst whom Jesus lived during His lifetime here on earth. Christians today are also becoming more and more alerted day by day why the so-called or self-styled “Jews” throughout the world for three centuries have spent uncounted sums of money to manufacture the fiction that the “Judeans” in the time of Jesus were “Jews” rather than “Judeans”, and that “Jesus was a Jew”. Christians are becoming more and more aware day by day of all the economic and political advantages accruing to the so-called or self- styled “Jews” as a direct result of their success in making Christians believe that “Jesus was a Jew” in the “secondary meaning” they have created for the 18th century word “Jew”. The so-called or self-styled “Jews” throughout the world today represent themselves to Christians as “Jews” only in the “secondary meaning” of the word “Jew”. They seek to thereby prove their kinship with Jesus. They emphasize this fiction to Christians constantly. That fable is fast fading and losing its former grip upon the imaginations of Christians. To allege that “Jesus was a Jew” in the sense that during His lifetime Jesus professed and practiced the form of religious worship known and practiced under the modern name of “Judaism” is false and fiction of the most blasphemous nature. If to be a so- called or self-styled “Jew” then or now the practice of “Judaism” was a requirement then Jesus certainly was not a so-called “Jew”. Jesus abhorred and denounced the form of religious worship practiced in Judea in His lifetime and which is known and practiced today under its new name “Judaism”. That religious belief was then known as “Pharisiasm”. The Christian clergy learned that in their theological seminary days but they have never made any attempt to make that clear to Christians. The eminent Rabbi Louis Finkelstein, the head of The Jewish Theological Seminary of America, often referred to as “The Vatican of Judaism”, in his Foreword to his First Edition of his world-famous classic “The Pharisees, The Sociological Background of Their Faith”, on page XXI states: “…Judaism…Pharisiasm became Talmudism, Talmudism became Medieval Rabbinism, and Medieval Rabbinism became Modern Rabbinism. But throughout these changes in name…the spirit of the ancient Pharisees survives, unaltered…From Palestine to Babylonia; from Babylonia to North Africa, Italy, Spain, France and Germany; from these to Poland, Russia, and eastern Europe generally, ancient Pharisaism has wandered…demonstrates the enduring importance which attaches to Pharisaism as a religious movement…” The celebrated Rabbi Louis Finkelstein in his great classic quoted from above traces the origin of the form of religious worship practiced today under the present name “Judaism”, to its origin as “Pharisaism” in Judea in the time of Jesus. Rabbi Louis Finkelstein confirms what the eminent Rabbi Adolph Moses states in his great classic “Yahvism, and Other Discourses”, in collaboration with the celebrated Rabbi H.G. Enlow, published in 1903 by the Louisville Section of the Council of Jewish Women, in which Rabbi Adolph Moses, on page 1, states: “Among the innumerable misfortunes which have befallen…the most fatal in its consequences is the name Judaism…Worse still, the Jews themselves, who have gradually come to call their religion Judaism…Yet, neither in biblical nor post-biblical, neither in talmudic, nor in much later times, is the term Judaism ever heard…the Bible speaks of the religion…as “Torah Yahve”, the instruction, or the moral law revealed by Yahve…in other places…as “Yirath Yahve”, the fear and reverence of Yahve. These and other appellations CONTINUED FOR MANY AGES TO STAND FOR THE RELIGION…To distinguish it from Christianity and Islam, the Jewish philosophers sometimes designate it as the faith or belief of the Jews…IT WAS FLAVIUS JOSEPHUS, WRITING FOR THE INSTRUCTION OF GREEKS AND ROMANS, WHO COINED THE TERM JUDAISM, in order to pit it against Hellenism…by Hellenism was understood the civilization, comprising language, poetry, religion, art, science, manners, customs, institutions, which…had spread from Greece, its original home, over vast regions of Europe, Asia and Africa…The Christians eagerly seized upon the name…the Jews themselves, who intensely detested the traitor Josephus, refrained from reading his works…HENCE THE TERM JUDAISM COINED BY JOSEPHUS REMAINED ABSOLUTELY UN- KNOWN TO THEM…IT WAS ONLY IN COMPARATIVELY RECENT TIMES, AFTER THE JEWS BECAME FAMILIAR WITH MODERN CHRISTIAN LITERATURE, THAT THEY BEGAN TO NAME THEIR RELIGION JUDAISM.” (emphasis supplied). This statement by the world’s two leading authorities on this subject clearly establishes beyond any question or any doubt that so-called “Judaism” was not the name of any form of religious worship practiced in Judea in the time of Jesus. The Flavius Josephus referred to in the above quotation lived in the 1st century. It was he who coined the word “Judaism” in the 1st century explicitly for the purpose recited clearly above. Religious worship known and practiced today under the name of “Judaism” by so- called or self-styled “Jews” throughout the world was known and practiced in Judea in the time of Jesus under the name “Pharisaism” according to Rabbi Louis Finkelstein, head of the Jewish Theological Seminary of America, and all the other most competent and qualified recognized authorities on the subject. TALMUDIC PHARISAISM The form of religious worship known as “Pharisaism” in Judea in the time of Jesus was a religious practice based exclusively upon the Talmud. The Talmud in the time of Jesus was the Magna Charta, the Declaration of Independence, the Constitution, and the Bill of Rights, ALL ROLLED INTO ONE, of those who practiced “Pharisaism”. The Talmud today occupies the same relative position with respect to those who profess “Judaism”. The Talmud today virtually exercises totalitarian dictatorship over the lives of so-called or self-styled “Jews” whether they are aware of that fact or not. Their spiritual leaders make no attempt to conceal the control they exercise over the lives of so-called or self-styled “Jews”. They extend their authority far beyond the legitimate limits of spiritual matters. Their authority has no equal outside religion. The role of the Talmud plays in “Judaism” as it is practiced today is officially stated by the eminent Rabbi Morris N. Kertzer, the Director of Inter-religious Activities of the North American Jewish Committee and the President of the Jewish Chaplains Association of the Armed Forces of the United States. In his present capacity as official spokesman for the American Jewish Committee, the self-styled “Vatican of Judaism”, Rabbi Morris N. Kertzer wrote a most revealing and comprehensive article with the title, “What is a Jew” which was published as a feature article in “Look” Magazine in the June 17, 1952 issue. In that article Rabbi Morris N. Kertzer evaluated the significance of the Talmud to “Judaism” today. In that illuminating treatise on that important subject by the most qualified authority, at the time, Rabbi Morris N. Kertzer stated: “The Talmud consists of 63 books of legal, ethical and historical writings of the ancient rabbis. It was edited five centuries after the birth of Jesus. It is a compendium of law and lore. IT IS THE LEGAL CODE WHICH FORMS THE BASIS OF JEWISH RELIGIOUS LAW AND IT IS THE TEXTBOOK USED IN THE TRAINING OF RABBIS.” (emphasis supplied). In view of this official evaluation of the importance of the Talmud in the practice of “Judaism” today by the highest body of so-called or self-styled “Jews” in the world it is very necessary at this time, my dear Dr. Goldstein, to inquire a little further into the subject of the Talmud. In his lifetime the eminent Michael Rodkinson, the assumed name of a so-called or self-styled “Jew” who was one of the world’s great authorities on the Talmud, wrote “History of the Talmud.” This great classic on the subject was written by Michael Rodkinson in collaboration with the celebrated Rabbi Isaac M. Wise. In his “History of the Talmud” Michael Rodkinson, on page 70, states: “Is the literature that Jesus was familiar with in his early years yet in existence in the world? Is it possible for us to get at it? Can we ourselves review the ideas, the statements, the modes of reasoning and thinking, ON MORAL AND RELIGIOUS SUBJECTS, which were current in his time, and MUST HAVE BEEN EVOLVED BY HIM DURING THOSE THIRTY SILENT YEARS WHEN HE WAS PONDERING HIS FUTURE MISSION? To such inquirers the learned class of Jewish rabbis ANSWER BY HOLDING UP THE TALMUD. Here, say they, is THE SOURCE FROM WHENCE JESUS OF NAZARETH DREW THE TEACHINGS WHICH ENABLED HIM TO REVOLUTIONIZE THE WORLD; and the question becomes, therefor, an interesting one TO EVERY CHRISTIAN. What is the Talmud? THE TALMUD, THEN, IS THE WRITTEN FORM OF THAT WHICH, IN THE TIME OF JESUS WAS CALLED THE TRADITION OF THE ELDERS AND TO WHICH HE MAKES FREQUENT ALLUSIONS. What sort of book is it? (emphasis supplied) Stimulated by that invitation every Christian worthy of the name should immediately take the trouble to seek the answer to that “interesting” question “to every Christian”. My dear Dr. Goldstein, your articles do not indicate whether you have taken the time and the trouble to personally investigate “what sort of book” the Talmud is either before or after your conversion to Catholicism. Have you ever done so? If you have done so what is the conclusion you have reached regarding “what sort of book” the Talmud is? What is your personal unbiased and unprejudiced opinion of the Talmud? Is it consistent with your present views as a devout Roman Catholic and a tried and true Christian? Can you spare a few moments to drop me a few lines on your present views? In case you have never had the opportunity to investigate the contents of the “63 books” of the Talmud so well summarized by Rabbi Morris N. Kertzer in his illuminated article “What is a Jew”, previously quoted, may I here impose upon your precious time to quote a few passages for you until you find the time to conveniently investigate the Talmud’s contents personally. If I can be of any assistance to you in doing so please do not hesitate to let me know in what manner you can use my help. From the Birth of Jesus until this day there have never been recorded more vicious and vile libelous blasphemies of Jesus, or Christians and the Christian faith by anyone, anywhere or anytime than you will find between the covers of the infamous “63 books” which are “the legal code which forms the basis of Jewish religious law” as well as the “textbook used in the training of rabbis”. The explicit and implicit irreligious character and implications of the contents of the Talmud will open your eyes as they have never been opened before. The Talmud reviles Jesus, Christians and the Christian faith as the priceless spiritual and cultural heritage of Christians has never been reviled before or since the Talmud was completed in the 5th century. You will have to excuse the foul, obscene, indecent, lewd and vile language you will see here as verbatim quotations from the official unabridged translation of the Talmud into English. Be prepared for a surprise. In the year 1935 the international hierarchy of so-called or self-styled “Jews” for the first time in history published an official unabridged translation of the complete Talmud in the English language with complete footnotes. What possessed them to make this translation into English is one of the unsolved mysteries. It was probably done because so many so-called or self-styled “Jews” of the younger generation were unable to read the Talmud in the many ancient languages in which the original “63 books” of the Talmud were first composed by their authors in many lands between 200 B.C. and 500 A.D. The international hierarchy of so-called or self-styled “Jews” selected the most learned scholars to make this official translation of the Talmud into English. These famous scholars also prepared official footnotes explaining unabridged translation of the Talmud into English where they were required. This official unabridged translation of the Talmud into English with the official footnotes was printed in London in 1935 by the Soncino Press. It has been always referred to as the Soncino Edition of the Talmud. A very limited number of the Soncino Edition were printed. They were not made available to any purchaser. The Soncino Edition of the Talmud is to be found in the Library of Congress and the New York Public Library. A set of the Soncino Edition of the Talmud has been available to me for many years. They have become rare “collector’s items” by now. The Soncino Edition of t
  223. Zionis-Yahudi merupakan kaum yang banyak diselubungi mitos dan kedustaan. Beberapa mitos yang terus dipelihara hingga kini dan terus disebar-luaskan lewat corong-corong media massa yang dikuasainya, antara lain: Kaum Yahudi adalah bangsa pilihan Tuhan, kaum Yahudi adalah bangsa yang cerdas.

    Mitos lainnya, kaum Yahudi merupakan korban terbesar dalam Perang Dunia II lewat peristiwa pembantaian massa yang dilakukan Nazi-Jerman lewat apa yang dinamakan Holocoust (The Final Solution), MOSSAD dan Israeli Defense Force (IDF) merupakan dinas rahasia dan tentara terhebat di dunia, dan sebagainya. Klaim Zionis-Yahudi tentang Tanah Palestina juga merupakan kebohongan besar. Karena lewat pengkajian sejarah yang banyak dilakukan sejarawan Barat sendiri, mereka menemukan bahwa klaim Yahudi ini tidak ada dasar ilmiah dan historisnya.
    Salah satu mitos yang paling banyak digembar-gemborkan kaum Zionis, adalah klaim bahwa tentara Zionis-Israel merupakan tentara yang paling canggih peralatannya, paling kuat staminanya, paling berani nyalinya, paling cerdik strateginya, dan paling hebat segala-galanya.

    Banyak kalangan kena tipu oleh klaim tidak berdasar ini. Bahkan perwira Indonesia juga banyak yang terkecoh dengan promosi Zionis yang menyebutkan bahwa senjata buatan Israeli Military Industries (IMI) merupakan yang terhebat di dunia. Beberapa tahun lalu kita tentu pernah mendengar kontroversi pembelian sejumlah senjata api buatan Israel yang dilakukan militer kita.

    Mitos Tentara Israel
    Salah satu senjata api yang jadi dibeli TNI adalah sejenis Assault Rifle (Senjata Serbu) bernama Galil-Galatz/99R yang telah dimodifikasi menjadi senjata sniper dengan tambahan teropong dan dudukan di depan magasinnya. Senjata dengan kaliber 7, 62 mm ini oleh IMI dipromosikan sebagai senjata andalan IDF dan termasuk senjata sniper multi target, bisa menembak personel maupun anti-material.

    Benarkah Galil-Galatz/99R ini hebat? Ternyata tidak sepenuhnya benar. Menurut review Jane’s Defense International yang melakukan perbandingan (benchmarking) terhadap sejumlah senjata sejenis, disimpulkan bahwa Galil-Galatz/99R jempolan hanya di harga jual alias mahal harganya, sedangkan tingkat akurasi payah.

    Senjata made in Israel ini berada di bawah senjata sejenis seperti M76/SVD Dragunov (Rusia), L96A1/Magnum (Inggris), Barret 82 (AS), Heckler & Koch PSG-1 (Jerman), dan FR-F2/F1 (Perancis).

    Bukan itu saja, salah satu kebohongan yang dilansir tentara Zionis ini adalah tentang kehebatan Tank Merkava sebagai tank serbu yang sangat lincah, dahsyat daya hantamnya, dan kuat lapisan bajanya. Mitos tank Mekava hancur beberapa bulan lalu saat tank-tank andalan AB Israel ini banyak yang hancur-lebur jadi korban hantaman misil-misil panggul milisi Hizbullah di Lebanon.

    Kopassus-nya Israel Pengecut
    Seorang dokter yang banyak melanglang buana ke banyak daerah konflik dunia seperti Afghanistan, Irak, Palestina, beberapa bulan lalu baru tiba dari Lebanon. Saat itu perang antara tentara Zionis-Israel melawan milisi Hizbullah baru saja berakhir dengan kemenangan di pihak Hizbullah.

    Kepada Eramuslim, dokter ini membawa oleh-oleh cerita yang dia dapat dari lapangan. Dia sempat bertemu dengan sejumlah tokoh puncak HAMAS dan Hizbullah dan mendapat banyak informasi menarik yang bisa diambil sebagai pelajaran.
    Ada dua peristiwa menarik. Yang pertama, saat pasukan elit Israel, Brigade Golani, menyerbu Bent Jubail, sebuah wilayah yang dikenal sebagai salah satu basis Hizbullah di Lebanon.

    “Tidak ada yang mengetahui siapa saja anggota gerilyawan Hizbullah. Mereka sehari-hari bekerja sebagai penduduk biasa. Ada yang jualan buah, dagang di pasar, dan sebagainya. Namun ketika ada tanda bahaya bahwa tentara Israel menyerbu, maka semua ‘orang biasa’ itu lenyap. Pasar jadi sepi. Mereka semua mengambil senjatanya yang entah disembunyikan di mana dan berlarian secepat kilat menyongsong kedatangan tentara Zionis, ” ujar dokter tersebut.

    Hal ini membuat kaget Brigade Golani Israel dan mereka kemudian kabur secepatnya. Banyak anggota milisi Hizbullah mengeluh kecewa karena tidak jadi bertempur satu lawan satu melawan tentaranya Yahudi ini. Yang kemudian datang adalah heli-heli Apache Israel yang menyemburkan ribuan peluru dan rudal-rudalnya ke bawah.

    “Kepada saya, orang-orang Hizbullah ini bercerita bahwa tentara elit Israel itu pengecut-pengecut. Tidak berani bertempur secara jantan, berhadapan muka, ” tambahnya.

    “Saya juga menanyakan kepada orang-orang Hizbullah ini mengapa RPG mereka bisa menghancurkan tank-tank Merkava Israel yang diklaim sebagai tank yang hebat. Orang-orang Hizbullah ini tertawa dan menyatakan bahwa yang mereka panggul bukan lagi RPG jenis konvensional, tapi sudah semacam misil panggul sejenis misil Milan yang memiliki daya rusak yang jauh lebih dahsyat, ” lanjut dokter tersebut.

    Dokter ini juga memaparkan saat tentara elit Israel dari Brigade Golani ini dikepung gerilyawan Hizbullah di sebuah rumah sakit di Lebanon. “Saat itu malam hari dan gelap gulita. Diam-diam dari atas heli Apache yang mengaktifkan sistem senyap, sehingga sama sekali tidak mengeluarkan suara, puluhan personel tentara Israel turun lewat tali yang dijulurkan ke bawah. Mereka segera mendobrak rumah sakit untuk mencari orang-orang Hizbullah yang bersembunyi di lokasi ini. ”

    Hanya saja, tentara Israel ini tidak tahu bahwa kontra-spionase yang dijalankan Hizbullah jauh lebih cerdik. Rencana pasukan elit ini sudah bocor sehingga rumah sakit tersebut telah dikosongkan. Bahkan di sekitar rumah sakit sejumlah gerilyawan Hizbullah telah mengepung lokasi tersebut dengan senjata siap ditembakkan.

    “Jadilah malam itu bagaikan neraka bagi tentara elit Israel ini. Mereka menjadi sasaran empuk rentetan tembakan yang dilakukan gerilyawan Hizbullah dari segala penjuru. Banyak yang tewas bersimbah darah. Tiba-tiba Apache berdatangan dan melakukan manuver bantuan kepada tentara Israel yang terjebak. Sejak kejadian di rumah sakit itu, tidak pernah lagi Brigade Golani melakukan serbuan besar-besaran dan sendirian, ” lanjutnya.

    Menurut sang dokter, umat Islam seharusnya jangan pernah termakan klaim-klaim palsu yang segaja disebarluaskan media-media Zionis. “Mereka bukan kaum yang hebat. Mereka itu pengecut, jadi kita jangan sampai menderita rendah diri di hadapan mereka. Kita harus yakin bahwa umat Islam adalah umat terbaik di muka bumi. Kita harus bekerja keras untuk mewujudkan hal itu. ”

    Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok…(QS. Al-Hasyr: 14)
    (Rz/eramuslim)

    Tahukah anda ?
    Julukan yang tepat untuk Israel adalah Bangsa Pembunuh

    Syariat Talmud yg mereka imani tetap masih berlaku : “Orang-orang yang tidak mengimani ajaran-ajaran agama Yahudi dan syariat Yahudi, harus kita persembahkan sebagai korban untuk Tuhan kita yang agung.”
    “Ketika kamu mendekati suatu kota untuk kau perangi maka ajaklah untuk damai. Kalau (warga) kota menjawab ajakan damai dan kota dibuka untukmu, maka semua bangsa yang ada di dalamnya menjadi milikmu untuk kau tundukan dan kau perbudak untukmu. Kalau (kota itu) tidak menyerahkan diri kepadamu, bahkan melakukan perang denganmu maka kepunglah. Apabila Tuhanmu mendorongnya ke tanganmu maka bunuhlah semua laki-laki dengan mata pedang. Sedangkan kaum wanita, anak-anak, binatang ternak dan semua yang ada di dalam kota, semua rampasannya jadikanlah rampasan untuk dirimu. Makanlah rampasan musuh-musuhmu yang diberikan Tuhan-mu untukmu.”

  224. Jimmy, you start with good explanations , but in the last you talk rubbish, you are goyim (non-jews) how dare you talk about our Cohanim in Jerusalem !!!!!, especially the plan about to rebuilt our Holy Temple. your jesus can’t make it, thats why he is NOT messiah for us, thats a first rules as a messiah, so better for you to quiet !!!!

  225. untuk WURYANTI :

    singkat saja saya menjelaskan 🙂

    1.tidak semua aliran yahudi menggunakan talmud, namun reform, konservative dan rekonstruksi justru menggunakan torat sebagai bahan acuan utama..talmud sendiri adalah second opinion :).

    2.sedikit menjelaskan mengenai al-quran..sebenarnya meskipun sama namun tiap agama mempunyai kitab acuan sendiri seperti kristen dengan bible, islam dengan quran dan yahudi dengan torat :)..kebersamaan cara memandang tuhan bukan berarti menghapuskan identitas yang lain, bukan?..mungkin kepercayaan mbak ada di quran..namun bagaimanapun juga kitab2 bible dan torat kan usianya jauh lebih tua. maka marilah kita saling menghargai dan menghormati ;).

    3.orang yahudi juga sama dengan yang lain mbak..ada yang baik ada juga yang tidak baik :)..yang baik tentu saja bukan hanya nabi- nabi mbak,,namun bahkan jumlahnya sangat sangat besar mbak..namun hanya propagandis dari arab/islam keras saja yang mengumpamakan sebagian besar yahudi adalah jahat..ya..cara berfikir yang sehat lah yang harus kita perlukan mbak..untuk melihat hal ini dengan jujur :).

    3.kabbalah sebenarnya mbak sama dengan sufi dalam islam..namun selalu dikonotasikan negatif oleh para pengajar( nnon-yahudi) sebagai anti tuhan..aliran setan dan lain lain .
    isu ini sudah berkembang luas di eropa dan timur-tengah sehingga citra kabbalah sebenarnya tertutupi oleh fitnah-fitnah yang semakin dipertahankan sebagi alat untuk mendiskreditkan yahudi.
    demikian sedikit penjelasan saya :)..terima kasih 🙂

  226. masya Allah.. ini suatu bentuk arogansi yang mendarah daging di benak mereka.

    bisa disamakan dengan kearoganan iblis yang tidak mau sujud pada Allah.

    semua manusia kedudukannya sama bung…

    Yaakov Bernakov

  227. jangan mentang – mentang yahudi, terus nganggapin orang lain sirik atau nyebar fitnah, bung ….

    kali aje, si shalomyisrael, shemayisrael, yaakov suryakov, oemar bakrie, ambar rukmito, incogman, si dhymas dan lain – lainnya, cuma kasih komentar.

    mosok sih ngasih komentar trus merasa difitnah ato dijelek-jelekin,….

    gitu aje kok repot.

    entar gue juga dianggapin same nih ame yang lain….

    jaman sekarang, tidak ada lagi pembungkaman pendapat, semua bebas berpendapat ….

    sekarang bukan zamanna orde baru, bung …….

    Yaakov Bernakov

  228. Benjamin Freedman Speaks
    A Jewish Defector Warns America
    by Benjamin H. Freedman

    ——————————————————————————–

    Introductory Note: Benjamin H. Freedman was one of the most intriguing and amazing individuals of the 20th century. Mr. Freedman, born in 1890, was a successful Jewish businessman of New York City who was at one time the principal owner of the Woodbury Soap Company. He broke with organized Jewry after the Judeo-Communist victory of 1945, and spent the remainder of his life and the great preponderance of his considerable fortune, at least 2.5 million dollars, exposing the Jewish tyranny which has enveloped the United States. Mr. Freedman knew what he was talking about because he had been an insider at the highest levels of Jewish organizations and Jewish machinations to gain power over our nation. Mr. Freedman was personally acquainted with Bernard Baruch, Samuel Untermyer, Woodrow Wilson, Franklin Roosevelt, Joseph Kennedy, and John F. Kennedy, and many more movers and shakers of our times. This speech was given before a patriotic audience in 1961 at the Willard Hotel in Washington, D.C., on behalf of Conde McGinley’s patriotic newspaper of that time, Common Sense. Though in some minor ways this wide-ranging and extemporaneous speech has become dated, Mr. Freedman’s essential message to us — his warning to the West — is more urgent than ever before. — K.A.S.

    ——————————————————————————–

    Here in the United States, the Zionists and their co-religionists have complete control of our government. For many reasons, too many and too complex to go into here at this time, the Zionists and their co- religionists rule these United States as though they were the absolute monarchs of this country. Now you may say that is a very broad statement, but let me show you what happened while we were all asleep.

    What happened? World War I broke out in the summer of 1914. There are few people here my age who remember that. Now that war was waged on one side by Great Britain, France, and Russia; and on the other side by Germany, Austria-Hungary, and Turkey.

    Within two years Germany had won that war: not only won it nominally, but won it actually. The German submarines, which were a surprise to the world, had swept all the convoys from the Atlantic Ocean. Great Britain stood there without ammunition for her soldiers, with one week’s food supply — and after that, starvation. At that time, the French army had mutinied. They had lost 600,000 of the flower of French youth in the defense of Verdun on the Somme. The Russian army was defecting, they were picking up their toys and going home, they didn’t want to play war anymore, they didn’t like the Czar. And the Italian army had collapsed.

    Not a shot had been fired on German soil. Not one enemy soldier had crossed the border into Germany. And yet, Germany was offering England peace terms. They offered England a negotiated peace on what the lawyers call a status quo ante basis. That means: “Let’s call the war off, and let everything be as it was before the war started.” England, in the summer of 1916 was considering that — seriously. They had no choice. It was either accepting this negotiated peace that Germany was magnanimously offering them, or going on with the war and being totally defeated.

    While that was going on, the Zionists in Germany, who represented the Zionists from Eastern Europe, went to the British War Cabinet and — I am going to be brief because it’s a long story, but I have all the documents to prove any statement that I make — they said: “Look here. You can yet win this war. You don’t have to give up. You don’t have to accept the negotiated peace offered to you now by Germany. You can win this war if the United States will come in as your ally.” The United States was not in the war at that time. We were fresh; we were young; we were rich; we were powerful. They told England: “We will guarantee to bring the United States into the war as your ally, to fight with you on your side, if you will promise us Palestine after you win the war.” In other words, they made this deal: “We will get the United States into this war as your ally. The price you must pay is Palestine after you have won the war and defeated Germany, Austria-Hungary, and Turkey.” Now England had as much right to promise Palestine to anybody, as the United States would have to promise Japan to Ireland for any reason whatsoever. It’s absolutely absurd that Great Britain, that never had any connection or any interest or any right in what is known as Palestine should offer it as coin of the realm to pay the Zionists for bringing the United States into the war. However, they did make that promise, in October of 1916. And shortly after that — I don’t know how many here remember it – – the United States, which was almost totally pro-German, entered the war as Britain’s ally.

    I say that the United States was almost totally pro-German because the newspapers here were controlled by Jews, the bankers were Jews, all the media of mass communications in this country were controlled by Jews; and they, the Jews, were pro-German. They were pro-German because many of them had come from Germany, and also they wanted to see Germany lick the Czar. The Jews didn’t like the Czar, and they didn’t want Russia to win this war. These German-Jew bankers, like Kuhn Loeb and the other big banking firms in the United States refused to finance France or England to the extent of one dollar. They stood aside and they said: “As long as France and England are tied up with Russia, not one cent!” But they poured money into Germany, they fought beside Germany against Russia, trying to lick the Czarist regime.

    Now those same Jews, when they saw the possibility of getting Palestine, went to England and they made this deal. At that time, everything changed, like a traffic light that changes from red to green. Where the newspapers had been all pro-German, where they’d been telling the people of the difficulties that Germany was having fighting Great Britain commercially and in other respects, all of a sudden the Germans were no good. They were villains. They were Huns. They were shooting Red Cross nurses. They were cutting off babies’ hands. They were no good. Shortly after that, Mr. Wilson declared war on Germany.

    The Zionists in London had sent cables to the United States, to Justice Brandeis, saying “Go to work on President Wilson. We’re getting from England what we want. Now you go to work on President Wilson and get the United States into the war.” That’s how the United States got into the war. We had no more interest in it; we had no more right to be in it than we have to be on the moon tonight instead of in this room. There was absolutely no reason for World War I to be our war. We were railroaded into — if I can be vulgar, we were suckered into — that war merely so that the Zionists of the world could obtain Palestine. That is something that the people of the United States have never been told. They never knew why we went into World War I.

    After we got into the war, the Zionists went to Great Britain and they said: “Well, we performed our part of the agreement. Let’s have something in writing that shows that you are going to keep your bargain and give us Palestine after you win the war.” They didn’t know whether the war would last another year or another ten years. So they started to work out a receipt. The receipt took the form of a letter, which was worded in very cryptic language so that the world at large wouldn’t know what it was all about. And that was called the Balfour Declaration.

    The Balfour Declaration was merely Great Britain’s promise to pay the Zionists what they had agreed upon as a consideration for getting the United States into the war. So this great Balfour Declaration, that you hear so much about, is just as phony as a three dollar bill. I don’t think I could make it more emphatic than that.

    That is where all the trouble started. The United States got in the war. The United States crushed Germany. You know what happened. When the war ended, and the Germans went to Paris for the Paris Peace Conference in 1919 there were 117 Jews there, as a delegation representing the Jews, headed by Bernard Baruch. I was there: I ought to know. Now what happened? The Jews at that peace conference, when they were cutting up Germany and parceling out Europe to all these nations who claimed a right to a certain part of European territory, said, “How about Palestine for us?” And they produced, for the first time to the knowledge of the Germans, this Balfour Declaration. So the Germans, for the first time realized, “Oh, so that was the game! That’s why the United States came into the war.” The Germans for the first time realized that they were defeated, they suffered the terrific reparations that were slapped onto them, because the Zionists wanted Palestine and were determined to get it at any cost.

    That brings us to another very interesting point. When the Germans realized this, they naturally resented it. Up to that time, the Jews had never been better off in any country in the world than they had been in Germany. You had Mr. Rathenau there, who was maybe 100 times as important in industry and finance as is Bernard Baruch in this country. You had Mr. Balin, who owned the two big steamship lines, the North German Lloyd’s and the Hamburg-American Lines. You had Mr. Bleichroder, who was the banker for the Hohenzollern family. You had the Warburgs in Hamburg, who were the big merchant bankers — the biggest in the world. The Jews were doing very well in Germany. No question about that. The Germans felt: “Well, that was quite a sellout.”

    It was a sellout that might be compared to this hypothetical situation: Suppose the United States was at war with the Soviet Union. And we were winning. And we told the Soviet Union: “Well, let’s quit. We offer you peace terms. Let’s forget the whole thing.” And all of a sudden Red China came into the war as an ally of the Soviet Union. And throwing them into the war brought about our defeat. A crushing defeat, with reparations the likes of which man’s imagination cannot encompass. Imagine, then, after that defeat, if we found out that it was the Chinese in this country, our Chinese citizens, who all the time we had thought were loyal citizens working with us, were selling us out to the Soviet Union and that it was through them that Red China was brought into the war against us. How would we feel, then, in the United States against Chinese? I don’t think that one of them would dare show his face on any street. There wouldn’t be enough convenient lampposts to take care of them. Imagine how we would feel.

    Well, that’s how the Germans felt towards these Jews. They’d been so nice to them: from 1905 on, when the first Communist revolution in Russia failed, and the Jews had to scramble out of Russia, they all went to Germany. And Germany gave them refuge. And they were treated very nicely. And here they had sold Germany down the river for no reason at all other than the fact that they wanted Palestine as a so-called “Jewish commonwealth.”

    Now Nahum Sokolow, and all the great leaders and great names that you read about in connection with Zionism today, in 1919, 1920, 1921, 1922, and 1923 wrote in all their papers — and the press was filled with their statements — that the feeling against the Jews in Germany is due to the fact that they realized that this great defeat was brought about by Jewish intercession in bringing the United States into the war. The Jews themselves admitted that. It wasn’t that the Germans in 1919 discovered that a glass of Jewish blood tasted better than Coca-Cola or Muenschner Beer. There was no religious feeling. There was no sentiment against those people merely on account of their religious belief. It was all political. It was economic. It was anything but religious. Nobody cared in Germany whether a Jew went home and pulled down the shades and said “Shema’ Yisroel” or “Our Father.” Nobody cared in Germany any more than they do in the United States. Now this feeling that developed later in Germany was due to one thing: the Germans held the Jews responsible for their crushing defeat.

    And World War I had been started against Germany for no reason for which Germany was responsible. They were guilty of nothing. Only of being successful. They built up a big navy. They built up world trade. You must remember that Germany at the time of the French Revolution consisted of 300 small city-states, principalities, dukedoms, and so forth. Three hundred separate little political entities. And between that time, between the times of Napoleon and Bismarck, they were consolidated into one state. And within 50 years they became one of the world’s great powers. Their navy was rivaling Great Britain’s, they were doing business all over the world, they could undersell anybody, they could make better products. What happened as a result of that?

    There was a conspiracy between England, France, and Russia to slap down Germany. There isn’t one historian in the world who can find a valid reason why those three countries decided to wipe Germany off the map politically.

    When Germany realized that the Jews were responsible for her defeat, they naturally resented it. But not a hair on the head of any Jew was harmed. Not a single hair. Professor Tansill, of Georgetown University, who had access to all the secret papers of the State Department, wrote in his book, and quoted from a State Department document written by Hugo Schoenfelt, a Jew whom Cordell Hull sent to Europe in 1933 to investigate the so-called camps of political prisoners, who wrote back that he found them in very fine condition. They were in excellent shape, with everybody treated well. And they were filled with Communists. Well, a lot of them were Jews, because the Jews happened to comprise about 98 per cent of the Communists in Europe at that time. And there were some priests there, and ministers, and labor leaders, and Masons, and others who had international affiliations.

    Some background is in order: In 1918-1919 the Communists took over Bavaria for a few days. Rosa Luxemburg and Karl Liebknecht and a group of other Jews took over the government for three days. In fact, when the Kaiser ended the war he fled to Holland because he thought the Communists were going to take over Germany as they did Russia and that he was going to meet the same fate as the Czar. So he fled to Holland for safety, for security. After the Communist threat in Germany was quashed, the Jews were still working, trying to get back into their former status, and the Germans fought them in every way they could without hurting a single hair on anyone’s head. They fought them the same way that, in this country, the Prohibitionists fought anyone who was interested in liquor. They didn’t fight one another with pistols. Well, that’s the way they were fighting the Jews in Germany. And at that time, mind you, there were 80 to 90 million Germans, and there were only 460,000 Jews. About one half of one per cent of the population of Germany were Jews. And yet they controlled all the press, and they controlled most of the economy because they had come in with cheap money when the mark was devalued and bought up practically everything.

    The Jews tried to keep a lid on this fact. They didn’t want the world to really understand that they had sold out Germany, and that the Germans resented that.

    The Germans took appropriate action against the Jews. They, shall I say, discriminated against them wherever they could. They shunned them. The same way that we would shun the Chinese, or the Negroes, or the Catholics, or anyone in this country who had sold us out to an enemy and brought about our defeat.

    After a while, the Jews of the world called a meeting in Amsterdam. Jews from every country in the world attended this meeting in July 1933. And they said to Germany: “You fire Hitler, and you put every Jew back into his former position, whether he was a Communist or no matter what he was. You can’t treat us that way. And we, the Jews of the world, are serving an ultimatum upon you.” You can imagine what the Germans told them. So what did the Jews do?

    In 1933, when Germany refused to surrender to the world conference of Jews in Amsterdam, the conference broke up, and Mr. Samuel Untermyer, who was the head of the American delegation and the president of the whole conference, came to the United States and went from the steamer to the studios of the Columbia Broadcasting System and made a radio broadcast throughout the United States in which he in effect said, “The Jews of the world now declare a Holy War against Germany. We are now engaged in a sacred conflict against the Germans. And we are going to starve them into surrender. We are going to use a world-wide boycott against them. That will destroy them because they are dependent upon their export business.” And it is a fact that two thirds of Germany’s food supply had to be imported, and it could only be imported with the proceeds of what they exported. So if Germany could not export, two thirds of Germany’s population would have to starve. There was just not enough food for more than one third of the population. Now in this declaration, which I have here, and which was printed in the New York Times on August 7, 1933, Mr. Samuel Untermyer boldly stated that “this economic boycott is our means of self-defense. President Roosevelt has advocated its use in the National Recovery Administration,” which some of you may remember, where everybody was to be boycotted unless he followed the rules laid down by the New Deal, and which was declared unconstitutional by the Supreme Court of that time. Nevertheless, the Jews of the world declared a boycott against Germany, and it was so effective that you couldn’t find one thing in any store anywhere in the world with the words “made in Germany” on it. In fact, an executive of the Woolworth Company told me that they had to dump millions of dollars worth of crockery and dishes into the river; that their stores were boycotted if anyone came in and found a dish marked “made in Germany,” they were picketed with signs saying “Hitler,” “murderer,” and so forth, something like these sit-ins that are taking place in the South. At a store belonging to the R. H. Macy chain, which was controlled by a family called Strauss who also happen to be Jews, a woman found stockings there which came from Chemnitz, marked “made in Germany.” Well, they were cotton stockings and they may have been there 20 years, since I’ve been observing women’s legs for many years and it’s been a long time since I’ve seen any cotton stockings on them. I saw Macy’s boycotted, with hundreds of people walking around with signs saying “murderers,” “Hitlerites,” and so forth. Now up to that time, not one hair on the head of any Jew had been hurt in Germany. There was no suffering, there was no starvation, there was no murder, there was nothing.

    Naturally, the Germans said, “Who are these people to declare a boycott against us and throw all our people out of work, and make our industries come to a standstill? Who are they to do that to us?” They naturally resented it. Certainly they painted swastikas on stores owned by Jews. Why should a German go in and give his money to a storekeeper who was part of a boycott that was going to starve Germany into surrendering to the Jews of the world, who were going to dictate who their premier or chancellor was to be? Well, it was ridiculous.

    The boycott continued for some time, but it wasn’t until 1938, when a young Jew from Poland walked into the German embassy in Paris and shot a German official, that the Germans really started to get rough with the Jews in Germany. And you found them then breaking windows and having street fights and so forth.

    Now I don’t like to use the word “anti-Semitism” because it’s meaningless, but it means something to you still, so I’ll have to use it. The only reason that there was any feeling in Germany against Jews was that they were responsible for World War I and for this world-wide boycott. Ultimately they were also responsible for World War II, because after this thing got out of hand, it was absolutely necessary for the Jews and Germany to lock horns in a war to see which one was going to survive. In the meanwhile, I had lived in Germany, and I knew that the Germans had decided that Europe is going to be Christian or Communist: there is no in between. And the Germans decided they were going to keep it Christian if possible. And they started to re-arm. In November 1933 the United States recognized the Soviet Union. The Soviet Union was becoming very powerful, and Germany realized that “Our turn was going to come soon, unless we are strong.” The same as we in this country are saying today, “Our turn is going to come soon, unless we are strong.” Our government is spending 83 or 84 billion dollars for defense. Defense against whom? Defense against 40,000 little Jews in Moscow that took over Russia, and then, in their devious ways, took over control of many other countries of the world.

    For this country now to be on the verge of a Third World War, from which we cannot emerge a victor, is something that staggers my imagination. I know that nuclear bombs are measured in terms of megatons. A megaton is a term used to describe one million tons of TNT. Our nuclear bombs had a capacity of 10 megatons, or 10 million tons of TNT, when they were first developed. Now, the nuclear bombs that are being developed have a capacity of 200 megatons, and God knows how many megatons the nuclear bombs of the Soviet Union have.

    What do we face now? If we trigger a world war that may develop into a nuclear war, humanity is finished. Why might such a war take place? It will take place as the curtain goes up on Act 3: Act 1 was World War I, Act 2 was World War II, Act 3 is going to be World War III. The Jews of the world, the Zionists and their co-religionists everywhere, are determined that they are going to again use the United States to help them permanently retain Palestine as their foothold for their world government. That is just as true as I am standing here. Not alone have I read it, but many here have also read it, and it is known all over the world.

    What are we going to do? The life you save may be your son’s. Your boys may be on their way to that war tonight; and you don’t know it any more than you knew that in 1916 in London the Zionists made a deal with the British War Cabinet to send your sons to war in Europe. Did you know it at that time? Not a person in the United States knew it. You weren’t permitted to know it. Who knew it? President Wilson knew it. Colonel House knew it. Other insiders knew it.

    Did I know it? I had a pretty good idea of what was going on: I was liaison to Henry Morgenthau, Sr., in the 1912 campaign when President Wilson was elected, and there was talk around the office there. I was “confidential man” to Henry Morgenthau, Sr., who was chairman of the finance committee, and I was liaison between him and Rollo Wells, the treasurer. So I sat in these meetings with President Wilson at the head of the table, and all the others, and I heard them drum into President Wilson’s brain the graduated income tax and what has become the Federal Reserve, and I heard them indoctrinate him with the Zionist movement. Justice Brandeis and President Wilson were just as close as the two fingers on this hand. President Woodrow Wilson was just as incompetent when it came to determining what was going on as a newborn baby. That is how they got us into World War I, while we all slept. They sent our boys over there to be slaughtered. For what? So the Jews can have Palestine as their “commonwealth.” They’ve fooled you so much that you don’t know whether you’re coming or going.

    Now any judge, when he charges a jury, says, “Gentlemen, any witness who you find has told a single lie, you can disregard all his testimony.” I don’t know what state you come from, but in New York state that is the way a judge addresses a jury. If that witness told one lie, disregard his testimony.

    What are the facts about the Jews? (I call them Jews to you, because they are known as Jews. I don’t call them Jews myself. I refer to them as so-called Jews, because I know what they are.) The eastern European Jews, who form 92 per cent of the world’s population of those people who call themselves Jews, were originally Khazars. They were a warlike tribe who lived deep in the heart of Asia. And they were so warlike that even the Asiatics drove them out of Asia into eastern Europe. They set up a large Khazar kingdom of 800,000 square miles. At the time, Russia did not exist, nor did many other European countries. The Khazar kingdom was the biggest country in all Europe — so big and so powerful that when the other monarchs wanted to go to war, the Khazars would lend them 40,000 soldiers. That’s how big and powerful they were.

    They were phallic worshippers, which is filthy and I do not want to go into the details of that now. But that was their religion, as it was also the religion of many other pagans and barbarians elsewhere in the world. The Khazar king became so disgusted with the degeneracy of his kingdom that he decided to adopt a so-called monotheistic faith — either Christianity, Islam, or what is known today as Judaism, which is really Talmudism. By spinning a top, and calling out “eeny, meeny, miney, moe,” he picked out so-called Judaism. And that became the state religion. He sent down to the Talmudic schools of Pumbedita and Sura and brought up thousands of rabbis, and opened up synagogues and schools, and his people became what we call Jews. There wasn’t one of them who had an ancestor who ever put a toe in the Holy Land. Not only in Old Testament history, but back to the beginning of time. Not one of them! And yet they come to the Christians and ask us to support their armed insurrections in Palestine by saying, “You want to help repatriate God’s Chosen People to their Promised Land, their ancestral home, don’t you? It’s your Christian duty. We gave you one of our boys as your Lord and Savior. You now go to church on Sunday, and you kneel and you worship a Jew, and we’re Jews.” But they are pagan Khazars who were converted just the same as the Irish were converted. It is as ridiculous to call them “people of the Holy Land,” as it would be to call the 54 million Chinese Moslems “Arabs.” Mohammed only died in 620 A.D., and since then 54 million Chinese have accepted Islam as their religious belief. Now imagine, in China, 2,000 miles away from Arabia, from Mecca and Mohammed’s birthplace. Imagine if the 54 million Chinese decided to call themselves “Arabs.” You would say they were lunatics. Anyone who believes that those 54 million Chinese are Arabs must be crazy. All they did was adopt as a religious faith a belief that had its origin in Mecca, in Arabia. The same as the Irish. When the Irish became Christians, nobody dumped them in the ocean and imported to the Holy Land a new crop of inhabitants. They hadn’t become a different people. They were the same people, but they had accepted Christianity as a religious faith.

    These Khazars, these pagans, these Asiatics, these Turko-Finns, were a Mongoloid race who were forced out of Asia into eastern Europe. Because their king took the Talmudic faith, they had no choice in the matter. Just the same as in Spain: If the king was Catholic, everybody had to be a Catholic. If not, you had to get out of Spain. So the Khazars became what we call today Jews. Now imagine how silly it was for the great Christian countries of the world to say, “We’re going to use our power and prestige to repatriate God’s Chosen People to their ancestral homeland, their Promised Land.” Could there be a bigger lie than that? Because they control the newspapers, the magazines, the radio, the television, the book publishing business, and because they have the ministers in the pulpit and the politicians on the soapboxes talking the same language, it is not too surprising that you believe that lie. You’d believe black is white if you heard it often enough. You wouldn’t call black black anymore — you’d start to call black white. And nobody could blame you.

    That is one of the great lies of history. It is the foundation of all the misery that has befallen the world.

    Do you know what Jews do on the Day of Atonement, that you think is so sacred to them? I was one of them. This is not hearsay. I’m not here to be a rabble-rouser. I’m here to give you facts. When, on the Day of Atonement, you walk into a synagogue, you stand up for the very first prayer that you recite. It is the only prayer for which you stand. You repeat three times a short prayer called the Kol Nidre. In that prayer, you enter into an agreement with God Almighty that any oath, vow, or pledge that you may make during the next twelve months shall be null and void. The oath shall not be an oath; the vow shall not be a vow; the pledge shall not be a pledge. They shall have no force or effect. And further, the Talmud teaches that whenever you take an oath, vow, or pledge, you are to remember the Kol Nidre prayer that you recited on the Day of Atonement, and you are exempted from fulfilling them. How much can you depend on their loyalty? You can depend upon their loyalty as much as the Germans depended upon it in 1916. We are going to suffer the same fate as Germany suffered, and for the same reason.

    http://www.apfn.org/THEWINDS/library/freedman.html

  229. Kampanye Yahudi di Indonesaia???? hmmmm…..
    Saya org indonesia asli, sawo matang, pesek….
    Katanya banyak lelaki di israel sudah banyak yang jadi homoseks ya?
    oohhh…jadi kampanye di negeri ini untuk cari penerus keturunan, karena lelaki di israel sudah banyak yang tidak tertarik lagi sama wanita ?
    Kalo gitu kirimi saya 2 atau 3 wanita israel, katanya cakep2 wanita disana ya?
    lumayanlah untuk memperbaiki fisik keturunan saya kelak hehehe………

  230. Kepada yang mempunyai situs ini, Mohon komentar saya jangan dihapus ! saya sendiri yg akan bertanggung jawab atas komentar saya !!!!!

  231. wow perang nih….!!!!
    ternyata gak cuma di palestina aja yang perang…..!!
    katanya beragama… yahudi.. islam… kristen…. sama2 dari timur tengah kok perang….!!!
    aneh…. benar2 aneh…. yakov seorang rabbi tapi tak seperti rabbi cara menanggapi …. pernyataan2 orang…. yang lain juga mengaku muslim tapi suka berdalih… suka mencari pembenaran… kan lakum diinukum walliyadiin…. biar kan saja Tuhan2 anda yang mengaturnya…. kok gitu aja kok repot… kalau memang seorang jews.. muslim or nasrani maka berlakulah seperti yang ada pada taurat… al qur’an or injil….. disitu akan ditemukan kedamaian…..
    jangan ditambah lagi palestina yang lainnya… ini nih yang bisa jadi biang nya perselisihan…. dari yang kayak gini nih… ayo kita sama2 cari jalan keluar agar perdamaian bisa terwujud di muka bumi… atas ijin Tuhan…

    salam perdamaian

  232. Yahudi pernah diusir oleh bangsa2 di Eropa. kemudian mereka mengungsi di timur tengah. dan masyarakat muslim menerima mereka dengan baik. namun sayangnya mereka justu mendirikan bangsa Israel dan menjajah bangsa palestina.

    apakah mereka lupa akan fakta sejarah itu? apakah mereka tidak ingat atas kebaikan muslim di palestina? terlalu bangga akan bangsanya sendiri sampai2 harus menindas bangsa lain….sungguh memperhatinkan

  233. Gak usah banyak debat soal Yahudi, kita semua ini adalah makhluk Tuhan, yang penting sekarang adalah bagaimana kita dapat bermanfaat bagi orang lain dan dapat membahagiakan sesama umat Manusia agar didunia ini kita dari berbagai Bangsa, Suku dan Etnis bisa hidup rukun berdampingan agar dimasa yang akan datang Anak dan Cucu kita dapat hidup lebih sejahtera. Amin

  234. scr rasional… bisa gak menjelaskan kenapa keturunan adam menjadi beragam warna kulit dan ratusan bahasa? atau menjelaskan kenapa manusia hanya ada di planet bumi yg merupakan seperkian juta persen dari keseluruhan alam semesta? pastinya akan ada banyak sekali argumen, namun tidak satupun yang bisa menjawab secara absolut dan universal kan, kecerdasan manusia terbatas, jangan memaksakan konsep pemikiran/penafsiran individu/golongan kepada pihak lainnya jika memang mereka tidak bisa menerimanya..

  235. Kalau kalian itu mengaku keturunan suku Israel yang hilang maka seharusnya kalian sudah menjadi orang Indonesia dan tidak lagi membanggakan keyahudian kalian. Kalian tidak berhak untuk mengklaim Palestina sebagai negeri kalian karena kalian sudah diusir Allah lewat tangan Nebuchanezzar dari Babylonia atas dosa yang kalian buat terhadap Allah dan para Nabi Israel.

    Tidak heran kalau Isa (Yesus) melaknat kalian: 23:33 Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?

    Kalian akan dihukum Tuhan untuk kedua kalianya sekaligus yang terakhir lewat hamba-hambaNya yang perkasa!

  236. hai Dina,

    iya Dina, kayanya yang nulis guesbook orangnya itu-itu aja, cuman namanya diganti-ganti biar keliatan banyak…

    tapi termasuk loe juga ‘kan…. , ato jangan – jangan loe juga pake nama samaran di guesbook ini ‘kan? hayyooo

  237. Saya sedang riset tentang Masyarakat Keturunan Yahudi di Indonesia. Saya sudah bertemu dengan Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Gregg Rickman PhD dan Karen Paikin di Jakarta. Semoga penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam penegakan hukum dan kemanusiaan. Untuk melengkapi riset ini saya mohon bantuan saudara-saudaraku yang memiliki keturunan Yahudi. Hub. 0817429155 email salwa_anatolia@yahoo.co.id

  238. buat yaakov baruch..anda sendiri setuju atau tidak dengan Zionisme? satu lagi pertanyaan: apakah memang ada di talmud yang menyebutkan bahwa goyim itu berasal dari sperma kuda? ada tidak ayat itu jelas disebutkan?

    Terimakasih

  239. Kenapa semua orang pada Ribut ribut sih di Guestbook ini…..?????????????????
    kalo ga setuju ama ke Yahudi-an, ya bikin website sendiri dong………ini kan website nya Para Keturunan Yahudi yang sedang mencari semua sisa keturunana yang ada di indonesia,, koq malah di caci maki….
    AAAAANNNNNEEEEHHHHH……….PADA BISA BBBBAAAAACCCCAAAA GA SIH, NAMA WEBSITE ATAU LINK NYA aja ” Sisa Yahudi di Indonesia ” pada sekolah semua ga sih yang nulis aneh-aneh di guestbook ini..
    mau NGETOP?
    MODAL DONG…….
    Yang Paling banyak NGOMONG adalh yang PALING KETAHUAN BOHONGNYA……………dari sini aja kita udah bisa tau kalau bangsa yahudi lebih menghargai yang namanya PERSAUDARAAN…………….
    Ga kayak kalian yang ribut sendiri. BRISIK dengernya,,,,
    mau yang ngisi gustbook disini satu orang dengan nama yang berganti – ganti kek! atau apalah namanya, Yang Jelas ini website untuk NO ANTI-SEMITISM
    gw aja yang bukan keturunan Gen orang YAHUDI aja Bangga…. karna gw percaya BANGSA YAHUDI adalah bangsa PILIHAN..ITU tidak bisa dipungkiri. nyatanya seorang HITLER saja dan tentara NAZI mencoba memusnahkan bangsa Yahudi tapi YAHUDI tetep EXIST sampe sekarang ” liat aja Film perjuangan bangsa Yahudi untuk bertahan dari HITLER berdasarkan KISAH NYATA, akhirnya mereka juga bisa terselamatkan ” judul filmnya DEFIANCE ( produksi-Paramount Vantage )dll. Jadi bukti kan…. Kalau Bangsa YAHUDI dan Keturunannya adalah Bangsa Pilihan TUHAN, bukan Pilihan MANUSIA. ” AKU yang memilih kamu, bukan kamu yang memilih Aku “. Udahlah, kalo pada ga percaya simpen aja dalam hati, Jangan pada beraninya cuma NGOMEL di guestbook ini, KAYAK KETURUNAN LUCIFER aja…….
    TUHAN aja mengakui, eh manusia yang lain GA MAU……….
    pada punya agama sendiri – sendiri aja kalo gitu jangan ngurusin Ke Yahudian kami. Karena kami bangga pada Yahudi & Israel.

    KEEP GOING JEWS. GOD BLESS U.

    BARUKH ATAH HA-SHEM MELEKH HA OLAM.

    Ini lagu kabanggaan saya, yang saya nyanyikan tiap hari…karna BARANGSIAPA MEMBERKATI ISRAEL MAKA AKAN DIBERKATI DAN BARANGSIAPA MENGUTUKI ISRAEL AKAN DI KUTUK.

    – HA TIKVAH –

    Kol od balevav p’nima
    Nefesh Yehudi homiyah
    Ulfa atrey misrach kadima
    Ayin le Tzion tzofiyah
    Od lo avdah tikvah teinu
    Ha Tikvah bat znot al payim
    Le hiyot am chofsi be artzenu
    Eretz Tzion Yerushalayim
    Le hiyot am chofsi be artzenu
    Eretz Tzion Yerushalayim.

    NB: Untuk Rabi Yaakov Baruch dapat Salam Hormat dari Yokhanan Devon ben Akkerman di Yogyakarta.

  240. waaahhh seru jg ketemu dgn bermacam2 suku bangsa ga salah kok di alquran jg boleh untuk saling kenal mengenal itu salah satu kebesaran tuhan…saya jg ingin memiliki sahabat dari orang2 yahudi,berbagi dgn mereka.kita hilangka permusuhan,kebetula saya keturuna timur tengah dari ibu menurut saya tdak perlu debat kita saling kenal budaya saja

  241. Aku berharap semoga di Indonesia mengakui keberadaan Komunitas Yahudi, krn agama apapun boleh berkembang di Negara Indonesia

  242. I am sorry, i am new about this. But I would like to know where is the community of Jews in Jakarta. Please tell me! I need your information, soon.

  243. Sesungguhnya, semua ini telah kuperhatikan, semua ini telah kuperiksa, yakni bahwa orang-orang yang benar dan orang-orang yang berhikmat dan perbuatan-perbuatan mereka, baik kasih maupun kebencian, ada di tangan Allah; manusia tidak mengetahui apapun yang dihadapinya.
    Segala sesuatu sama bagi sekalian; nasib orang sama: baik orang yang benar maupun orang yang fasik, orang yang baik maupun orang yang jahat, orang yang tahir maupun orang yang najis, orang yang mempersembahkan korban maupun yang tidak mempersembahkan korban. Sebagaimana orang yang baik, begitu pula orang yang berdosa; sebagaimana orang yang bersumpah, begitu pula orang yang takut untuk bersumpah.
    Inilah yang celaka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari; nasib semua orang sama. Hati anak-anak manusiapun penuh dengan kejahatan, dan kebebalan ada dalam hati mereka seumur hidup, dan kemudian mereka menuju alam orang mati.

    Tetapi siapa yang termasuk orang hidup mempunyai harapan, karena anjing yang hidup lebih baik dari pada singa yang mati.
    Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap.
    Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari.
    Mari, makanlah rotimu dengan sukaria, dan minumlah anggurmu dengan hati yang senang, karena Allah sudah lama berkenan akan perbuatanmu.
    Biarlah selalu putih pakaianmu dan jangan tidak ada minyak di atas kepalamu.
    Nikmatilah hidup dengan isteri yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-sia, yang dikaruniakan TUHAN kepadamu di bawah matahari, karena itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang engkau lakukan dengan jerih payah di bawah matahari.
    Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi.
    Lagi aku melihat di bawah matahari bahwa kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untuk yang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dan karunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena waktu dan nasib dialami mereka semua.
    Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba.

  244. I’m extremely impressed with your writing skills and also with the layout on your blog. Is this a paid theme or did you customize it yourself? Either way keep up the nice quality writing, it is rare to see a nice blog like this one nowadays.

  245. I absolutely love your blog and find the majority of your post’s to be exactly
    I’m looking for. can you offer guest writers to write content for
    you personally? I wouldn’t mind creating a post or elaborating on most
    of the subjects you write about here. Again, awesome site!

Leave a reply to Jauhari Cancel reply